tag:blogger.com,1999:blog-16281614213164316012024-02-01T20:13:44.862-08:00Mountain PiratesJalan Pulang Menuju RumahMountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.comBlogger181125tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-78011793463240596042020-12-09T22:08:00.006-08:002020-12-09T22:08:32.726-08:00Delapan, Pandemi, Opini<p><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Sudah bulan Desember. Sudah lebih dari delapan bulan merasakan pandemi. Selama itu pula, aku sedang bertanya-tanya; apa yang akan Bapak-Ibu katakan soal pandemi? Apa yang mereka lakukan? Antisipasi seperti apa yang mereka bangun? Apakah Bapak akan berkomentar seperti biasanya. Apakah Ibu akan merasa cemas seperti biasanya.</span></p><p><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Selama delapan bulan ini aku terus bertanya-tanya. Tetapi, tentu saja tidak ada jawabannya. Tidak apa-apa. Hidup penuh misteri dan selamanya akan penuh tanda tanya.</span></p><span id="docs-internal-guid-7a52cc1b-7fff-6c0e-fac4-7440144f4598"><div><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><br /></span></div></span>Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-47933047016179439432020-10-05T21:12:00.002-07:002020-12-09T22:02:52.036-08:0026 dan Dua Tahun dalam Kekosongan<p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Aku memutuskan membuka blog ini lagi dan menyadari bahwa aku sudah tidak menulis apapun sejak 2017. Dalam kurun waktu itu hingga sekarang terjebak dalam situasi pandemi, aku hanya ingin mengatakan bahwa aku sudah lulus sebagai sarjana komunikasi. Aku menjadi lulusan terbaik. Indeks Prestasiku 3.8. Aku bahkan pidato di depan puluhan wisudawan lain dan mengatakan banyak omong kosong. Semuanya terjadi pada November 2017.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Mungkin mereka semua sudah lupa dan hanya aku satu-satunya yang ingat kalau aku pernah menjadi mahasiswa terbaik sefakultas dan perlahan dilupakan karena saat ini hidupku berakhir sebagai seonggok sampah berserakan setelah hujan di pinggir-pinggr jalan.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Setelah lulus, apa yang terjadi? Rentetan kisah buruk. Ibuku meninggal Agustus 2018, dan ayahku menyusul tepat setahun setelahnya, September 2019. Aku masih mencoba berpikir positif soal tahun-tahun terberat dalam hidupku tetapi Tuhan justru memberiku kesempatan untuk merasakan kesedihan kolektif karena pandemi.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Melihat begitu banyak angkanya yang mati, aku sungguh tidak ingin mengatakan bahwa 2020 tidak lebih menyedihkan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Meski begitu, aku harus jujur bahwa tahun-tahun terberat dalam hidupku adalah 2018-2019 dan satu-satunya keinginanku sekarang adalah memiliki mesin waktu dan menghancurkan diriku sendiri di tahun 1994.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Tapi, kupikir-pikir, semuanya tidak ada gunanya. Aku tahu aku harus bangkit dan aku memulainya dengan menulis omong kosong di blog ini. Aku sempat berpikir ingin membuat blog baru dengan nama anonim dan menyelimurkan diri di internet. Tetapi, kurasa, teman-temanku yang mengikutiku sejak SMA sudah tidak berada di sini. Mereka sudah tidak aktif lagi dan mungkin merasa tak perlu membaca omong kosong teman SMA mereka di-blog.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Jadi, kuputuskan untuk tetap menulis di sini.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Apa yang ingin kutulis? Entahlah. Yang jelas aku sedang berusaha mengusir akun-akun bot yang hampir setiap hari meninggalkan komentar soal judi online dan togel digital di beberapa postingan di blog ini! Sungguh, aku benar-benar tidak mengerti. Apakah SEO masih digunakan? </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Sejujurnya aku masih tidak menyangka bahwa beberapa orang masih membaca blog ini dan meninggalkan komentar meskipun itu hanya iklan soal judi online. Bertahun-tahun menggunakan blogspot sejak 2012 dan judi online masih menjadi primadona di jagat internet.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Aku akan pelan-pelan bangkit dan mungkin suatu saat meminta pertolongan. Tetapi, saat ini, keputusan pertama yang kulakukan adalah mencatat dan mengarsipkan setiap mimpi buruk dan kenangan-kenangan yang tercecer. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Aku tetap berharap tidak ada satu pun orang yang mengenalku akan menemukan blog ini. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">*</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Aku berusia 26 tahun ini. Tepat hari ini. Tidak udah mengucapkan selamat karena bertambah tua bukan sebuah pencapaian. Masih lajang dan takut akan selamanya begitu. Semenjak ayahku pergi, ternyata aku ingin hidup bersama seseorang. Tetapi aku ragu apakah ada yang mencintaiku karena selain aku jelek, aku sangat menyebalkan. Maksudku, aku benar-benar menyebalkan. Kalau suatu saat ada orang yang mau hidup bersamaku, aku akan berterima kasih ribuan kali padanya setiap hari.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Dalam dua tahun terakhir aku merasa bahwa hidupku tidak berguna. Aku tidak tahu mengapa aku bisa sejujur ini padahal orang-orang bisa membacanya dan mungkin mempermalukanku dalam hati. Atau di masa depan ada orang-orang yang membenciku dan mencoba melakukan doxxing dengan menelusuri namaku di internet. Barangkali semua curahan hati ini tidak akan membuatku dipenjara karena aku tidak akan membicarakan siapapun kecuali kesedihanku sendiri. Tetapi alih-alih bersimpati, orang-orang itu mungkin akan senang karena orang yang mereka benci ternyata melalui fase yang sangat menyedihkan dalam hidupnya.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Tetapi, aku tidak punya teman untuk bercerita jadi kuputuskan untuk meneruskan omong-kosong ini. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Kau tahu, meski aku terpuruk dan tidak tahu apa yang ingin aku lakukan setelah ini, ternyata aku masih memiliki mimpi. Aku tahu kesedihan tidak akan berhenti di tahun 2018, 2019, 2020. Pada tahun-tahun yang lain, kesedihan akan terus datang. Musibah, bencana, dan hal-hal buruk lainnya. Alih- alih menjadi lebih kuat, sepertinya lebih layak kalau dibilang kita semua makin terbiasa.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Soalnya, ya begitulah hidup.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; white-space: pre-wrap;">Memang seperti itu kan hidup ini?</span></p><span id="docs-internal-guid-8cb1de48-7fff-8abe-9b11-336e1c294587"><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt; font-variant-east-asian: normal; font-variant-numeric: normal; vertical-align: baseline; white-space: pre-wrap;"><br /></span></div></span>Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-47156767503005552592017-11-07T11:17:00.000-08:002017-11-07T11:17:22.580-08:00Fragmen#1<br />
<br />
"Ya, aku bukannya nggak suka. Suka banget malah. Tapi aku tahu diri, kok,"<br />
"Kok gitu?"<br />
"Nggak mau terjebak untuk kedua kalinya,"<br />
"Apa hubungannya?"<br />
"Hmm... nggak tahu..."<br />
"Jadi?"<br />
"Kok, jadi?"<br />
"Suka atau enggak?"<br />
"Ya... suka... kan aku udah bilang,"<br />
"Terus?"<br />
"Ya udah,"<br />
"..."<br />
"Aku sadar diri. Dia emang orang yang mudah dicintai dan mencintai. Sesederhana itu. Makanya aku jadi tahu diri,"<br />
"Aku bingung kamu ngomong apa,"<br />
"Sama, sebenernya aku juga bingung daritadi aku ngomong apa. Kita ngomongin apa,"<br />
<br />
<br />
#2<br />
"Aku cari uang yang banyak biar bias makan yang enak-enak terus! Tipikal banget ya, cuman ngurusin perut sendiri!"<br />
"Kalau makanan enak berarti kamu mikirin lidahmu dong,"<br />
"Hehehe... jadi bukan perut ya?"<br />
"Bukan, kamu cuman nggak mau merasakan sesuatu yang buruk. Setelah semuanya buruk, lidahmu jangan,"<br />
"Sah-sah aja berarti kalau aku cari uang banyak biar bias makan enak?"<br />
"Kenapa enggak?"<br />
<br />
<br />
#3<br />
"Aku kangen sama dia,"<br />
"Yaudah ketemu sana,"<br />
"Hmmm... nggak mau, emang aku siapanya dia? Dia siapanya aku?"<br />
"Ah, ribet!"<br />
<br />
<br />
#4<br />
"Kemarin ada orang nawarin aku brosur perumahan,"<br />
"Lalu?"<br />
"Aku mau tinggal di hutan!"<br />
"Ya perumahan yang ditawarin ke kamu itu dulu bekas hutan,"<br />
<br />
<br />
#5<br />
"Dari kemarin lihat berita soal penggusuran teruuuusss.... Aku mau tinggal di laut aja!"<br />
"Jangan di laut, di sana banyak plastik!"<br />
<br />
<br />
#6<br />
"Kamu tahu soal anjing yang mati di luar angkasa?"<br />
"Enggak, emang ada?"<br />
"Ada,"<br />
"Eh, jangan mengada-ada,"<br />
"Sungguhan, ada. Aku nggak bohong! Suer! Namanya Laika,"<br />
"Terus?"<br />
"Aku nggak bisa bayangin rasanya mati sendirian dan jauh dari keramaian. Di tempat yang kamu nggak tahu ujungnya pula, di luar angkasa,"<br />
"Hmm... terus?"<br />
"Namanya mirip aku, ya. Anjingnya juga seorang perempuan,"<br />
"Kamu mau mati di luar angkasa?"<br />
"Kalau bisa,"<br />
"Katanya nggak mau bayangin,"<br />
"Biar bisa bayangin,"<br />
<br />
<br />
#7<br />
"Aku habis baca buku. Dua kalimat terakhir, ngeri!!!"<br />
"Emang gimana?"<br />
"Ia tak tahan kesepian. Ia memilihi kematian,"<br />
"Bukannya mati memang suatu kesepian yang abadi?"<br />
<br />
<br />
#8<br />
"Tiba-tiba aku pengin jadi gurita,"<br />
<br />
<br />
#9<br />
"Kemarin aku pantai. Dan menemukan seekor paus terdampar. Kamu tahu maksudnya?"<br />
"Nggak. Emang kenapa kalau ada paus terdampar? Kebawa arus paling."<br />
"Ada sebagian ikan yang hidupnya melawan arus tahu. Meski badai sekalipun."<br />
"Lalu?"<br />
"Paus itu mau bunuh diri,"<br />
"Yang benar?"<br />
"Iya, paus itu seolah-olah terdampar di daratan, tapi sebenarnya pengin bunuh diri. Dia pengin mati,"<br />
<br />
<br />Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-38826562178751488792017-10-31T07:40:00.000-07:002018-03-10T07:41:57.578-08:00Kebijakan Registrasi Kartu Seluler Ancam Keamanan Data Pribadi<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "calibri";">Mulai 31 Oktober 2017 hingga 28 Februari 2018, pemerintah menetapkan
kebijakan baru untuk melakukan registrasi penggunaan kartu seluler dengan
memberikan NIK dan KK. Meski dianggap menjadi salah satu langkah menekan angka
kriminalitas, kebijakan tersebut tidak terlepas dari berbagai persoalan,
terutama terkait dengan keamanan data pribadi.</span></i></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Data pribadi menjadi persoalan
yang pelik dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Sebab, tidak ada kejelasan
mengenai nasib data pribadi yang akan diberikan pada perusahaan jasa provider.
Hal itu diutarakan oleh Sinta Dewi, Ketua <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Cyber
Law</i>, Fakultas Hukum Unpad dalam diskusi publik bertajuk, “Regulasi Seluler:
Wajib Registrasi, Perlindngan Tak Pasti?”. Selain Sinta, diskusi tersebut juga
menghadirkan Rony Primanto, Kepala Dinas Kominfo DIY dan Heru Tjatur, CTO
Kumparan. Acara yang berlangsung pada Sabtu (28/10), menjadi wadah untuk
membaca ulang kebijakan wajib registrasi menggunakan NIK dan KK, terutama
hak-hak perlindungan masyarakat terhadap data pribadi mereka.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Menurut Rony, penggunaan NIK dan
KK dapat memberikan manfaat untuk pendapatan daerah. “Selama ini, pembelian
kartu seluler tidak pernah memberikan dampak langsung untuk daerah. Berbeda
dengan cukai rokok,” jelasnya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Dalam pelaksanaannya sendiri,
setiap perusahaan penyedia jasa provider akan bekerja sama dengan Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Bentuk kerjasama kedua pihak
ini, menurut Sinta, tidak jelas dan sifatnya rahasia. “Jadi, kita tidak tahu
sejauh mana operatur membuat perjanjian dengan Disdukcapil. Kita juga tidak
tahu, bagaimana nasib data tersebut. Sementara itu, perlindungan terhadap data pribadi
masyarakat tetap harus diutamakan,” jelasnya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Sinta menjelaskan bahwa penggunaan
terhadap data pribadi pengguna kartu seluler menjadi salah satu hal yang
mengkhawatirkan. Sebab, tidak ada penjelasan yang detail terhadap data-data
pribadi yang diserahkan. Apalagi, belum terdapat undang-undang yang resmi untuk
melindungi data-data tersebut, penyalahgunaan dapat terjadi dengan mudah. Salah
satu contoh penyalagunaan data pribadi adalah dengan banyaknya pesan komersial
yang masuk ke nomor pengguna kartu seluler. </span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Idha Saraswati, Manajer Unit
Pengelolaan Informasi Komunitas juga menyampaikan pengalamannya terkait dengan
pesan komersial yang masuk ke nomor pribadinya. Pesan komersial tersebut berisi
anjuran untuk membeli suatu produk tertentu.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Terkait dengan hal tersebut, Heru
menambahkan bahwa pemerintah lebih banyak melindungi industri (perusahaan
provider) daripada masyarakat. Hal tersebut dinilainya dari berbagai kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah, termasuk wajib registrasi kartu prabayar. Ia
melihat, kebijakan tersebut sesungguhnya tidak dibuat untuk melindungi
masyarakat tetapi bisnis telekomunikasi. “Bahkan, ide memberikan NIK dan KK
dalam proses registrasi untuk menimalisasi angka kejahatan sebetulnya tercetus
dari pihak operator,” katanya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Pasalnya, Sinta menjelaskan bahwa
tidak ada relevansi antara proses registrasi dengan menggunakan NIK dan KK
dengan menurunnya angka kejahatan. “Di negara lain, seperti Meksiko, peraturan
tersebut sudah dicabut karena memang tidak signifikan,” jelas Sinta.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "calibri";">Pentingnya UU Perlindungan Data Pribadi</span></b></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Sinta mengungkapkan bahwa
undang-undang perlindungan data pribadi menjadi dasar yang penting dalam
pengelolaan kebijakan registrasi kartu. Ia menekankan bahwa keberadaan UU
tersebut dapat memperjelas bagaimana pengelolaan data pribadi yang seharusnya.
Masyarakat pun memiliki dasar yang kuat untuk melindungi data-data pribadinya. Terkait
hal tersebut, Rony menjelaskan bahwa saat ini perlindungan data pribadi baru
diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) No. 2 Tahun 2016. “Meski begitu, karena
sifatnya belum undang-undang, Permen ini sifatnya masih komitmen,” jelasnya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Nihilnya UU Perlindungan Data
Pribadi, menurut Sinta, dapat menjadi persoalan yang pelik.<span style="margin: 0px;"> </span>Terdapat ketimpangan antara satu perarutan
dengan peraturan yang lain. Masyarakat tidak memiliki pedoman yang tetap dan
kuat untuk melindungi data pribadinya. Sementara itu, kebijakan seperti
registrasi menggunakan NIK dan KK mulai digalakkan sebelum UU tersebut
disahkan. “Jadi, UU Perlindungan Data Pribadi harus segera didorong,” katanya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Pentingnya UU Perlindungan Data
Pribadi juga terkait erat dengan tata kelola penyimpanan data dalam NIK dan KK.
Penggunaan NIK dan KK, menurut Rony, adalah satu-satunya data yang bisa
digunakan untuk melakukan proses registrasi. Meski begitu, penggunaan NIK dan
KK memunculkan persoalan data pribadi yang cukup sensitif karena penyimpanan
datanya bersifat biometrik. “Setiap e-ktp kita terdapat data yang sensitif
tentang tubuh kita. Misalnya saja data mengenai kesepuluh sidik jari dan retina
mata,” jelas Sinta.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Selama ini, tidak ada penjelasan
mengenai data-data tersebut. Bagaimana pengelolaannya dan penyimpannya. Terkait
dengan pentingnya data tersebut, Sinta mengatakan, hal tersebut harus
diperjelas melalui UU Perlindungan Data Pribadi.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Heru juga menambahkan bahwa tidak
ada kejelasan bagaimana data tersebut nanti akan dikelola. Pihak pemerintah
hanya menyatakan bahwa data tersebut aman. “Nah, aman sendiri dinilai seperti
apa? Kita harus tahu data kita disimpan dan digunakan untuk apa saja? Intinya,
perlindungan datanya harus jelas dulu,” papar Heru.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "calibri";">Penggunaan NIK dan KK Tuai Beragam Persoalan</span></b></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Tidak hanya ancaman
penyalahgunaan data pribadi, penggunaan NIK dan KK juga menuai berbagai
persoalan lainnya. Salah satunya adalah nasib kelompok masyarakat terpinggirkan
yang tidak memiliki NIK dan KK seperti masyarakat adat, waria, dan anak-anak
difabel yang disembunyikan oleh keluarganya. Hal tersebut menjadi keresahan
Ning Fero, salah seorang peserta diskusi yang merupakan pendamping kelompok
masyarakat yang tidak memiliki KK dan NIK. “Kalau tidak memiliki NIK dan KK,
apakah hak-hak kelompok masyarakat ini dalam berkomunikasi dicabut begitu
saja?” tanyanya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Ning mengkhawatirkan bahwa
kebijakan tersebut semakin meminggirkan kaum marjinal dan membatasi akses
komunikasi mereka. Menanggapi hal tersebut, Rony menjelaskan bahwa setiap NIK
maupun KK dapat digunakan untuk beberapa nomor sekaligus. Namun, bukannya
menyelesaikan persoalan bagi pengguna yang tak memiliki NIK dan KK, hal
tersebut kembali menimbulkan masalah lain. Salah satunya penyalahgunaan NIK dan
KK oleh oknum tidak bertanggung jawab.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Hal tersebut diungkapkan oleh
Anggoro, Pegiat Sistem Informasi Desa (SID) dari Bappeda Gunungkidul. Terkait
dengan penyertaan fotokopi KK dan NIK dalam proses registrasi, ia
mempertanyakan data tersebut. “Kalau lembar fotokopiannya tidak dihancurkan,
bisa saja datanya diambil orang lain dan disalahgunakan,” jelasnya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Adapun, Rony menjelaskan bahwa
Kominfo di daerah hanya pada ranah pengawasan. Jika terdapat permasalahan di
lapangan, Kominfo hanya melaporkan saja. “Kami tidak punya hak untuk menindak.
Hal ini pun masih dalam proses diskusi dengan Kominfo pusat,” jelasnya. </span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Heru menilai, kebijakan ini juga
harus dibarengi dengan pemberdayaan konsumen oleh swasta. Selain itu, ia
menekankan bahwa pemerintah seharusnya membuat peraturan dengan pertimbangan
yang matang. “Pasalnya, pemerintah mengerluarkan kebijakan tersebut tanpa
peraturan mengenai kebijakan itu,” katanya.</span><span style="font-family: "times new roman" , serif; margin: 0px;"> </span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "calibri";">Masyarakat Diwajibkan Memiliki Kontrol atas Data Pribadinya</span></b></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Selain memperjelas kebijakan
mengenai proses registrasi menggunakan NIK dan KK, Sinta juga menekankan bahwa
masyarakat harus memiliki kontrol atas data pribadinya. Selama ini, banyak yang
belum menyadari sepenuhnya mengenai pentingnya melindungi data pribadi. Bahkan,
masyarakat cenderung sukarela membeberkan data pribadinya lewat media sosial.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">“Kita malah mengumbar informasi
itu di media sosial. Oleh karena itu, kita sendiri juga harus mengendalikan
privasi kita,” jelas Sinta. Adapun, dalam menghadapi arus perkembangan
teknologi, masyarakat Indonesia dinilai Sinta tergolong unik. “Budaya
masyarakat kita ini sedikit gagap teknologi, ya. Hal ini bisa menjadi salah
satu penelitian juga untuk meliterasi masyarakat,” paparnya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 10.66px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Di era digital ini, Heru juga
menambahkan pentingnya literasi pada masyarakat untuk terus berhati-hati. Ia
menilai, bahwa Indonesia memang mengalami lompatan perkembangan teknologi yang
signifikan. Saat ini pun, 70% masyarakat Indonesia sudah menggunakan telepon
seluler tanpa mengalami perkembangan teknologi telekomunikasi yang sebelumnya.</span></div>
<b></b><i></i><u></u><sub></sub><sup></sup><strike></strike><span style="font-family: "calibri";"></span>Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-58524201035844885772017-06-28T07:28:00.000-07:002017-06-28T07:28:12.632-07:00Tentang Manusia dan Kemanusiaan Bagian 1
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: Calibri;">“Mbak, jangan kaya orang bego ya
kalau di Jakarta. Pokoknya hati-hati. Jangan percaya siapapun. Selalu waspada,”</span></i></b></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Hampir semua sopir gojek yang
mengantar saya ke stasiun atau bandara mengatakan hal demikian sewaktu tahu
saya mau ke Jakarta. Lugas sekali ngomongnya. Bahkan terkesan agak
terburu-buru. Seolah-olah saya harus segera tahu dan membuat banyak siasat yang
jitu untuk mengatasi semua ketakutan-ketakutan dan ancaman-ancaman mengerikan
setiba di Jakarta.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Kadang-kadang, saya jadi
berpikir, apa yang perlu ditakuti dari Jakarta? Mengapa setiap kali kaki saya
melangkah menuju ke sana, orang-orang selalu menasihati dengan nada setengah
takut dan was-was. Kalau harus memilih, saya jauh lebih takut dengan selokannya
yang berwarna hijau, sampah-sampah yang berserakan, air yang katanya bersih
tapi cuman oplosan kaporit, kemacetan, dan kegaduhan-kegaduhan lain yang awet
dalam hiruk-pikuk.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Tetapi, dibandingkan ketakutan
setengah mati akibat air kotor dan sanitasi yang mengerikan, para sopir gojek
itu kembali mengingatkan kepada saya, “Jangan percaya siapapun. Jangan percaya
siapapun,”</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Mengapa saya tak boleh percaya
pada siapapun? Mengapa saya harus percaya pada manusia?</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Pertanyaan ini berputar-putar di
kepala. Seperti puluhan burung yang terbang mengitari gedung kosong di senja
hari. Tak berhenti dan mencicit terus-menerus dengan begitu keras.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Pada satu sisi, saya menemukan
kemanusiaan, di sisi lain, saya kehilangan hal itu. Saya mendapatkan sekaligus
kehilangan semua hal tentang kemanusiaan dalam satu waktu. Satu waktu yang
padat dan sekejap. </span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Mengapa, toh, saya mesti takut
pada manusia-manusia yang sama-sama berkeliaran dalam kepadatan kepala? Mengapa
saya berhati-hati pada manusia yang lainnya? Mengapa saya tak boleh mempercayai
satu pun.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Lalu, saya berpikir,
jangan-jangan kemanusiaan tidak selalu hal-hal rumit tentang kebaikan. Dia
hal-hal sederhana tentang baik dan buruk. </span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Ini membuat saya selalu
mempertanyakan kembali apa itu kemanusiaan. Apakah betul kemanusiaan adalah
konsep yang agung, sisi kebaikan yang adiluhung dari manusia? Apakah jika kita
melantunkan kemanusiaan di jalan-jalan yang mulai banyak berserakan
mayat-mayat, kita telah berjuang demi manusia? Banyak sekali pertanyaan di
kepala saya – tentang apa itu kemanusiaan. Apakah kemanusiaan – selalu, selalu,
dan selalu tentang semua sisi baik manusia – ataukah kemanusian adalah konsep
yang menyeluruh tentang manusia – semuanya – semua sifat-sifatnya yang tak
pernah bisa kita prediksi. Sisi baik dan buruk. Mulia dan jahat. Sopan dan
urakan. Rapi atau serampangan. Apakah kemanusiaan hanya meliputi yang baik atau
mencakup semuanya?</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Dulu, sewaktu melakukan
pengabdian kampus di daerah Jawa Barat, saya berjalan sendiri berkilo-kilometer
jauhnya untuk mengambil gambar dan video. Seseorang pernah bertanya pada saya
kenapa saya tidak takut? Rasanya, mengeksplorasi dunia bagi saya adalah perihal
menemukan orang-orang baik – yang terbukti – pada waktu itu—bertebaran di
mana-mana. Saya katakan padanya, bahwa hal-hal seperti itu untuk melegakan hati
saya bahwa kasih itu ada di mana pun. Meski kita sendirian. Tanpa seorang pun.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Tapi di Jakarta, dan mitos-mitos
yang menghidupinya dari waktu ke waktu selalu menjadi suram. Membuyarkan semua
konsep kemanusiaan yang agaknya selalu terdengar baik. Dan kemudian, apakah
kemanusiaan memang sesuatu yang sungguh-sungguh baik sementara manusia tercipta
dari dua hal, baik dan buruk? Manusia tak sepenuhnya baik dan tak sepenuhnya
buruk. Lalu, mengapa harus kita namai konsep yang mengagungkan kemuliaan, hati
nurani, dan kasih yang universal dengan istilah kemanusiaan? Coba, mulai
tanyakan pada diri kita sendiri, apakah kita benar-benar baik dan punya rasa
kemanusiaan.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Ingatkan saya tentang keturunan pertama
Adam yang sudah tahu bagaimana caranya membunuh saudara sendiri. Kadang-kadang,
memahami kemanusiaan memang sulit sekali. Dia hakikat yang cukup seru soal
bertahan hidup. Dan kita tak pernah tahu – ide-ide gila seperti apa yang
tercetus secara mendadak tentang bertahan hidup. Tentu saja, hidup seperti apa
yang mereka konsepkan, kita tak pernah tahu. Entah hidup sederhana atau hidup
sejadi-jadinya, semenjadinya, menjadi-jadi.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Saya memikirkan nasihat sopir
gojek itu di sepanjang perjalanan, di beribu-ribu kaki di atas permukaan laut
atau di atas derit rel yang kokoh.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Saya mendapat nasihat dari
manusia untuk manusia – untuk menghindari manusia yang lain. Ya, kita manusia?</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: Calibri;">Kita menyebut manusia yang memperkosa anaknya sendiri sebagai hewan</span></i></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: Calibri;">Kita menyebut seseorang yang membunuh saudaranya sendiri sebagai iblis</span></i></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Padahal iblis tak pernah membunuh
siapapun.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Siapa yang dibunuh oleh Iblis?</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Iblis tak pernah saudaranya
sendiri. Iblis juga tak pernah membunuh massal kaumnya. Manusia yang begitu.
Merekalah yang seperti itu. Tapi, mereka menyalahkan iblis. </span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Mengapa kita harus menyebut
hal-hal yang jahat dengan penyebutan lain tanpa melibatkan diri kita sendiri?
Melibatkan manusia?</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Lama-lama, kita mungkin akan
mempercayai, bahwa selain kita memang terbagi antara baik dan buruk, kita
selalu menyalahkan pihak lain atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
manusia. Kita selalu menyucikan diri atas tindakan-tindakan buruk yang
dilakukan oleh manusia. Bukan hewan, bukan pula iblis.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Manusia, ya manusia. Kita
manusia.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Sebentar, kita manusia?</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Ya, kita manusia.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: Calibri;">Dengan seluruh baik-buruknya. Kita bukan makhluk satu dimensi. Bukan
gambar kartun. Kita makhluk tiga dimensi, yang punya banyak sisi. </span></b></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Lalu, saya sedang bingung. Galau
setengah mati. Dulu, waktu seseorang tanya kepada saya mau jadi apa? Saya bilang
padanya, saya pengin jadi manusia. Sepenuhnya manusia. Kini saya ragu harus
menjawab seperti apa.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Lain waktu, kalau ada yang
bertanya lagi, saya akan jawab: </span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: Calibri;">“Mau
jadi orang kaya,”</span></b></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Ngomong-ngomong, mukaku kaya
orang bego, </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: Calibri;">po?</span></i></div>
<b></b><i></i><u></u><sub></sub><sup></sup><strike></strike>Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-57725427360617973122017-06-25T18:25:00.001-07:002017-06-25T18:25:54.193-07:00Pertanyaan tentang Menikah
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Kalau panjenengan mau menikah
kapan? Masih lama atau sebentar lagi?”</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Sinten?” gagapku bertanya. </span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Nggih panjenengan,”</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Oh, masih lama, hehehe,” jawabku
sambil tertawa. Meski kedengaran berbeda. Tidak loss, tidak jujur, dan seperti
dipaksakan.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">***</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Sejujurnya, saya selalu merasa
geli ketika ditanyai perihal menikah. Rasa-rasanya saya belum cocok mendapatkan
pertanyaan seperti itu. Rasa-rasanya saya belum pantas. Meskipun, secara usia,
saya sudah legal untuk melangsungkan pernikahan. Teman-teman seusia saya,
bahkan yang lebih muda saja sudah mendului menikah. Beberapa yang lain sudah
punya momongan. Sayangnya, buat saya pernikahan itu perjalanan yang panjang.
Bagi saya, menikah adalah sebuah keputusan terbesar untuk menjadi dewasa. Kalau
tak salah ingat, dosen saya yang pernah bilang bahwa menikah adalah perkara
menjadi dewasa. Orang-orang yang memutuskan menikah adalah mereka yang (berani) memutus
masa “kanak-kanaknya”, memasuki satu fase yang dewasa, mendewasakan,
menyenangkan, sekaligus mengerikan di sisi yang lain. Yang direstui Tuhan untuk
bisa menikah lebih muda mungkin telah memahami bagaimana bersikap dewasa di
hadapan orang lain. Dan buat saya, secara personal, tanpa melibatkan individu
dan kolektif mana pun, meyakini bahwa saya belum cukup dewasa menghadapi
gagasan-gagasan orang lain.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Bagi saya, relasi pernikahan
adalah perkara negosiasi, kompromi, dan diskusi. Kesepakatan-kesepakatan yang
muncul tidak terjadi secara sepihak maupun diputuskan secara otoritarian.
Sayangnya, banyak relasi pernikahan yang mewujud menjadi dominasi pihak
laki-laki atau perempuan maupun sebaliknya, kepatuhan hakiki dari salah satu
pihak. Jika hal ini terjadi, tentu pernikahan adalah kerangkeng, pasung,
sekaligus penjara baru bagi yang menjalankannya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Menurut saya, kita tetap harus memiliki
diri kita masing-masing. Setelah menikah, meski kita telah menjadi bagian dari
hidup orang lain dan begitupun sebaliknya, seharusnya tidak ada klaim
kepemilikan dari salah satu pihak seolah-olah kita adalah barang yang bisa
dipergunakan. Juga, tak ada klaim saling memiliki sehingga hasrat menjajah
muncul sewaktu-waktu. Pada dasarnya, bagi saya, pernikahan tidak pernah
menunjukkan milik siapa kita dan siapa milik kita. Sebab, sungguh, kita tak
pernah benar-benar memiliki sesuatu dan tak pernah menjadi milik siapapun kecuali Tuhan. Begitu pula pasangan masing-masing. Kita
tak pernah memilikinya. Tak pernah benar-benar memiliki sampai memiliki hak
untuk mengatur-atur, berbuat semena-mena, tanpa memanusiakan pasangan sendiri.
Menikah juga perkara menjadi manusia. Karena memanusiakan pasangan sendiri adalah
ujian terberat dibandingkan memanusiakan tetangga-tetangga, rekan-rekan kerja,
maupun sederet pengemis yang meminta uang di jalan. Yang perlu diingat adalah
bagaimana kita mengikat janji dan berkomitmen. Pernikahan tetap mewujud menjadi
suatu hal yang sakral tetapi sebisa mungkin menjauhkan diri dari pengistilahan saling
memiliki sehingga saling menyakiti menjadi suatu hal yang lazim – atau
dilazimkan atas dasar kepemilikan. Bagaimana pun, kita tetap individu yang
berdiri sendiri. Memiliki kesadaran kita masing-masing. Berhak atas gagasan
yang kita punyai. Dan juga, bebas untuk berpikir.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Bagi saya, pernikahan bukan
perkara mudah. Bukan hanya persoalan jodoh yang belum datang. Lebih dari itu,
menuntaskan urusan pribadi bukan sesuatu yang mudah. Hal ini berbeda dengan
“ingin bersenang-senang dulu sebelum menikah,”. Seolah-olah menikah bukan
sesuatu yang menyenangkan dan terlampau mengerikan sehingga tak terbayang dalam
pikiran. Seolah-olah menikah adalah bentuk kesusahan. Pernyataan seperti ini
juga cenderung egois. Karena yang kita tahu hanya bagaimana membuat diri kita
senang. Padahal, di lain pihak, ada bagian dari diri kita yang menjadi porsi
bagi orang lain. Jadi, ketika ditanya mengapa tak kunjung menikah, saya tak
akan menjawab ingin bersenang-senang dulu. Tetapi saya ingin menyelesaikan
semua perkara individu yang sepertinya tak akan bisa selesai jika dijeda oleh
pernikahan. Saya ingin menuntaskan semua masalah pribadi saya. Semua perkara
dalam pikiran yang tak </span><span style="margin: 0px;"><span style="font-family: Calibri;"> </span></span><span style="font-family: Calibri;">terkendali.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: Calibri;">Suatu saat, jika semua telah
selesai, saya akan mencoba mencari perkara yang lain, membikin masalah baru,
tentu bersama orang yang tepat. Sampai mati.</span></i></b></div>
<b></b><i></i><u></u><sub></sub><sup></sup><strike></strike>Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-40187459280952426602017-03-26T03:47:00.004-07:002017-03-26T03:47:59.422-07:00Petani yang Lugu
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px;">
<span style="font-family: Calibri;"><br style="mso-special-character: line-break;" /></span>
<br style="mso-special-character: line-break;" />
</div>
<span style="font-family: Calibri;">Sebab mereka adalah petani, mana
mungkin punya ide sebrilian menyemen kaki. Pasti ada orang lain di balik itu
semua. Pasti ada ada aktor berkepentingan lain. Pasti mereka dimanfaatkan.
Pasti begini. Dan pasti begitu. Lalu, bagaimana pula caramu memastikan semua
kemungkinan-kemungkinan yang jelas-jelas adalah ‘mungkin’.</span><br />
<span style="font-family: Calibri;"><br /></span>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Saya selalu tidak setuju ketika aksi
rakyat selalu dipelintir. Terlepas memang dipolitisasi atau tidak, apa yang
dilakukan oleh para petani Kendeng pastilah bukan sekadar ide-idean yang keluar
dari mulut orang lain. Apalagi, dengan menyebut bahwa mereka adalah
petani-petani yang lugu – yang cuman ngerti bagaimana mencangkul tanah,
menggemburkan tanah, mengairi sawah, menyambung saluran irigasi, memanen padi,
dan lain sebagainya. Ide nyemen kaki itu sangat mengawang dan jauh dari
identitas mereka sebagai petani. Kalau mau menggunakan bahasa yang jahat
sekalian, petani-petani itu terlalu polos untuk tahu bagaimana caranya
menyuarakan aspirasi. Kalau mau lebih jahat lagi, sebut saja bahwa
petani-petani itu goblok. Mana mungkin ngerti soal ide semen kaki. Bahkan,
pikir (orang-orang itu) nya, para petani itu tidak mungkin sampai kepikiran
untuk menyemen kaki.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Alasannya, sudah jelas.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Soalnya mereka petani.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Orang-orang lugu yang tinggal di
desa.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Mereka nggak ngerti bagaimana
berkompetisi dengan orang lain. Mereka cuman tinggal di desa yang tak
menyediakan perguruan-perguruan tinggi. Mereka Cuma lulusan seragam merah
putih. Di desa ada apa sih? Akses Pendidikan susah. Akses informasi susah.
Akses transportasi susah. Semua akses susah. Sinyal internet kadang ada, kadang
tidak ada. Sehari-hari, mereka jauh dari perbincangan-perbincangan berat –
berat soal politik, budaya, sosial, sains, teknologi dan lain sebagainya.
Boro-boro ngomongin itu, mereka cuman ngerti kapan padi mereka panen atau harus
gigit jari karena diserang hama wereng. Mereka cuman tahu nyangkul. Mereka
cuman ngerti menanam padi.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Saking lugunya mereka.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Mereka tak akan pernah sampai
hati buat menyemen kaki mereka.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Saya pikir, ini adalah bentuk
pelecehan kecerdasan generik yang paling total terhadap suatu kaum. Sederhanya
begini, kita menganggap bahwa ide menyemen kaki itu adalah ide yang brilian.
Ide yang cerdas – yang tak mungkin digapai oleh rakyat kecil – orang miskin tak
akan tahu hal seperti ini. Apalagi mereka dari desa! Ya Tuhan, mereka dari
desal ho. Di Desa itu, ada apa sih? </span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Lalu, kecerdasan akan suatu hal,
kemampuan dalam berpikir terhadap sesuatu, tingkat pengetahuan seseorang selalu
dan akan selalu direlasikan dan dikorelasikan dengan identitas seseorang.
Identitas yang akan dibahas di sini adalah petani. Itu lho, yang selalu
ditampilkan dalam buku cerita-cerita anak dan buku-buku paket SD. Mereka yang
menanam padi dan menggembala sapi. Tidak kurang dan tidak lebih. Kehidupan
mereka monoton. Pagi ke sawah. Sore pulang ke rumah. Malamnya disambi nonton TV
sambil mengarungi hasil tani. </span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Kehidupan orang-orang dengan
identitas seperti itu – tentu saja tidak akan mengerti politik. Mereka juga
tidak akan sadar jika kisah hidupnya tengah dipolitisasi. Pokoknya dan
pokoknya, mereka itu cuman orang-orang lugu – yang dibodoh-bodohi. Sehingga
kita semua di sini harus tahu bahwa mereka dibodohi karena lugu dan harus
mengasihani.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Begini ya begini. Orang-orang
yang bilang bahwa para petani itu lugu dan Cuma diperalat mungkin lulusan S2 di
luar negeri. Bahkan sudah professor. Pokoknya, kalau kita lihat CV-nya,
sekolah-sekolahnya bagus. Nggak mungkin dia Cuman lulusan SD. Pastilah dia
bekerja di tempat yang bagus pula – yang menuntutnya untuk terus mengembangkan
wawasan. Tidak seperti petani yang cuman bisa tahu bahwa hama wereng dan tikus
sangat menganggu hasil pertanian mereka. Begini ya begini, tingkat Pendidikan
seseorang – yang kemudian memiliki relasi terhadap identitasnya di kemudian
hari mungkin bisa menunjukkan sekaligus menandakan bahwa dia orang cerdas.
Orang yang lulusan S3 di luar negeri dibandingkan petani yang Cuma tahu nyawah
jelas hal yang berbeda. Tetapi, tingkat Pendidikan yang tinggi tidak lantas
menentukan hati nurani siapa yang paling baik.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Dan yang terpenting adalah,
sepintar apa seseorang sampai dengan sukacita menganggap orang lain lugu (kalau
kita nggak mau pake kata ‘goblok’). Jelas sudah, ketika seseorang dengan sikap
angkuh dan jumawanya mengatakan bahwa para petani itu lugu, dia telah
menciderai kecerdasan seseorang hanya berdasarkan tingkat Pendidikan dan
identitas yang dimilikinya. Identitasnya ya jelas to, seorang petani. Petani
itu bisa apa dibandingkan orang-orang yang mengenyam Pendidikan sampai bolak-balik
ke luar negeri- Indonesia pakai pesawat Garuda? Sekarang begini, deh, daripada
terus berputar-putar, atas dasar apa, siapapun Anda, mengatakan bahwa para
petani-petani Kendeng yang menyemen kakinya itu kepalang lugu sampai ngotot
bahwa mereka itu cuman diperalat oleh LSM yang mengatasnamakan rakyat kecil?</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Pertanyaannya sesederhana itu,
atas dasar apa para petani dibilang lugu?</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Atas dasar apa?</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Yang jelas, dari semua
ujaran-ujaran di limasa sosial media yang saya baca belakangan ini, dasarnya
jelas seperti asumsi-asumsi saya yang sudah saya jelaskan di atas. Karena
mereka seorang petani. Mereka tak lebih dari orang-orang yang cuman tahu padi,
irigasi, sawah, kerbau, dan semua hal yang tidak terdengar intelektual.
Sampai-sampai, banyak orang menghakimi bahwa mereka kepalang lugu. Terlampau
lugu. Dan seluruh tindakan yang dilakukan oleh mereka tidak lebih dari
didoktrin oleh orang lain. Semua hal yang mereka perjuangkan sampai napas
tersengal-sengal tidak lebih dari disuruh orang lain.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Jadi, sekali lagi, saya mau
tanya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Atas dasar apa sih, mereka
dibilang lugu?</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Beneran ya, karena mereka cuman
seorang petani?</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Kalau iya, saya sedang jadi
menimbang banyak hal. Untuk apa ya saya sekolah tinggi-tinggi dan melepaskan
hati nurani – menggantinya dengan atribut-atribut yang menghilangkan rasa
kemanusiaan. Jiwa tertinggi dari seorang manusia.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Ya, untuk apa ya?</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Ah, mungkin, orang-orang yang
bilang bahwa para petani itu lugu, nggak pernah sama sekali srawung sama para
petani. Ngobrol sama mereka. Bicara soal pemilihan lurah. Dan lain sebagainya.
Sebab, identitas mereka adalah petani – dengan serta merta orang-orang itu
menghakimi, “wong mereka nggak tahu apa-apa kok,”</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Saya tetap kepingin tanya:</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Atas dasar apa kalian bilang
bahwa para petani itu lugu?”</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px;">
<span style="font-family: Calibri;">Di sini saya konkrit kepengin bilang: (siapapun) Anda telah
menciderai kecerdasan para petani itu hanya karena mereka seorang petani! Atas
dasar itulah – atas dasar justifikasi indetitas itulah – Anda bisa ngomong
mereka lugu. Yang dilihat ya cuman sebatas permukaan. Pernah, sekali dua kali
ngobrol sama mereka? Jelaslah, orang-orang mengatakan yang lain begini dan
begitu atas dasar identitas yang mereka miliki. Sekarang saya punya dua
pertanyaan lagi.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px;">
<span style="font-family: Calibri;">“Lalu kenapa to kalau itu mereka itu petani sehingga tak
mungkin punya ide brilian menyemen kaki?”</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px;">
<span style="font-family: Calibri;">“Lalu, apakah karena mereka seorang petani, anda bisa dengan
mudah menjustifikasi bahwa mereka itu lugu,”</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px;">
<span style="font-family: Calibri;">Ngomong-ngomong, dua pertanyaan pertama saya butuh jawaban
yang panjang. Pertanyaan terakhir cuman pertanyaan tertutup. Anda cuman perlu
bilang ya atau tidak. Jika tidak, saya tahu bahwa anda tepat dalam meletakkan
rasio dan rasa. Jika ya, tolong belajar baik-baik (lagi), ya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px;">
<br /></div>
<b></b><i></i><u></u><sub></sub><sup></sup><strike></strike>Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-82811654112764248392017-03-06T01:05:00.001-08:002017-03-06T01:05:02.671-08:00Kehilangan dan Menghilang
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Dulu, sewaktu sepupu jauh saya yang masih berusia delapan
meninggal, teman-teman seusianya berdatangan untuk melayat. Mereka berdiri di
luar rumah sembari menangis dan mengantarkan jenazah sepupu saya hingga ke
liang lahat. Saya, yang waktu itu masih remaja, tidak mengerti mengapa mereka
menangis. Apakah mereka telah memahami dengan benar apa arti kehilangan? Apakah
mereka memahami bagaimana rasa sakit atas kehilangan itu bermula? Atau mereka
memahami kehilangan itu sama seperti ketika mereka kehilangan pensil kesayangan
mereka atau bola sepak mereka? Yang jelas, saya mulai memahaminya ketika salah
satu dari menyeletuk sembari menangis keras ketika jenazah sepupu saya mulai
ditimbun tanah. Ia bilang ia tak akan pernah bertemu dengan sepupu saya lagi.
Ia bilang, dalam waktu setahun sampai menjadi bertahun-tahun, hingga selamanya,
ia tak akan pernah lagi bertemu dengan sepupu saya. Selama-lamanya, ketika ia
mengetuk pintu rumahnya, tidak aka nada lagi yang membukakan pintu dan mengajak
bermain. Lalu, ia menangis karena kehilangan teman bermainnya. Dan entah sampai
kapan ia akan merasa kehilangan. Dan entah bagaimana ia menafisrkan kehilangan
itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Pada hari itu pula, sejak terlahir ke dunia ini, itulah awal
di mana kita semua telah belajar memahami rasa sakit atas kehilangan.
Bagaimanapun, semua orang, sejak awal kelahirannya telah belajar sedikit demi
sedikit tentang kehilangan-kehilangan yang ditimpakan kepadanya. Sekecil
apapun. Sebesar apapun. Meski kita tak benar-benar tahu kemana segala sesuatu
yang hilang itu pergi. Kita semua tahu, segala sesuatu yang hilang itu, tak
akan pernah kembali. Selama-lamanya. Hingga kita menyadari – bahwa dunia tidak
hanya sekadar kompilasi kehilangan yang tak berujung. Ia adalah bentuk yang
paling tidak abadi. Lalu, setelah itu, bukankah kita tinggal menikmati
kehilangan-kehilangan itu satu persatu – sampai pada batas yang paling wajar,
kitalah yang tenggelam dalam kehilangan? Hingga orang-orang mencari dan
kemudian memutuskan untuk menyerah.</span></div>
<b></b><i></i><u></u><sub></sub><sup></sup><strike></strike>Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-74489058682716244162017-01-19T07:46:00.002-08:002017-01-19T07:46:33.387-08:00Johana
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;"><br /></span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Muka gadis itu bulat dengan poni
rata menutupi dahinya. Rambutnya lurus, hitam, dan dipotong sebahu. Meski
matanya sipit, manik matanya kelihatan bulat dan bercahaya. Gadis cilik itu
memang keturunan Cina. Tetangga – baru yang belakangan ini aku kenal. Usianya sembilan
tahun dan mencintai skuternya. Dia sering berlalu lalang di depan rumah dengan
skuternya. Setiap aku panggil, dia cuman tersenyum dan tetap asyik mengendarai
skuter kesayangannya. Aku biasa memanggilnya Jo. Nama panjangnya Johana. Pertama
kali berkenalan, aku pikir gadis cilik itu akan sangat pendiam. Tapi ternyata
tidak, ia mirip ibunya – yang suka sekali menceritakan banyak hal. Sama seperti
ketika kami duduk berdua sembari menikmati malam yang dingin karena hujan turun
dengan sangat deras.</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Aku hanya bertanya, “Jo… Johana…
Kalau kakak manggil Johana kok kepanjangan ya. Teman-teman kamu biasanya
manggil apa?”</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Sebelum menjawab – Jo selalu tersenyum
lucu sembari memperlihatkan lesung pipinya. Matanya ikut tersenyum. Melengkung
ke atas. Meski manik matanya yang hitam itu tetap terlihat bulat dan berbinar. “Aku
biasa dipanggil Jo,” jelasnya. “Tapi tapi tapi… kalau sahabat sejatiku manggil
Aku Jorif,”</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Jorif? Darimana?” aku bertanya
penasaran. Ia tersenyum lagi. Betapa mudahnya. Betapa mudahnya ia mengulas
senyum berkali-kali.</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Itu singkatan nama panjangku.
Sahabat sejatiku yang membuatnya,” jelasnya – masih memberikan penekanan dengan
istilah ‘sahabat sejati’. Yang kadang membuatku geli sekaligus tersenyum-senyum
sendiri. “Lalu…” ah, bocah ini belum selesai bicara. “Aku manggil dia Anput.
Nama aslinya Angki. Aku juga bikin singkatan dari nama panjangnya,” dia
tertawa. Matanya menerawang ke atas. Sembari mengingat-ingat sahabat sejatinya.
Seolah-olah senang sekali. Begitu bahagia. Dan sebagai orang dewasa – yang tak
dewasa-dewasa amat – yang tak terlalu matang juga, aku tak pernah bisa memahami
apa yang begitu membahagiakan bagi Jo – tentang ia dan sahabat (sejatin) nya
yang membikin nama panggilan khusus satu sama lain.</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Aku ikut tertawa. Mesti terdengar
begitu wagu. Tetapi aku benar-benar berusaha ikut tertawa setulus mungkin. Meski
ternyata aku tak bisa melakukannya.</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Kalian berteman sejak dulu?”</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Jo mengangguk – ceria.</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Dari playgroup,” </span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Wah, lama ya…! Jo sering main
dengan Angki?”</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Ia mengangguk lagi. Masih ceria.</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Aku biasanya main sama Angki di
depan rumah. Dia kan punya sepeda. Aku punya skuter. Kadang kita tuker-tukeran,”</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Waah! Keren. Lalu biasanya main
apalagi?” sungguh. Aku merasa begitu manipulatif saat mengatakan ini. Aku merasa
menipu diri sendiri. Seolah-olah aku benar-benar tertarik dengan cerita Jo. Aku
hanya simpatik dengan Jo karena dia duduk sendirian sambal menanti ibunya yang
sedang mengurus makanan untuk tamu. Ternyata, aku nggak bisa nyambung-nyambung
banget sama Jo. Meski aku masih berusaha. Dan meski aku merasa sangat manipulatif
di depan seorang anak kecil.</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Kita paling suka main
detektif-detektifan,” aku melihat mata Jo berbinar senang. Terpancar
kebahagiaan dari sana.</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Detektif? Gimana tuh mainnya?”
kali ini aku benar-benar antusias. Aku tidak berbohong. Ucapan Jo memancing
rasa penasaranku.</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Kalau ada orang lewat…” aku
menatap mata bulatnya yang berbinar. “Kita sembunyi!” soraknya senang.</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Sementara aku terdiam. Dan suara
tawa Jo terbahak begitu membahana. “He-he-he,”</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Oh…” aku bergerak canggung. Menggaruk
leher yang tidak gatal. “Sembunyi ya Jo… he-he-he…”</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Iyaaaaaaaa!!!!!!”</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Aku ingin ikut bersorak
mendengarnya. Tapi aku tidak bisa. Apa yang menyenangkan dari bersembunyi dari
orang yang lewat?</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Terus selain sembunyi dari
orang, ngapain lagi?”</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“Kalau orangnya mendekat… kita
lari!!! He-he-he…”</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">“He-he-he…”</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Suasana makin canggung. Aku tak tahu
harus ngomong apa. Jo kelihatan bahagia. Begitu senangnya dengan permainan
detektif-detektifannya. Kelihatan begitu bahagia. Sangat bahagia. Meski aku tak
bisa memahami apa yang membuatnya benar-benar bahagia. Apakah yang
membahagiakan dan memabukkannya dalam kesenangan ketika kita bersembunyi dari
orang lain dan lari ketika didekati? Bagi Jo, itu adalah permainannya. Ia
seorang detektif.</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Tapi bagiku?</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Hm. Jo. Johana. Apa harus aku
panggil Jorif? Tapi itu panggilan khusus dari sahabat sejatimu. Kira-kira Anput
bakal melarang nggak ya? </span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Jo. Johana.</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Aku juga ingin bersembunyi Jo.
Juga ingin lari. Lari dari semua ini.</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;"> ***</span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Kemarin malam dan pertemuan
dengan Jo tatkala ngurusin PKK bersama</span><span style="margin: 0px;"><span style="font-family: Calibri;">
</span></span><span style="font-family: Calibri;">Ibuk di lingkungan yang baru – yang cukup asing.</span></div>
Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-31230584712919434792017-01-18T02:35:00.000-08:002017-01-18T02:35:12.494-08:00Orang Kafir itu (Tidak) Jahat
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Hendaknya kita
perlu berefleksi – kembali pada titah bahasa mengenai kafir itu sendiri. Sadar
atau tidak, kita terjebak pada stigma bahwa istilah “kafir” adalah makna
umpatan. Persis seperti kata bangsat yang akhir-akhir lebih banyak berseliweran
di lini masa sosial media daripada di udara. Padahal, kafir adalah kafir. Ia
menejermahkan orang-orang yang tidak mengamini Allah SWT dan Nabi Muhammad.
Jadi, sebetulnya, tidak salah jika saya mengatakan bahwa orang budha dan hindu
itu kafir. Sebab mereka tidak mengimani Allah dan juga Kanjeng Nabi. Namun,
kita selalu menganggap bahwa kafir adalah kata yang begitu kasar. Padahal kafir
adalah istilah dari sebuah agama yang tujuannya sama sekali tidak untuk
menyudutkan apalagi menghina mereka yang tidak mengimani Allah. Perwujudan
artikulasi mengenai kafir adalah untuk membedakan mana kelompok yang Islam dan
mana yang tidak mengimani Allah SWT.</span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Beriman dalam
Islam adalah sebuah proses dan perwujudan yang panjang. Kita tidak bisa
seenaknya mengatakan orang lain kafir tanpa basis yang jelas. Tetapi, kita juga
tak perlu sensi-sensi amat dengan istilah itu. Seolah-olah kata kafir begitu
haram untuk diucapkan. Jika berdasarkan asas Islam, ya mau tidak mau, kita
tetap harus mengamini bahwa orang kafir itu memang ada.</span><span style="margin: 0px;"><span style="font-family: Calibri;"> </span></span><span style="font-family: Calibri;">Itu satu hal pertama. Di mana kita harusnya
kembali pada titah bahasa yang sejelas-jelasnya. Bukan malah memaknai kafir
sebagai kata umpatan laiknya bajingan. Orang-orang yang bukan Islam itu seharusnya
tidak perlu marah jika dibilang kafir – karena secara bahasa, memang begitulah
mereka. Dan istilah kafir sama sekali tidak diperuntukkan untuk menghina.
Bahasa (juga) ada untuk melabeli. Memberikan makna. Menerjemahkan serta
menginterpretasi. Tidak hanya sebagai perwujudan hujatan dan hinaan – seperti
yang akhir-akhir ini kita pahami mengenai kekafiran.</span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Namun begitu,
hal kedua yang mesti kita sadari adalah kafir tidak selalu adalah hal yang
buruk. Jika kita sudah kembali ke makna bahasa, maka tak perlu lagi merisaukan
apakah kafir itu buruk atau baik. Kalau dalam Islam, kafir jelas hal yang
buruk. Karena ia merobohkan basis agama yang paling fundamental dalam Islam, yaitu mengimani Allah dan memasrahkan semua hal kepada-Nya.</span></div>
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;"><br /></span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Namun, apakah
orang kafir itu pasti jahat?</span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Pertama, setelah
mengetahui bahwa kafir bukanlah kalimat umpatan, kita juga harus tahu bahwa
orang yang kafir tidak selalu jahat seperti yang seringkali digambarkan. Kita
mesti ingat bahwa Paman Kanjeng Nabi itu blas tidak percaya dengan eksistensi
Allah SWT. Tetapi, apakah ia aktor yang keji dalam sejarah Islam yang waktu itu
sedang ngos-ngosan membangun pertahanan? Kita juga mesti mengingat dengan baik
tentang sejarah dan juga mengenali semua manusia dalam komunitas kita. Tidak
ada satu pun manusia di dunia ini yang diciptakan menjadi jahat. Bahkan
Daendels sekalipun – yang menewaskan jutaan manusia tatkala jalan Anyer
Panarukan tengah digarap.</span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Agama memang
selalu mengajarkan kebaikan. Namun, perlu diingat, bahwa kebaikan juga
tumbuhnya melalui hati manusia – baik yang mengimani keberadaan Tuhan maupun
tidak. Sejak awal terciptanya manusia, kita diberi keleluasaan untuk merasa.
Ktia diberi anugerah dengan sifat welas asih – yang siapapun tahu bahwa sifat
dasar manusia memang ada dua: menjadi jahat atau baik. Jika kita masih berdebat
bahwa orang kafir itu baik atau buruk – mungkin sesekali kita perlu meruntuhkan
tembok agama dan membunuh Tuhan dalam sekedipan mata – untuk mencintai sesama
manusia.</span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Sebab, tidak
semua orang kafir itu jahat.</span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Percayalah,
kebaikan itu berada di mana pun. Dan begitu pula sebaliknya. Kita tidak perlu
repot-repot menempelkan berbagai macam atribut hanya untuk menuduh seseorang
itu baik atau buruk. Hati manusia adalah segumpal darah yang begitu rumit.
Tetapi, hati adalah yang paling murni yang bisa saya rasakan hingga detik ini.
Dia pula yang menuntun kita pada rasa welas asih. Jika saya tetap harus
memiliki pernyataan tegas siapakah mereka sekelompok orang yang jahat. Saya
hanya akan mengatakan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang tak punya hati.</span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: Calibri;">Namun, sejauh
mana ada orang yang benar-benar tidak punya hati?</span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<br /></div>
<b></b><i></i><u></u><sub></sub><sup></sup><strike></strike>Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-24689682497507524352017-01-16T01:22:00.002-08:002017-01-16T01:22:38.182-08:00Mengambil Jarak dari Keramaian<br />
<div class="MsoNormal">
<o:p> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNhUpgdgRcKC2-K4ycMgoce60iSYhLwMIQY5fok7YjkLg6mv3s4EAkxJnxm0rf_HZ02vRrLCX00rsQEFfvBZoE2V6DF-KJ7258w343Sq-FqcGORyioDxj8_S7TaSIY_uplOEmW38jKcAd4/s1600/menjadi+tua.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNhUpgdgRcKC2-K4ycMgoce60iSYhLwMIQY5fok7YjkLg6mv3s4EAkxJnxm0rf_HZ02vRrLCX00rsQEFfvBZoE2V6DF-KJ7258w343Sq-FqcGORyioDxj8_S7TaSIY_uplOEmW38jKcAd4/s320/menjadi+tua.jpg" width="320" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">sumber :<a href="http://ind5.ccio.co/sE/8E/W3/7fbd6e071beaf8abc4df3410d2b4a963.jpg"> link</a></td></tr>
</tbody></table>
</o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Waktu itu baru menuju tengah
malam ketika mobil terus bergerak menuju utara Bali setelah sebelumnya
menjemput kami di pelabuhan Gilimanuk. Suasana pelabuhan Gilimanuk tadi begitu
Hanya ada beberapa penjaga dan pedagang asongan yang nyaris tertidur karena tak
juga kedapatan pelanggan. Suasana begitu gelap – seperti malam-malam biasanya.
Bukankah malam memang tak pernah tidak gelap? Malam selalu begini, tidak pernah
berubah sekalipun. Meski begitu, tetap banyak yang mencintainya. Mencintai
sesuatu yang konstanta: sebuah ketetapan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku bisa merasakan jalanan Bali
yang lebih manusiawi dibandingkan jalan provinsi antara Magelang dan
Yogyakarta. Semua itu menyebabkan kantukku bertambah. Sesekali, untuk
menghilangkan rasa kantuk yang sebetulnya sudah aku tebus di atas kapal, aku
melihat kanan dan kiri jalan yang dipenuhi oleh pohon-pohon besar yang
menjulang tinggi. Kata seorang pria yang menjemput kami di pelabuhan tadi, tempat
yang tengah kami lewati ini adalah daerah konservasi hutan. Kalau kami
melewatinya di pagi atau siang hari, tentu saja pemandangannya tidak akan
semenyeramkan ini. Sayangnya, kami berempat – minus Bli Putu (nama pria yang
menjemput kami) memang ditakdirkan untuk menikmati pinggiran pulau Bali di
tengah malam begini. Kereta kami yang berangkat dari Yogyakarta menuju
Banyuwangi memang baru sampai pukul sembilan malam. Perjalanan empatbelas jam
di kereta ternyata cukup melelahkan. Apalagi, dengan uang yang papasan, kami
memilih kereta ekonomi yang sempit dan agak pengap.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ketika kami sampai di tanah
Banyuwangi, kami berempat berjalan sekitar duaratus sampai tigaratus meter
untuk mengejar kapal feri di pelabuhan Ketapang. Hari itu – sebetulnya – tidak
ada alasan khusus mengapa aku memutuskan untuk mendaftar sebagai relawan salah
satu festival terbesar di Ubud. Mungkin bermaksud ingin pergi dan meninggalkan
apa saja yang ada di Yogyakarta dan menepi di pulau seberang – meski hanya
sepuluh hari. Atau memang – saat itu – aku memang harus pergi. Sudah waktunya
pergi. Setelah sebelumnya menetap dan mengendap di suatu tempat sampai merasa
begitu sumpek. Seolah memang harus ada jarak untuk menebus rindu yang disandera
kesunyian. Mungkin memang telah tiba untuk menepi sejenak – mengambil jarak
dari keramaian dan kebisingan yang telah menjelma jadi rutinitas.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku tidak punya saudara di Bali sebenarnya.
Pengetahuanku tentang pulau yang baru aku kunjungi dua kali (minus perjalanan
menuju Ubud) sangatlah minim. Saat itu, aku hanya berpikir untuk pergi agak
jauh dengan uang yang tak seberapa. Ini bukan sebuah vakansi – tetapi cuman
sekadar hasrat ingin bertemu dengan orang-orang yang berbeda. Tentu saja, misi
ini dilakukan untuk menghapus seluruh rutinitas yang sempat aku lakukan di
Jogja. Kalian bisa menyebutku aneh karena selalu tak punya tujuan yang jelas. Jika
aku pergi, maka aku benar-benar pergi.
Kadang-kadang yang aku butuhkan hanya uang yang banyak saja. Agar tetap
merasa aman di sepanjang jalan. Setidaknya, jika aku menyempatkan diri lagi
untuk kabur, sesekali, aku bisa bermalam di hotel yang cukup mahal. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kali pertama mengetahui aku
dinyatakan lulus sebagai relawan, aku langsung kelimpungan mempertanyakan soal
dana. Tiket kereta sampai Banyuwangi dan naik kapal feri memang cukup murah.
Tetapi, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan setelah sampai di Gilimanuk.
Saat kebingungan seperti itu, aku menemukan penawaran menarik dari seorang bule
yang sudah cukup lama tinggal di
Kalisada, salah satu desa di utara Bali. Melalui akun facebooknya, ia menulis
di dinding grup facebook relawan jika ia menawari tumpangan dari Gilimanuk
sampai Ubud.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku langsung tertarik. Menurutku,
ini kesempatan emas untuk berhemat. Aku langsung mengontaknya, mengatakan
padanya bahwa aku berniat untuk bergabung dengannya. Tentu saja dengan nada
memelas bahwa aku tak pernah ke Ubud sebelumnya. Dan aku tak pernah menyangka
akan dipertemukan oleh sepasang suami istri yang begitu hangat.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saat kami berempat mulai
ketakutan karena mobil melaju menuju rerimbunan semak-semak, salah satu dari
kami khawatir jika ini adalah penipuan. Dan kami juga juga sempat was-was meski
Bli Putu tidak akan mungkin sejahat itu. Wajahnya sangat lembut dan sering
tersenyum. Jika kami semua terdiam di mobil karena menahan kantuk sekuat
tenaga, beliau akan menceritakan hal-hal menarik soal Bali. Segala sesuatu hal
yang tidak kami ketahui. Melalui ceritanya, aku mempercayainya dengan sepenuh
hati.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dan benar, mobil berhenti di
depan sebuah rumah pavilion sederhana. Ada jalan setapak yang disusun oleh
batu-batu besar dan kecil, serta air mancur kecil di kanan-kiri jalan itu.
Lampu-lampu berwarna kuning yang dipasang di sudut-sudut taman menerangi kami
waktu itu. Meski tiba-tiba dua ekor anjing menyalak keras dan mendekati kami
dengan beringas tatkala kami mulai beramai-ramai menurunkan barang bawaan dari
bagasi mobil.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Seorang perempuan kemudian muncul
– sedikit berteriak kepada anjing-anjingnya agar lebih ramah. Ketika melihat ke
arah kami, perempuan itu tersenyum. Lynda namanya. Bule yang menawarkan
tumpangan dari Gilimanuk menuju Ubud. Wajahnya Nampak sudah tua tetapi aku
merasa ia berpuluh-puluh tahun lebih muda dari usia sesungguhnya. Warna
rambutnya kala itu agak kemerahan dan dipotong cepak seperti laki-laki. Ia
tidak sendiri, di belakangnya lagi, ada seorang pria bule yang lain, Glenn
namanya. Keduanya memberikan kami sambutan yang begitu ramah. Mereka sengajakan
untuk menunggui kami sampai begitu larut. Lynda waktu itu dengan sesegera
mungkin menyiapkan the hangat dan memanaskan sup tomat dan jamur yang khusus
dibuatnya untuk kami.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kami ngobrol begitu banyak dan
langsung cepat akrab. Ada banyak hal yang aku tahu dari sepasang suami istri dari
London ini. Mereka telah tinggal di Indonesia selama kurang lebih delapan
tahun. Visa mereka sudah hampir habis dan mereka mesti membuat yang baru.
Keduanya adalah pensiunan pekerja kantoran yang sehari-hari menanggapi
kemacetan kota seestetik London. Anak-anak mereka telah tinggal di penjuru
dunia, yang paling dekat, katanya tinggal di Australia. Aku berusaha menangkap
semua yang dibicarakan oleh Lynda. Meski, logat bahasa inggrisnya sangat sulit
kuterjemahkan. Malam semakin larut, hingga kami akan beranjak ke kamar
masing-masing, aku mendadak terdiam. Sambil mengamati sekelilingku. Rumah yang
mereka tinggali begitu sunyi… tapi sangat hangat.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i>“So, do you want to live here forever? Or you want to go back to
England?”</i> aku bertanya pada Lynda pada pagi harinya. Wajahnya berkerut. Ia
seolah berpikir cukup keras meski hanya beberapa detik.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i>“No, I will stay here,”</i> dia menyeruput kopi hangatnya. Lalu
mengambil sebungkus rokok di depannya, mengambil satu dan kemudian menyulutnya
cepat. Ia meniupkan asapnya ke udara. “I <i>love
this place. I like Bali,”</i> ujarnya sambil tersenyum merekah.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku terdiam cukup lama. Sama
sekali tidak bisa mencerna sekaligus menerjamakan perasaan Lynda saat ini.
Tentu saja, bagaimana pun, tahu sama tahu hanya bisa melalui mata dan telinga.
Kalau sudah berkaitan dengan hati. Mana aku tahu. Hanya saja, aku tidak
mengerti mengapa Lynda bisa begitu mencintai Bali dan tidak memiliki niatan
untuk kembali ke Inggris. Hei, siapapun mencintai Inggris dan ingin berkunjung
ke sana. Aku salah satunya, meski semuanya begitu jauh di angan. Sudah begitu,
apa sih yang bisa dicintai dari sebuah keterasingan. Lynda dan Glenn adalah
sepasang suami-istri bule dari Inggris yang tinggal di Bali. Tempat ini
seharusnya begitu asing bagi mereka. Mereka begitu berbeda dari ratusan warga
yang tinggal di Kalisada. Mereka tidak bisa berbahasa Indonesia apalagi bahasa
Bali. Garis batas antara mereka dan masyarakat asli Bali sangat kentara. Mereka
pasti mengalami berbagai macam kesulitan ketika pertama kali melebur bersama
orang-orang di sini. Namun, delapan tahun bukan waktu yang sedikit untuk
menjadi orang yang menikmati kesakitan sekaligus keterasingan. Mereka
benar-benar mencintai Bali.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Delapan tahun telah mereka lewati
dengan berbagai suka dan duka. Mereka berteman akrab dengan sepasang suami
istri yang tinggal tak jauh dari rumah mereka. Anak-anak suami istri asli Bali
itu begitu dekat dengan Lynda dan Glenn. Terutama Adi, bocah lelaki berusia
empat tahun yang selalu menempeli Glenn kemana pun ia pergi. Semuanya, selama
delapan tahun, telah mereka lewati dengan perasaan yang menggelegak. Dulu,
sekitar lima tahun yang lalu, rumah mereka di Kalisada pernah terbakar. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i>“All on fire. I lost everything</i>,” ujarnya cepat meski tidak
terlihat raut wajah sedih di sana. Katanya, rumahnya lebih besar daripada yang
kami singgahi sekarang ini. Model rumahnya pun tertutup. Tidak terbuka seperti
beberapa ruang di rumahnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Selepas pensiun dan memilih
tinggal di Bali, aktivitas keduanya hanya diisi mendengarkan radio dan
bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Sewaktu kami berangkat ke Ubud, Lynda
dan Glenn dengan ramahnya menyapa setiap orang yang mereka temui di jalan.
Mungkin sadar jika mereka adalah dua orang asing yang mesti berdamai dengan
setiap perbedaan. Atau mereka memang menikmati berbaur dengan keterasingan. Keduanya
membangun perpustakan kecil untuk anak-anak di tengah desa. Mereka membuat system
peminjaman yang begitu praktis dan sederhana. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“I have library. For children,”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Wow! It’s good! Where is the
place? Can we go there?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“It’s near from here. And yea,
you can go to that place. So many children. I love it,”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kecintaannya terhadap buku-buku
itu juga ia buktikan dengan mengikuti kegiatan relawan di salah satu festival
di Ubud. Ia telah menjadi relawan pada festival itu sebanyak lima kali.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dua orang ini, Baik Lynda maupun
Glenn adalah dua orang asing yang tengah menjaga jarak dari keramaian.
Keramaian yang pernah mengikat mereka di Inggris. Kerja-kerja kantoran yang
begitu melelahkan. Kini, aku melihat bagaimana mereka mencintai semua jarak
yang telah mereka ciptakan. Mengasingkan diri dalam kesunyian. Mengundurkan
diri dari segala keramaian dan ritual-ritual yang biasa mereka jalani di Inggris.
Menghabis masa tua bersama di tempat yang asing. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku selalu terpana ketika melihat
keduanya hanya duduk terdiam sambil menikmati malam yang dingin di pojok utara
Bali. Lynda jauh lebih banyak berbicara. Pun juga tentang merokok. Lynda jauh
lebih sering melakukannya. Kadang-kadang Glenn hanya terdiam menyimak. Meski
kadang ia melontarkan cerita-cerita lama yang tentu saja tidak aku mengerti. Di
antara desau angin pantai yang terus mengudara, suara katak yang
bersahut-sahutan, juga dengung doa-doa yang terdengar dari masyarakat Hindu yang bersembahyang – keduanya asyik
bercengkrama.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku selalu ingat bagaimana Lynda
melemparkan lelucon-lelucon tentang Glenn yang terus menua dan sedikit demi
sedikit mulai melupakan barang-barang yang ia letakkan. Lynda selalu tertawa
ketika Glenn mencari kacamatanya tanpa memberitahu Glenn bahwa ia tengah
mengenakannya. Dan aku ingat bagaimana Glenn tetap memberikan kejutan kecil
bagi Lynda seperti makan malam berdua di hari ulang tahunnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
***</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i>Setelah tua nanti, selepas berlelah-lelah bekerja, kita mesti pensiun
secepatnya ya, Mas. Lalu, mengasingkan diri seperti ini. Mengambil jarak dari
keramaian yang selalu kita pungut di jalan-jalan yang kian hari kian macet.
Jangan lupa banyak-banyak menabung di masa muda. Biar kita tetap bisa makan
malam berdua. Mungkin di bibir pantai atau di leher gunung. Di mana pun, tentu
saja, asal bersamamu. Anak-anak kita, biarlah mereka berkeliling dunia juga. <o:p></o:p></i></div>
Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-42211765448153744692017-01-13T21:54:00.000-08:002017-01-13T21:54:01.661-08:00Pemanfaatan Big Data dalam Jurnalisme<br />
<div align="center" style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: center; text-indent: 0.5in;">
<br /></div>
<br />
<div align="center" style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: center; text-indent: 0.5in;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; margin: 0px;">Lamia Putri Damayanti [1]</span></b></div>
<br />
<div align="center" style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: center; text-indent: 0.5in;">
<br /></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;">Saat ini, kita telah memasuki era <i style="mso-bidi-font-style: normal;">big data</i> – era di mana setiap harinya data diproduksi secara
terus-menerus melalui berbagai macam situs web dan media sosial. Menurut Kevin
P. Murphy, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Research Scientist</i> Google,
saat ini terdapat satu triliun situs web di internet yang setiap harinya terus
mengunggah berbagai macam informasi baik berbentuk teks, foto, video, dan lain
sebagainya. Internet sebagai pemicu munculnya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">big data</i> ini diduga telah menghasilkan 90% data. </span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;">Jumlah data tersebut sangatlah besar dan diramalkan
tidak akan berhenti selama pengguna internet terus mengunggah dan mengunduh
data melalui sistem jaringan nirkabel tersebut. Dikutip dari Forbes, data tersebut
akan tumbuh lebih cepat dari sebelumnya dan pada tahun 2020, sekitar 1,7 <i style="mso-bidi-font-style: normal;">megabyte</i> informasi baru akan dibuat
setiap detik untuk setiap manusia di planet ini. Jumlah data yang sangat besar
di mana manusia membutuhkan teknologi yang canggih untuk membacanya. </span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;">Big data</span></i><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;"> sendiri dipahami sebagai volume data, baik
terstruktur maupun tidak terstruktur, dalam jumlah yang sangat besar, variatif,
dan terus bertambah setiap harinya pada lalu lintas protokol internet. Data
yang besar tersebut, misalnya saja akun pengguna internet, triliunan unggahan
di media sosial, dokumen pribadi, dokumen pemerintah, dokumen perusahaan,
dokumen organisasi, gambar, video, berbagai macam artikel, data email, dan
berbagai aplikasi internet lainnya. Besarnya jumlah data ini memiliki beragam
potensi dalam berbagai bidang. Sebab, Sejak menjadi perbincangan hangat pada
tahun 2012, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">big data</i> disebut-sebut
mampu membantu berbagai macam jenis bisnis, riset-riset digital, dan bahkan
kerja jurnalistik.<span style="margin: 0px;"> </span></span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;">Tidak dapat dipungkiri, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">big data</i> memang berimplikasi pada semua aspek kehidupan manusia,
termasuk jurnalisme. Kemunculan big data inilah yang kemudian melahirkan apa
yang disebut dengan jurnalisme data. Jurnalisme data atau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">data-driven-journalism</i> (DDJ) mulai digunakan sejak 2009. Bentuk
baru dalam dunia jurnalisme ini menggambarkan proses jurnalistik berdasarkan
pada analisis dan penyaringan set data untuk membuat berita (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">news story</i>). Singkatnya, kehadiran <i style="mso-bidi-font-style: normal;">big data</i> telah memberikan sejumlah data
yang begitu besar bagi dunia jurnalisme yang dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi
cerita yang runtut. </span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;">Pada era digital ini, jurnalisme memang terus
mengalami tantangan. Selain mesti berhadapan dengan pergantian medium dari
cetak ke <i style="mso-bidi-font-style: normal;">online</i> yang berefek pada
kualitas berita, jurnalisme juga harus menghadapi meluapnya arus informasi akibat
perkembangan teknologi internet. Namun begitu, informasi (data) yang banyak ini
sebetulnya bisa dimanfaatkan oleh jurnalisme (data). Pemanfaatan tersebut dapat
dilakukan dengan menganalisis dan mengolah sebagian kecil atau besar informasi-informasi
yang terdapat dari <i style="mso-bidi-font-style: normal;">big data</i> untuk
memprediksikan sesuatu sebelum hal tersebut terjadi. Tidak hanya itu,
pemanfaatan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">big data</i> dalam jurnalisme
data juga dapat dilakukan dengan memvisualisasikan fenomena yang sedang terjadi
saat ini. </span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;">H.O Maycotte, CEO Umbel dalam salah satu artikel yang
ditulisnya di niemanlab.org sangat optimis terhadap potensi big data bagi
jurnalisme. Ia bahkan mengklasifikasikan jenis berita apa saja yang mampu
ditulis oleh jurnalis berdasarkan big data. Salah satunya adalah berita tentang
bisnis dan keuangan. Melalui data yang terdapat dalam jaringan kabel internet,
tidak menutup kemungkinan jika big data mampu membantu jurnalis untuk
memprediksi nilai saham, melihat peluang pasar produk tertentu, dan bahkan
membaca pola perilaku konsumen. Kelihatannya memang terkesan tidak masuk akal.
Namun, jangan lupakan bahwa setiap harinya terdapat banyak orang melakukan
transaksi di internet, melakukan berbagai aktivitas di sosial media yang
berefek pada kecendurungan pola konsumsi kita seperti mengunggah foto makanan
di instagram, sampai mencari barang tertentu di Google. Semua itu menjadi data
yang dapat dipergunakan untuk menganalisis dan memprediksi subyek atau obyek
tertentu.</span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;">Selain berita mengenai bisnis dan keuangan, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">world news</i> (berita seputar dunia),
berita dunia media, berita mengenai prakiraan cuaca, serta berita hiburan
merupakan beberapa berita yang mampu diprediksi dengan mengolah dan
menganalisis big data. Tidak menutup kemungkinan berbagai jenis berita lain
akan mampu dihasilkan hanya dengan mengolah dan menganalis big data. Pada tahap
selanjutnya, jurnalisme data menjadi sesuatu hal yang penting saat ini (era
digital). Oleh karena itu, pemahaman mengenai big data mesti dilakukan
terus-menerus. Sebab, jika perkembangan jurnalisme data terus dilakukan,
masyarakat akan teredukasi lebih baik dan mendapatkan informasi yang
benar-benar dibutuhkan sesuai dengan zaman mereka – seperti fungsi jurnalisme
pada hakikatnya.</span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;">Meluapnya informasi memang sempat menjadi penghambat
bagi fungsi jurnalisme. Bahkan, di era digital seperti ini, jurnalisme dianggap
sudah tidak relevan. Namun begitu, jurnalisme mesti menyesuaikan zaman dan big
data memberikan manfaat yang tepat bagi perkembangan jurnalisme data.</span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;">Salah satu bentuk jurnalisme data yang paling nyata sendiri
adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Panama Papers</i> – kumpulan berkas
(yang sangat banyak) yang telah menggemparkan dunia pada April lalu. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Panama Papers</i> sendiri adalah kumpulan
11,5 juta dokumen rahasia yang dibuat oleh penyedia jasa perusahaan asal
Panama, Mossack Fonseca. Dokumen ini berisi informasi rinci mengenai lebih dari
214.000 perusahaan luar negeri, termasuk identitas pemegang saham dan
direkturnya yang mampu “bebas” dari jeratan pajak dari negaranya. </span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;">Pemanfaatan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">big
data</i> dalam proses jurnalisme diprediksi mampu memberikan informasi yang
relevan dan dapat membantu masyarakat dalam menentukan keputusan. Namun begitu,
untuk mengolah big data menjadi satu cerita yang beralur, runtut, dan untuh
diperlukan teknologi yang cerdas. Saat ini, teknologi kecerdasan buatan memang mampu
menghasilkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">computer-assisted reporting </i>(teknologi
pelaporan berita dengan bantuan komputer) yang membantu proses pengolahan data.
</span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;">Keberadaan kecerdasan buatan juga telah menciptakan
robot jurnalis yang mampu menulis berita berdasarkan algoritma. Tetapi, dengan
terus membesarnya volume data, tentu diperlukan aplikasi atau piranti perangkat
lunak yang jauh lebih canggih. Sebab, meski memiliki potensi yang besar dalam
berbagai bidang, tidak mudah bagi kita untuk mengambil sebagian kecil data dari
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">big data</i> untuk diolah dan informasi. </span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;">Oleh karena itu, kemunculan big data ini juga membuka
potensi yang besar bagi para ilmuwan komputer, khususnya yang bergerak di
bidang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">machine learning</i> (mesin
pembelajar) agar mampu menciptakan alat yang mampu berpikir dan belajar seperti
manusia. Seiring berjalannya waktu, big data akan terus membesar, diperlukan
mesin yang dapat terus belajar dalam memahami pola-pola data yang terdapat
dalam big data untuk mengekstraknya menjadi informasi tertentu. Informasi yang
tentunya relevan dengan kebutuhan kita.</span></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify; text-indent: 0.5in;">
<br /></div>
<br />
<div style="line-height: 150%; margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 150%; margin: 0px;">[1] Mahasiswa
Departemen Ilmu Komunikasi UGM 2013. Memiliki minat yang besar terhadap
jurnalisme, perkembangan teknologi, gender, dan isu kemanusiaan.</span></i></div>
<b></b><i></i><u></u><sub></sub><sup></sup><strike></strike>Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-25967004674499601972016-11-05T05:26:00.002-07:002016-11-06T01:55:23.306-08:00Perempuan-Perempuan tanpa Cincin di Jari Manis<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Aku memilih duduk di bagian agak
pojok ruangan dan menyandar ke dinding. Selain menyandar ke dinding adalah
sebuah kebiasaan dudukku yang aneh sekaligus pemalas, berjalan mengitari
festival selama berjam-jam ternyata cukup melelahkan dan memaksaku untuk
menyandarkan punggung di suatu tempat. Dan aku memilih tembok dingin ini –
menjauh dari kerumunan orang dan suara-suara yang berisik. Aku berusaha
memejamkan mata di tengah gemerasak orang-orang berbicara. Rasa-rasanya, aku
ingin di sini saja sampai festival selesai.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Sesaat kemudian kesunyianku
buyar. Aku mendengar seseorang mendekat. Karpet di sebelahku mulai
berderak-derak. Aku pun membuka mata dan melihat seorang perempuan mendekatiku.
Ia tersenyum kea rahku dengan begitu hangatnya dan kemudian berkata bahwa ia ingin
bergabung. Aku hanya tersenyum kecil dan mempersilakannya. Rambut perempuan itu
pendek seperti lelaki tetapi senyumnya sangat manis. Ia membawa sekotak makanan
yang ia dapat gratis di depan meja staff relawan.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">“Sudah makan?” tawarnya ramah.
Ah, ini yang paling aku sukai dari tempat ini. Semua orang baik. Semua orang
ramah. Semua orang tersenyum. Kalau pun ada kelelahan yang berujar dalam wajah
mereka, semua sirna seketika itu juga dengan senyum-senyum yang bercahaya. Mungkin
inilah yang membuatku begitu menikmati festival ini sekalipun aku harus
berjalan jauh sekali. Tidak ada yang salah dengan berjalan kaki sesungguhnya.
Itu sangat menyehatkan. Dan secara keseluruhan, aku memang menyukai tempat ini
dan semua orang di tempat ini. Mereka begitu menyenangkan dan sangat hangat.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Memutuskan menjadi relawan dalam
salah satu festival di Ubud, bagiku, adalah sebuah keputusan yang besar. Aku
harus meluangkan kira-kira sepuluh hari untuk festival itu. Lima hari bekerja
dan sisanya adalah perjalanan-perjalanan panjang yang menguras waktu tetapi
menghemat uang. Aku juga harus mengeluarkan uang yang cukup banyak. Jumlah yang
bukan main. Dan semuanya, tentu saja, berasal dari penghasilanku sendiri yang
pas-pasan. Beruntung, jika Tuhan memang merestui, selalu ada jalan-jalan terang
untuk sampai ke sana. Dan entah kenapa, tujuanku ke Ubud bukan sekadar untuk
menikmati festival. Lebih dari itu, aku memang meniatkannya sebagai sebuah
bentuk kontemplasi yang panjang.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Kembali pada perempuan berambut
pendek tadi. Ia menyodorkan sekotak makanannya untukku. Aku menggeleng, berkata
padanya bahwa aku sudah makan dan memilih rehat sejenak. Sebentar lagi jam dua
dan aku harus kembali berjalan berkeliling festival.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Sejenak kami saling diam sebelum
akhirnya aku berusaha memperkenalkan diri. Di sini, semua orang begitu ramah.
Selalu ada sambutan hangat tiap kali aku memberanikan diri mengulurkan tangan.
Mungkin hal inilah yang membuang rasa pengecutku yang terus membelenggu. Di sini,
aku benar-benar bisa berbaur. Dan berusaha menjadi seseorang pemberani yang
belum pernah kukenal sebelumnya. </span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Setelah berkenalan, seperti awal
perjalanan sebuah relasi pada umumnya, kami mulai berbincang-bincang.
Perbincangan kami begitu mengalir. Aku menyukainya. Karena aku mendapat banyak
informasi yang tidak aku tahu. Aku menyukai cara bertuturnya yang begitu
berwibawa. Aku senang mendengarnya bercerita. Begitu runtut. Sampai akhirnya,
hal-hal yang agak privasi mulai tersentil tatkala aku bertanya apakah ia
sendirian tinggal di Denpasar atau tidak. Berikutnya, yang kulihat adalah
senyum pahit. Perempuan itu bergerak gusar, terutama tangan yang mengusap
sebelahnya. Aku lihat, tak ada cincin di jari manis tangan kanannya. Aku hanya
berusaha berpikiran baik dan tidak menduga-duga sesuatu yang buruk. Bukankah
tinggal sendiri dan jauh dari tanah kelahiran kadang-kadang tidak begitu
menyenangkan? Setidaknya, dengan satu orang saja yang menemani cukup bisa
mengusir sempi. Sembari tetap tersenyum, perempuan itu berkata, “Saya tinggal
sendiri,”</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Berikutnya, yang kudengar adalah
pengalaman-pengalaman pahit. Cerita tentang kekasihnya yang pergi
meninggalkannya seminggu sebelum pernikahan, patah hati yang berkepanjangan dan
meradang, dan sajak kesedihan-kesedihan yang sesungguhnya tak ingin kudengar
dari wajah manisnya. Perempuan itu kini telah berusia lebih dari tigapuluh.
Masih belum menikah dan tidak terlalu berniat menyematkan sebuah cincin di jari
manisnya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Aku tidak mau menanyakan
alasannya. Juga tidak ingin mencari tahu lebih banyak tentang hal-hal seperti
itu. Maksudku, aku tahu benar cerita selanjutnya akan seperti apa. Meski tidak
ada raut wajah sedih di wajahnya.</span><br />
<span style="font-family: "calibri";"><br /></span></div>
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Meski ia melontarkan cerita yang
sedih, wajahnya tetap terlihat bahagia. Bahkan, dari seluruh sajak kesedihan
itu, aku mendengar kekuatan yang besarnya sangat luar biasa.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">***</span><br />
<span style="font-family: calibri;"><br /></span>
<span style="font-family: calibri;">Kali ini, aku berusaha untuk
tidak duduk menyendiri. Aku memilih sekelompok orang yang tengah duduk di dekat
tangga. Mereka terlihat asyik bercerita – walaupun lebih tepatnya, sedang asyik
mendengarkan seorang perempuan berambut sebahu berkisah tentang dirinya. Aku
mencoba memperkenalkan diri dan mempraktikkan apa yang perempuan tempo hari lakukan
padauk. Aku pikir, sangat menyenangkan berada di tengah-tengah orang yang
begitu ramahnya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">“Saya diputus pacar,” ujar
perempuan berambut sebahu itu. “Ketika dia tahu saya punya kista di rahim,” </span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">“Awalnya, mantan pacar saya
mendukung saya untuk berobat. Dia berjanji akan menikah dengan saya dan
menemani saya di saat-saat sulit. Tetapi dia pergi. Saya jadi tidak peduli akan
separah apa kista ini nanti. Setahun berlalu, ternyata kista itu hilang,”
perempuan itu tertawa lirih. “Tetapi saya jadi punya polip, empat,” lanjutnya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">“Saya sih maklum saja mantan
pacar saya. Di sudah tua. Dan pasti kebelet kepengin nikah. Pastinya, ya, nggak
mungkin kan saya yang juga sudah setua ini jadi harapan buat dia?” perempuan
itu kembali tertawa. Kami menyimak dengan baik ceritanya. “Saya senang pindah
ke Ubud. Saya ingin ganti gaya hidup,”</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">“Setelah pindah ke Ubud saya
sering ketemu banyak orang yang senasib dengan saya. Dan saya merasa
mendapatkan support. Di usia yang setua ini,” dia mengambil jeda. Saya
memperhatikan wajahnya yang mulai ditumbuhi keriput. Perempuan itu tidak menyebutkan
berapa usianya. Dan saya juga tidak berani menerka. “Saya paham bahwa menikah
dan memiliki anak adalah sesuatu hal yang hampir tidak mungkin,” lanjutnya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">“Namun, kemarin, saya bertemu
dengan beberapa perempuan yang melahirkan pada usia 50 dan 60 tahun. Sekarang,
saya memang sudah tua. Tetapi, saya masih punya harapan,”</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Aku terdiam memandang wajahnya.
Lagi-lagi aku melihat kekuatan yang begitu besar dari wajahnya. Tidak ada
keraguan. </span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">“Lagipula,” perempuan itu kembali
memberi jeda. “Hidup seperti ini enak juga. Kalau orang lain pasti gelisah soal
pasangan. Saya tidak lagi demikian. Saya memiliki sebuah keyakinan. Dan kemana
keyakinan itu nanti akan berjalan, saya akan selalu ikhlas menerimanya.
Beginilah cara saya menikmati hidup,” ujarnya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Perempuan yang lain berseru,
bercerita kepadaku bahwa ia begitu bahagia dengan semua kesendiriannya. Ia
aktif bergerak. Ia bebas berkelana. Jiwa dan raganya adalah miliknya sendiri.
Ia mengatakan kepadaku bahwa seluruh dunia seolah-olah bisa ia genggam. Ada
berjuta pertemuan yang seolah-olah harus dilakukan. Ada ratusan kesempatan yang
harus diraihnya. Aku melihat sebuah kebebasan terletak di hatinya yang paling
terdalam. Aku melihat ambisi yang begitu berapi-api dalam sorot matanya. Hanya
satu hal yang tidak aku temui, sebuah cincin tersemat pada jari manisnya. Dan
ketika orang-orang di sekitarku memberanikan diri bertanya tentang hal itu, perempuan
itu hanya tertawa.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">“Aku ingin menikmati hidup.
Begini caraku menikmatinya. Aku pikir, tidak perlu terlalu buru-buru. Aku
pikir, berkelanan ke semua tempat yang aku inginkan adalah pilihan terbaik,”
dia tersenyum ceria dan kemudian menceritakan kepadaku kemana saja kakinya
telah melangkah. Apa saja yang telah ia saksikan melalui kedua bola matanya.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Ah, dan sekarang aku juga jadi
tahu caranya menikmati hidup.</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">***</span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 11px; text-align: justify;">
<span style="font-family: "calibri";">Aku bertemu dengan banyak
perempuan-perempuan tanpa cincin di jari manis mereka. Dan mereka semua punya
keyakinan kuat mengapa hal itu terjadi. Dan aku pikir… aku harus mengikuti
lebih banyak festival-festival seperti ini. Demi dan hanya demi untuk bertemu
dengan perempuan-perempuan seperti mereka.</span></div>
<b></b><i></i><u></u><sub></sub><sup></sup><strike></strike>Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-14282358292385442412016-10-03T20:37:00.001-07:002016-10-03T20:37:21.927-07:00Usia Sebuah Gagasan<span style="font-family: Calibri;"></span>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 13px; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="margin: 0px;"><span style="font-family: Calibri;">"Dengan kata
lain, apakah umur perdebatan yang dimediasi Internet tersebut akan lebih
panjang daripada karya Goenawan sendiri di era pra-internet?</span></span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 13px; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="margin: 0px;"><span style="font-family: Calibri;">Argumen utama yang
diketengahkan di sini adalah bahwa umur gagasan menjadi pendek. Gagasan
tersebut sulit bertahan bukan lantaran minim kualitas atau hampa, melainkan
atensi pembaca yang cepat sekali berpindah pada gagasan lain."</span></span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 13px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 13px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 13px; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="margin: 0px;"><span style="font-family: Calibri;">Jadi ingat salah
satu diskusi dengan salah seorang teman waktu ramai-ramainya senjakala media
cetak -- terutama opini Bang Bre yang dicecar habis-habisan. Saat itu saya
membaca sebuah opini di blog tentang "berbalas gagasan" yang kini
bisa dilakukan dengan mudah di blog di internet. Tidak perlu lagi mesti
mengirimkan ke media cetak dan menunggu dimuat minggu berikutnya. Beruntung kalau
dimuat. Jika tidak? Sial lah nasibnya. Dengan adanya internet, orang-orang bisa
berbalas gagasan dengan mudah di blog pribadi atau media-media daring yang
memproduksi wacana. Seperti yang terjadi saat opini Bre yang dimuat di Kompas
(malah) menjadi viral di media daring. Banyak sekali yang kemudian
berbondong-bondong menulis opini balasan terhadap gagasan Bre mereka di blog
pribadi maupun media-media daring yang orientasi utamanya adalah menciptakan
wacana. Tetapi, seperti yang digagas oleh penulis di artikel ini: sejauh apa
atensi masyarakat terhadap gagasan tersebut? Dalam diskusi dengan seorang
teman, ia mengatakan bahwa internet memang memberikan banyak wacana. Namun,
wacana yang diberikan tidak terstruktur, kita membaca dengan berpindah-pindah
dan tidak fokus. Kita membaca dengan sepotong-sepotong. Jika tidak malas kita
bisa menyusunnya semua gagasan yang terpotong-potong itu. Jika malas, ya habis
sudah. Kita tidak akan mampu memamahami sebuah gagasan dengan utuh dan hanya mampu memindai setiap kata. Mungkin hal ini pula yang membikin cara berpikir yang melompat-lompat. Tidak focus. Dan tidak tepat sasaran.</span></span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 13px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 13px; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="margin: 0px;"><span style="font-family: Calibri;">Teman saya pun
menimpali adanya "berbalas gagasan" yang kini lebih cepat dilakukan
via media daring. "Mbiyen ki yo Lam, wong nek mbales gagasan ki nganggo
buku. Nggawe buku. Buku sik tebel kae. Prosese pancen suwi, taunan, tapi
gagasane awet,"</span></span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 13px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 13px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 13px; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="margin: 0px;"><span style="font-family: Calibri;">Begitu kira-kira.
Yah, bagaimana pun, perubahan sosial memang menimbulkan pro kontra. Di satu
sisi terlihat menguntungkan, di sisi yang lain, ternyata tidak demikian. </span></span></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 13px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 13px; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div style="margin: 0px 0px 13px; text-align: justify;">
<span lang="IN" style="margin: 0px;"><span style="font-family: Calibri;">http://www.remotivi.or.id/amatan/268/Gagasan-yang-Maya:-Produksi-Wacana-dalam-Media-Daring</span></span></div>
<b></b><i></i><u></u><sub></sub><sup></sup><strike></strike>Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-49530865741339588472016-04-13T15:49:00.000-07:002016-04-13T15:49:18.083-07:00Obituari Orang-Orang Pinggiran<br /><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Baru saja saya mendapatkan kabar
kematian, tentang seseorang yang mesti meregang nyawa ketika bekerja.
Barangkali kematian yang datang ketika bekerja adalah sebuah kewajaran. Dan
pada dasarnya, bukankah kematian memang tidak pernah tertebak kapan akan
bermula dan kapan pula akan berakhr? Kita pun tak pernah bisa menentukan, juga
tidak pernah bisa mengatur bagaimana cara terbaik untuk pergi. Namun, bukankah
saat bekerja adalah pertanda? Bahwa setiap manusia selalu berjuang sampai titik
darah penghabisannya. Hanya untuk mengisi periuk-periuk kosong. Dan setelah
penuh dengan bulir-bulir nasi, kepadanyalah akan ia bagi, tanpa menyisakan
sedikit pun untuknya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kematian Irma Bule, seorang
biduan asal Karawang mampu menggegerkan Indonesia baru-baru ini. Tidak hanya
menjadi bahan perbincangan di masyarakat Indonesia, beberapa jurnalis asing
turut meliput berita duka ini. Salah satu video detik-detik menjelang
kematiannya yang diunggah di youtube pun ditonton oleh jutaan orang dalam waktu
kurang dari satu minggu. Beberapa orang asing turut melihat karena penasaran
dengan kematian ibu tiga orang anak itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Irma Bule, begitu sapaan
perempuan berkulit putih dan berambut pirang itu, meninggal akibat gigitan ulat
di pahanya. Dilansir dari berbagai sumber media, seekor ular kobra menggigit
pahanya saat ia melakukan pentas. Konon, ia tidak sengaja menginjak ular
tersebut sehingga – sebagaimana intuisi hewan yang hendak menyelamatkan diri,
ular tersebut secara spontan menggigit Irma.
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ajaib! Perempuan berusia 29 tahun
tersebut mampu bertahan dalam gigitan ular sekitar lebih dari lima menit. Ia
bahkan meneruskan jogedannya. Tetap menyanyi di atas panggung yang gemerlap
demi beberapa ratusribu rupiah. Padahal,
menurut beberapa penelitian, manusia hanya mampu bertahan lima menit saja
setelah digigit oleh ular kobra. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Namun, Irma Bule bahkan bertahan
hampir satu jam setelah digigit oleh ular mematikan itu. Salah satu kantor
berita luar negeri bahkan menerbitkan artikel ketahanan tubuh Irma yang mampu
bergulat denga bisa mematikan ditubuhnya selama hampir satu jam. Bagaimana Irma
tetap bertahan untuk menari dan bernyanyi bukan semata-mata karena memang dia
seorang manusia sakti. Lebih dari itu, kekuatannya melawan rasa sakit dari
racun mematikan itu adalah karena pengalaman hidupnya yang keras.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Lahir dari keluarga miskin dan
mesti menghadapi kemiskinan membuat Irma mesti memperjuangkan kehidupannya,
ibunya, dan anak-anaknya. Dalam salah satu berita, dengan sesenggukan, Encum,
ibunda Irma mengatakan bahwa ia adalah seorang pekerja keras. Saban malam ia
menerima begitu saja tawaran manggung dengan bayaran tidak seberapa itu. Harus
dihadapkan dengan jamahan lelaki jahat dan juga mesti memakai pakaian mini di
malam hari ia lakukan demi menghidupi ketiga putrinya. Di pagi hari, Irma Bule
tidak lantas beristirahat setelah pentas. Ia masih bekerja menjual sepatu dan
pakaian. Dalam benaknya, ia memiliki cita-cita yang begitu mulia, menyekolahkan
ketiga putrinya setinggi-tingginya dan membiayai umroh ibunda tercintanya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dengan kehidupan yang begitu
keras itu, mana mungkin Irma tidak bisa menghadapi gigitan ular? Dengan
kehidupan yang begitu keras dan pengalamannya dalam mengatasi semua itu,
rasa-rasanya bisa ular kobra tidak pernah sebanding dengan perjuangannya. Nalurinya
mengatakan bahwa ia harus tetap melakukan pertunjukkan sekalipun pawang ular
menyuruhnya untuk berhenti. Bayaran malam itu tidak boleh lenyap begitu saja
hanya karena gigitan seekor ular. Mungkin, dalam benaknya, ia hanya ingin
membawa pulang beberapa lembar uang untuk mengisi periuk esok hari.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kisah Irma adalah potret kematian
orang pinggiran – yang diperantarai oleh kisah tragis seorang perempuan yang
mesti terbelenggu dalam kemiskinan. Bagaimana kemudian kemiskinan
membelenggunya, dan ia tidak memiliki jalan lain selain mengobyekkan dirinya
sendiri. Siapa pula yang menginginkan bekerja dengan tangan-tangan usil yang
setiap saat bisa menggerayanginya? Irma adalah salah satu contoh dari sekian
perempuan yang mesti mengorbankan harga dirinya untuk sesuap nasi bagi
keluarganya. Ia rela menggunakan pakaian-pakaian seksi. Ia juga rela
mendapatkan sorotan mata tajam yang siap memangsa. Ia pun juga dengan sukarela
membiarkan siulan-siulan seronok menghampirinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kematian Irma tentu mendapatkan sorotan
media, bahkan media luar negeri seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Komentar-komentar pun bertebaran atas kematian Irma yang tragis itu. Pada
komentar video youtube, orang-orang mencibir bahwa peristiwa kematian Irma
adalah azab dari Tuhan. Perbuatan Irma sebagai biduan dangdut dianggap sebagai
perbuatan maksiat karena telah berani mengumbar aurat. Apa yang dialami oleh
Irma adalah hukuman dunia karena ia berani bertingkah begitu seronok.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Lalu, apakah memang demikian?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Apakah yang dialami oleh Irma
adalah azab dari Tuhan? Kematiannya adalah hukuman? Saya lebih mengamini bahwa
ini adalah “hukuman” bagi orang yang terpenjara dalam kemiskinan. Dan bak
cerita-cerita yang sering kita dengar, bukankah banyak orang miskin yang selalu
dihukum oleh ketidakadilan? Kematian Irma adalah bentuk ketidakadilan atas
sistem yang timpang. Kemiskinan yang membabi buta. Juga penindasan atas
identitasnya sebagai perempuan. Hanya karena ia seorang biduan yang sering
mengenakan baju terbuka, lantas orang-orang menutup mata bahwa kematiannya
sebenarnya telah membuka tabir yang begitu mengenaskan tentang kemiskinan.
Orang-orang malah mengira bahwa kematiannya adalah azab dari tindakan
maksiatnya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Lalu apakah perbuatan Irma memang
suatu tindakan maksiat? Bukan. Irma mengumbar auratnya, memperlihatkan pahanya,
bergoyang dengan begitu seronok bukanlah tindakan maksiat. Semua itu karena
Irma adalah orang miskin. Orang-orang pinggiran – yang dalam pikirannya adalah
tentang bertahan hidup. Berjuang untuk periuk esok hari.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Lalu, apalah kematian Irma adalah
azab?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Banyak orang yang lupa tentang
cerita mengharukan yang terjadi berabad-abad lalu tentang seorang pelacur yang
masuk surga hanya karena memberikan air terakhirnya kepada seekor anjing
kehausan. Bukankah suatu hal yang tidak mungkin pula jika Irma bisa masuk surga
pula karena ia telah menghidupi empat orang dalam keluarganya? Bukankah Tuhan
sangat baik? Bukankah tidak adil jika kita menuduh peristiwa ini sebagai bagian
dari azab. Jika kita mau membuka mata, kita akan tahu bahwa peristiwa ini
adalah satu dari sekian banyak kisah orang-orang pinggiran yang terbelunggu kemiskinan.
Jika kita mau memahami lebih saksama, kisah Irma adalah contoh dari sekian
banyak perempuan yang terbelenggu penindasan dan kemiskinan. Merekalah yang
akan terus mendengungkan obituari-obituari menyedihkan orang-orang pinggiran.
Dan, bilamana kita menghentikan obituari-obituari itu?<br /><br /><br /><br />Dan,<br /><br /><br /><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bilamanakah semua ini akan berakhir?</div>
Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-88060025706361105192016-03-25T05:33:00.000-07:002016-03-25T18:11:31.815-07:00Menimbang Ulang Rencana Pembangunan Bandara Kulon Progo<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<i>Pembangunan Bandara Internasional di Kulon Progo akan dimulai pada Mei
2016. Sementara itu, masyarakat Kulon Progo yang tergabung dalam Wahana Tri
Tunggal (WTT) tetap menolak. Kini, mereka tengah berjuang untuk masa depan
anak-cucu mereka dan bumi pertiwi.<o:p></o:p></i></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<i><br /></i></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOM4JewWDsXqBZDp0axhry8K2UEgqFK9ZjVFTnPRNG-KCQtWgaM9mjZ9nCBH7R1gloZI-4GxUn-YqGhc_OqCpyTlb8DnfhlRF1SXOyuPjKiiNXQomjmKOB5ZMf0wcO5r7P0UN23CsgMDIT/s1600/DSC_0301.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="425" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOM4JewWDsXqBZDp0axhry8K2UEgqFK9ZjVFTnPRNG-KCQtWgaM9mjZ9nCBH7R1gloZI-4GxUn-YqGhc_OqCpyTlb8DnfhlRF1SXOyuPjKiiNXQomjmKOB5ZMf0wcO5r7P0UN23CsgMDIT/s640/DSC_0301.JPG" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Lahan Pertanian di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo</td></tr>
</tbody></table>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<i><br /></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Berada di bagian barat pesisir
pantai Selatan Jawa, ombak-ombak yang berdebur akan memecah. Ombak yang pecah
itu diakibatkan oleh bebatuan tetrapod atau alat pemecah ombak yang dipasang
berjejeran. Mereka menjadi bulir-bulir air tatkala saling berbenturan. Di
tempat itulah, kita akan menyaksikan pemandangan pantai yang unik dibanding
pantai lain di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Tempat itu adalah Pantai Glagah yang berada di Kecamatan Temon,
Kapupaten Kulon Progo. Pantai ini tepat
dikunjungi saat matahari terbenam dan membiaskan cahaya pada bulir-bulir ombak
yang terpecah oleh tetrapod tatkala keduanya berbenturan. Jika berwisata ke
Pantai Glagah, kita juga akan menjumpai
banyaknya penjual semangka dengan harga relatif murah. Buah-buah itu merupakan
hasil panen warga setengah. Rata-rata mata pencaharian utama warga Kecamatan
Temon memang petani. Mereka menanam berbagai jenis tumbuhan, mulai dari tanaman
palawija sampai sawah. Menurut penuturan Agus Supriyanto, salah satu warga Desa
Glagah, semua jenis tanaman dapat tumbuh di wilayah ini. “Lahan di tempat ini memang
produktif,” jelasnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Hamparan lahan pertanian berupa
kebun cabai, melon, semangka, dan terong pun akan dengan mudah kita saksikan
ketika menuju Pantai Glagah. Kita juga akan menjumpai petani Kulon Progo yang
sibuk menggarap lahannya. Seperti yang terjadi pagi itu (17/03), suasana di
Desa Glagah tetap sibuk dengan aktivitas pertaniannya. Beberapa petani tampak
menyiangi tanaman dan memberikan pupuk. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sayangnya, aktivitas pertanian di
Desa Glagah dan sekitarnya tidak akan bisa dinikmati lagi beberapa tahun ke
depan. Sebab, Glagah dan lima desa lain yaitu Palihan, Sindutan, Jangkaran,
Kebon Rejo, dan Temon Kulon akan dialihfungsikan menjadi bandara. Setelah kasasi
dikabulkan oleh MA September lalu, pembangunan
Bandara Internasioal secara resmi telah ditetapkan di Kulon Progo. Meski
begitu, aktivitas di desa Glagah dan kelima desa terdampak lainnya masih tetap
sama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pemindahan bandara dari
Yogyakarta ke Kulon Progo memang sudah menjadi wacana sejak 2011. Menurut keterangan Tommy Soetomo,
Direktur Angkasa Pura, Bandara Adisutjio sudah tidak memungkinkan lagi untuk
dipergunakan. Jumlah penumpang sudah melebih batas. Kapasitas Bandara Adisujito
hanya bisa memuat 1,2 juta penumpang. “Namun, pada tahun 2013 jumlah penumpang mencapai 5,6 juta,” ujarnya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 15.75pt; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 15.75pt; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgF-Jfq_HT59bzScJps1RLu_YyRQ7AqwHmpnEAdofLXVqxxr3COt4PubcNT4XT_btStOcL2846RgxU1dIj_sSbSa2k3hwKGs3QLoD0ISiJMg3dj00b0XB-qD24_kgxg4m4jzb4wbiQW0sFz/s1600/infograsi+kp3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="474" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgF-Jfq_HT59bzScJps1RLu_YyRQ7AqwHmpnEAdofLXVqxxr3COt4PubcNT4XT_btStOcL2846RgxU1dIj_sSbSa2k3hwKGs3QLoD0ISiJMg3dj00b0XB-qD24_kgxg4m4jzb4wbiQW0sFz/s640/infograsi+kp3.jpg" width="640" /></a></div>
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 15.75pt; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 15.75pt; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Masih menurut Tommy, bandara baru
di Kulon Progo dapat memuat penumpang hingga 15 juta. Bandara yang akan dinamai
Nyi Ageng Serang ini membutuhhkan lahan sebesar 637 hektar. Luasan itu
disebut-sebut mencapai sepertiga dari Bandara Soekarno Hatta. Pembangunan
bandara ini rencananya akan menghabiskan dana sebesar 7 triliun yang didapat
dari berbagai mitra.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvTJUJGJsqO-6m-40Vx1JSdoZAypRs-ZDtFC65teveTkpeHAz-hNpPA38aEFnMetSNT6RsiEzCR6TCCte4mvaVz49rbvJHzrTyvX5qSSohvI2j9UDfPfEvABHQ9LJ-QQ99nZl_Cal9iB9q/s1600/Data+Anggaran+1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="187" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvTJUJGJsqO-6m-40Vx1JSdoZAypRs-ZDtFC65teveTkpeHAz-hNpPA38aEFnMetSNT6RsiEzCR6TCCte4mvaVz49rbvJHzrTyvX5qSSohvI2j9UDfPfEvABHQ9LJ-QQ99nZl_Cal9iB9q/s400/Data+Anggaran+1.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Berdasarkan hasil survei lapangan
tim Feasiblitty Studies (FS) pembangunan bandara, Kulon Progo memang mendapat
penilaian tertinggi. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah wilayah
Kulon Progo yang luas, masih minim pemukiman, dan terletak di pesisir pantai
Selatan Jawa. Namun, Tim FS juga menemukan beberapa kekurangan seperti adanya
potensi gempa dan tsunami.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2t33DEiXkvSVsYhN-075di26VSqfa7jP1owzB5UDqcCTQ-DJ-x5eCbSR8XmTuJn-lP4Tjh2CJENbZEoliJy4boD1kO-Rl7KsD4Q89IZmKxM-zLBNqpBWGZQNvId6841lBEBcjbX-WCDZQ/s1600/infograsi+kp2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="490" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2t33DEiXkvSVsYhN-075di26VSqfa7jP1owzB5UDqcCTQ-DJ-x5eCbSR8XmTuJn-lP4Tjh2CJENbZEoliJy4boD1kO-Rl7KsD4Q89IZmKxM-zLBNqpBWGZQNvId6841lBEBcjbX-WCDZQ/s640/infograsi+kp2.jpg" width="640" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b>Tetap Menolak<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Meski telah ditetapkan, warga
akan tetap menolak pembangunan bandara karena akan merusak lingkungan dan
menghilangkan lahan produktif. Warga pun sebetulnya telah menolak rencana
pembangunan bandara sejak 2011. Penolakan ini kemudian menyatukan warga dari
keenam desa tersebut dengan membentuk organisasi Wahana Tri Tunggal (WTT). <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sekitar 700 kepala keluarga tergabung dalam WTT. Kebanyakan mereka adalah masyarakat yang terkena dampak
langsung dari pembangunan bandara. Selain pemilik lahan, banyak juga masyarakat
luar daerah yang menggantungkan nasibnya di Kulon Progo.“Banyak masyarakat luar
daerah yang bekerja menjadi petani penggarap dan pedagang di sekitar sini.,”
ungkap Agus. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Selain itu, warga WTT juga
menyebutkan bahwa prosedur pembangunan bandara menuai banyak kecurangan
terutama saat konsultasi publik. Sejak semula, pemerintah dan pengembang hanya
menghitung suara warga yang hadir dalam konsultasi publik saja. Sehingga, warga
yang absen tidak dihitung pendapatnya. Padahal menurut Agus, warga yang
menghadiri konsultasi publik sengaja diarahkan untuk menyetujui proyek
pembangunan bandara. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Purwinto, Ketua WTT demisioner,
beralasan dengan menghadiri konsultasi publik artinya mereka menerima
pembangunan bandara dengan syarat. Akhirnya, dua kali konsultasi publik warga
WTT memilih tidak datang. “Kami memilih tidak datang karena menolak dan tidak
ada kompromi. ” tegas Hermanto, salah satu warga Palihan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pada tahap sosialisasi pematokan yang
lalu (23/11/15), Ari Yuwirin, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN)
DIY mengklaim bahwa warga sudah ikhlas dengan pembangunan bandara. Dilansir
dari liputan6.com, warga yang terdampak pembangunan bandara menyetujui adanya
pembangunan. Padahal, saat itu WTT menegaskan bahwa mereka tidak mengizinkan
jika lahan pertanian mereka dipatok.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPL91_8Y9zrA9JD-3vJYaEkyllLw62N9hWOeECFa80nwg_Nd0G3VwZNN7uPiMC6fx_8_F6MHGUc27jrR48Q0IXgBeARGiMADOWgFJoypVFwtHDH67waaAQx4wKeBHBDDuWTWp2A-YlPt8u/s1600/DSC_0315.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="425" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPL91_8Y9zrA9JD-3vJYaEkyllLw62N9hWOeECFa80nwg_Nd0G3VwZNN7uPiMC6fx_8_F6MHGUc27jrR48Q0IXgBeARGiMADOWgFJoypVFwtHDH67waaAQx4wKeBHBDDuWTWp2A-YlPt8u/s640/DSC_0315.JPG" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">"Tidak boleh dipatok"/@Lamia</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Putusan Penetapan Lokasi
Pembangunan untuk Pengembangan Bandara Baru di DIY telah dikeluarkan sejak 31 Maret
2015 oleh Gubernur DIY. Namun warga yang tergabung dalam WTT menggugat Surat
Keputusan Gubernur DIY Nomor 68/KEP/2015 tersebut. Awalnya, gugatan
dimenangkan oleh WTT sehingga surat putusan tersebut dicabut oleh Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN). SK tersebut dinilai bertentangan dengan dengan
Peraturan Daerah DIY Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) DIY Tahun 2009-2029. Surat Keputusan tersebut dianggap melanggar Pasal
23 dan 51 Perda RTRW. Namun, peraturan mengenai RTRW sendiri langsung direvisi
pada tahun 2012 sehingga pasal yang dilanggar sudah tidak ada lagi. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pemerintah DIY pun mengajukan
kasasi kepada MA dan dikabulkan sehingga pembangunan bandara tetap lanjut. November
tahun lalu sampai Maret 2016 adalah pengukuran lahan calon bandara. Proses ini tentunya
mendapatkan perlawanan dari warga. Tercatat telah terjadi bentrok beberapa kali
dan menimbulkan korban luka-luka seperti
yang terjadi pada 16 Februari 2016. “Pihak BPN membawa serta aparat yang
jumlahnya ratusan saat itu. Dengan membawa aparat, saya kira hal itu sudah
termasuk tindakan represif terhadap warga. Apalagi kini telah ada korban,”
tutur Agus yang juga merupakan Humas WTT.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Menurut Ari Maret lalu (11/03), tim
appraisal kini sedang dibentuk untuk menentukan harga ganti rugi lahan. Namun ganti rugi itu pun juga menimbulkan
gejolak karena nominalnya yang tidak sesuai. Warga yang awalnya mendukung
beralih menjadi kontra. “Mereka (pro) ingin dibayar saat pematokan sebesar
tujuh juta,” ujan Agus. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkfY_bnCzBk8KQdbqqlGDkLFITf_ovUbLtpQMjBI75DJcAB44Du1rPkXGrxxGvSKDiCIOH43cm5mhAKFld_S9qj_yRYy7DkLg8UcBC9b80Kvnwg664flaWOElovNq-4Sm_9w8PzZNCJRyX/s1600/Data+Luas+Lahan+1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="296" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkfY_bnCzBk8KQdbqqlGDkLFITf_ovUbLtpQMjBI75DJcAB44Du1rPkXGrxxGvSKDiCIOH43cm5mhAKFld_S9qj_yRYy7DkLg8UcBC9b80Kvnwg664flaWOElovNq-4Sm_9w8PzZNCJRyX/s400/Data+Luas+Lahan+1.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5TmVQpa68SQMmSLLvicHMYLDl0Mx6Z8tyzaq8_DJKo116Ad0TGcifbMqMN9QgZcCEGOxRRncFUunDfBMEsR39Lre_8jl5EaNkdRt8aZhKFmIKqXv_bpLbBn9xgnKF_lfnqtOUsraOMAFv/s1600/Data+Luas+Lahan+2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="267" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5TmVQpa68SQMmSLLvicHMYLDl0Mx6Z8tyzaq8_DJKo116Ad0TGcifbMqMN9QgZcCEGOxRRncFUunDfBMEsR39Lre_8jl5EaNkdRt8aZhKFmIKqXv_bpLbBn9xgnKF_lfnqtOUsraOMAFv/s400/Data+Luas+Lahan+2.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxbuzkCOp_ij1YzlszV6_pd9xgB8Z5drn1EauIaVWQ4GztvdJJwItsVSM5DBExwj5yGL2uMX_ilYSI-zm1w5M7mGnVQpcvjV8W1CXrKBEPD7hJx56ntuN3N3GkomE3dy3A3Wq-Ba0e97we/s1600/1+%25281%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="449" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxbuzkCOp_ij1YzlszV6_pd9xgB8Z5drn1EauIaVWQ4GztvdJJwItsVSM5DBExwj5yGL2uMX_ilYSI-zm1w5M7mGnVQpcvjV8W1CXrKBEPD7hJx56ntuN3N3GkomE3dy3A3Wq-Ba0e97we/s640/1+%25281%2529.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJzfuDK9rlZTrkUwCcEVeCN-h_Hw6qJ6cujMNcz3NzOuQo__CwHR7juLisiOB4tWs2aHsytVNJquq5H0aTCEGH6yoQXyRt15Jx0N35K7kjcBatJe3duibtVR-cB9xlYNmIaJE0is8Zv3vy/s1600/2+%25281%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="450" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJzfuDK9rlZTrkUwCcEVeCN-h_Hw6qJ6cujMNcz3NzOuQo__CwHR7juLisiOB4tWs2aHsytVNJquq5H0aTCEGH6yoQXyRt15Jx0N35K7kjcBatJe3duibtVR-cB9xlYNmIaJE0is8Zv3vy/s640/2+%25281%2529.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwjeZt0z8TjZPknLypaZSF1zDHciRoobKS330n8Ar-npOWFhKMhsPh4tpKRBZkcxvHnKT5als5unqAq6HWhUi-nUMHlg9AdspyGCZ3NY0ngdIfsP45j-Lysy_ymCvte2uo_w8-7oS9wcQF/s1600/3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="450" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwjeZt0z8TjZPknLypaZSF1zDHciRoobKS330n8Ar-npOWFhKMhsPh4tpKRBZkcxvHnKT5als5unqAq6HWhUi-nUMHlg9AdspyGCZ3NY0ngdIfsP45j-Lysy_ymCvte2uo_w8-7oS9wcQF/s640/3.jpg" width="640" /></a></div>
<br />
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEittquJ7ZcXps5qE85kOjq7mqmigdMIXujmEcfsj6wMtodfvfUSmFnewqVF-5Nts1RVEyjEMNSSGa1AlPmltxo3klSWBWonvnwLYwkvpxwavoStoEz4APfdRwBARYjsC25Jw_rAteQ0JhHm/s1600/4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="450" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEittquJ7ZcXps5qE85kOjq7mqmigdMIXujmEcfsj6wMtodfvfUSmFnewqVF-5Nts1RVEyjEMNSSGa1AlPmltxo3klSWBWonvnwLYwkvpxwavoStoEz4APfdRwBARYjsC25Jw_rAteQ0JhHm/s640/4.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Kronologi Rencana Pembangunan Bandara</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b>Meneropong Masa Depan <o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMZQGEcrbAeJuZZ92jc3PJGYe0Nlhep95hwHDiSL_WrRLKLeK6efPvTKRGtvlxYrXzWfVm3Gid265I1PEB12ujd-glEI-8f5ZqMaccOERJs-iOeLSL5B_WFDIquUTFNu9G4LBZBFJTcn8W/s1600/DSC_0491.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMZQGEcrbAeJuZZ92jc3PJGYe0Nlhep95hwHDiSL_WrRLKLeK6efPvTKRGtvlxYrXzWfVm3Gid265I1PEB12ujd-glEI-8f5ZqMaccOERJs-iOeLSL5B_WFDIquUTFNu9G4LBZBFJTcn8W/s640/DSC_0491.JPG" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Aksi Pura-Pura Mati yang dilakukan oleh WTT pada (26/10/15)/ @Lamia</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sebagai dampak akan dibangunnya
bandara, Bambang Tri Budi Harsono, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Kulon Progo, menegaskan adanya ganti rugi layak yang diatur dalam UU
No. 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah. Namun, warga Kulon Progo tetap
menolak pembangunan bandara tersebut. Menurut Martono, keberadaan bandara tidak
memberikan dampak positif bagi petani walaupun mendapatkan ganti rugi. “Kami
tidak meminta ganti rugi atas lahan kami. Sebab, kami tidak menjualnya kepada
Angkasa Pura dan kami akan tetap mengelolanya,” jelas Martono.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="tab-stops: 182.25pt; text-align: justify;">
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="tab-stops: 182.25pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Keberadaan bandara jelas akan
memberikan dampak yang besar kepada para petani di masa depan. Bambang
Suwignyo, anggota LSM Dinamika, mengatakan bahwa kesejahteraan dan lowongan
pekerjaan akan menjadi persoalan utama yang akan dialami oleh petani. Hilangnya
lahan pertanian yang biasa mereka kelola tentu akan menyebabkan para petani
kehilangan pekerjaan. Mengantisipasi hal
tersebut, Angkasa Pura telah memberikan jaminan pekerjaan di bandara. “Namun
yang jadi pertanyaan, lowongan pekerjaan itu nantinya untuk siapa?” ujar
Suwignyo.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Para petani pun pesimis akan
mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan mampu menyejahterakan mereka. “Rata-rata
petani hanya lulusan SD. Tidak mungkin jika kami ditempatkan pada posisi-posisi
strategis seperti pilot,” jelas Agus yang juga merupakan Humas WTT. Angkasa
Pura juga menegaskan bahwa jaminan
pekerjaan bagi para petani Kulon Progo diperuntukkan bagi mereka yang memenuhi
kualifikasi. Adapun yang tidak memenuhi kualifikasi akan mendapatkan tawaran
pekerjaan sebagai kuli panggul.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Mendengar hal tersebut, Agus pun
semakin pesimis dengan kehadiran bandara. Menurutnya, bekerja menjadi kuli
panggul tidak memberikan kesejahteraan sama sekali. Selain itu, sebagian warga
yang telah memasuki usia tidak produktif tentu tidak akan mendapatkan pekerjaan
di bandara. Ia juga meragukan bahwa pekerjaan tersebut akan mengakomodasi
seluruh warga terdampak di Kulon Progo. “Memangnya yang bisa jadi kuli panggul
berapa orang? Lagipula, pekerjaan kami ini sebagai petani, bukan buruh. Menjadi
kuli panggul tidak akan membuat kami lebih sejahtera,” jelasnya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Menanggapi hal tersebut, Ir. Aris
Nugroho M. MA, Sekretaris Dinas Pertanian Kulon Progo menjelaskan, para petani
masih bisa menggunakan keterampilannya untuk merawat rumput di bandara. Aris
menjelaskan bahwa hal tersebut akan diakomodasi oleh Angkasa Pura. Tetapi,
lagi-lagi WTT menyangsikan hal tersebut. “Merawat rumput tentu hasilnya tidak
sebanding dengan mengolah lahan milik kami sendiri,” ujar Agus.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Menurut Aryadi Subagyo, Humas
Angkasa Pura, wilayah Temon nantinya akan dijadikan Airport City. Wilayah
itu nantinya akan menjadi pusat industri, pusat perbelanjaan, serta tujuan
wisata yang baru. Jika rencana ini diwujudkan, AB Widyanta, Dosen Sosiologi,
mengkhawatirkan luas lahan pertanian yang dikonversi akan makin besar. Artinya,
makin banyak orang yang harus beralih profesi. Menurutnya, harus ada antisipasi
yang dilakukan jika bandara benar-benar dibangun. “Penyiapan warga untuk
beralih profesi jadi pilihan terakhir yang harus diambil,” terangnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Selain persoalan alih profesi,
masalah penggantian lahan juga menjadi kegelisahan para petani. Pasalnya,
hingga kini Pemerintah Daerah belum memberikan kejelasan relokasi dan ganti
rugi. “Kami akan tinggal di mana setelah itu? Sementara penggantian lahan
membutuhkan proses yang lama,” ujarnya. “Bandara sama sekali tidak memberikan
kesejahteraan bagi kami,” lanjut Agus.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Melihat apa yang terjadi di Kulon Progo, Suwignyo mencontohkan kasus serupa yang terjadi di Lombok pada tahun 2006. Pembangunan bandara tersebut kini menimbulkan berbagai persoalan sosial seperti ketiadaan lowongan pekerjaan dan minimnya kesejahteraan. Warga yang dulunya menjadi petani beralih profesi menjadi pedagang asongan, bahkan pencopet. Melihat hal tersebut, WTT tentu tidak ingin mengalami hal yang sama. “Keinginan kami hanya satu, yaitu bertani!” jelas Martono. “Kami mempertahankan lahan kami bukan hanya untuk penghidupan tetapi juga masa depan. Masa depan anak-cucu kami dan masa depan bumi,” tegasnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjL0BwxMGhZfpHjrgzLA7WBay9uQT0TQjmvY4OkuLq_jjoxRmhBr-Yv04SM-OBlCDTlpfoBKUbpCeE-rU-VePEfyXrwQftbrUxZIz9kuSHFfmmzwu42O_yNamz9GpauYC5BOJmLdtetDimn/s1600/DSC_0426.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjL0BwxMGhZfpHjrgzLA7WBay9uQT0TQjmvY4OkuLq_jjoxRmhBr-Yv04SM-OBlCDTlpfoBKUbpCeE-rU-VePEfyXrwQftbrUxZIz9kuSHFfmmzwu42O_yNamz9GpauYC5BOJmLdtetDimn/s640/DSC_0426.JPG" width="425" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Salah seorang petani mencoba menghalang-halangi pematokan./@Lamia</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b>Referensi:<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.angkasapura1.co.id/">http://www.angkasapura1.co.id/</a><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.kulonprogokab.go.id/">http://www.kulonprogokab.go.id/</a><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
Kusnul Isti Qotimah dalam “Bandara Kulon Progo, Tim Appraisal Segera
Terbentuk,” <a href="http://m.harianjogja.com/baca/2016/03/21/bandara-kulonprogo-tim-appraisal-segera-terbentuk-702756">http://m.harianjogja.com/baca/2016/03/21/bandara-kulonprogo-tim-appraisal-segera-terbentuk-702756</a>,
diakses pada 15 Maret 2015<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
Lamia Putri Damayanti dalam “Celah Hukum Konversi Lahan Calon Bandara”,
<a href="http://www.balairungpress.com/2015/10/celah-hukum-konversi-lahan-calon-bandara/">http://www.balairungpress.com/2015/10/celah-hukum-konversi-lahan-calon-bandara/</a>,
diakses pada 15 Maret 2015.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
Lamia Putri Damayanti dalam “Kasasi Kabul, WTT Gelar Aksi 15 Hari”, <a href="http://www.balairungpress.com/2015/10/ma-kabul-wtt-gelar-aksi-15-hari/">http://www.balairungpress.com/2015/10/ma-kabul-wtt-gelar-aksi-15-hari/</a>,
diakses pada 14 Maret 2015.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
Fathi Mahmud dalam “Pemerintah Janji Ganti Rudi Lahan Pembangunan
Bandara Kulon Progo, terarsip pada <a href="http://news.liputan6.com/read/2376202/pemerintah-janji-ganti-rugi-lahan-pembangunan-bandara-kulonprogo">http://news.liputan6.com/read/2376202/pemerintah-janji-ganti-rugi-lahan-pembangunan-bandara-kulonprogo</a>,
diakses 14 Maret 2015<o:p></o:p><br />
http://print.kompas.com/baca/2015/06/24/Proses-Pengadaan-Tanah-Bandara-Kulon-Progo-Berhent</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 1.0cm; text-align: justify; text-indent: -1.0cm;">
<a href="http://www.balairungpress.com/2015/12/pematokan-lahan-bandara-dimulai-wtt-tetap-menolak/">http://www.balairungpress.com/2015/12/pematokan-lahan-bandara-dimulai-wtt-tetap-menolak/</a><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.balairungpress.com/2015/03/sengkarut-rencana-pembangunan-bandara/">http://www.balairungpress.com/2015/03/sengkarut-rencana-pembangunan-bandara/</a><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b>Sumber Ilustrasi:<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.djogjasumberberita.com/retetan-kasus-penumpang-gelap-naik-ke-ban-pesawat/">http://www.djogjasumberberita.com/retetan-kasus-penumpang-gelap-naik-ke-ban-pesawat/</a><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.merdeka.com/peristiwa/pesawat-transasia-jatuh-di-taiwan.html">http://www.merdeka.com/peristiwa/pesawat-transasia-jatuh-di-taiwan.html</a><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Catatan:<o:p></o:p></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->1.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><!--[endif]-->Daerah
Istimwa Yogyakarta menganut sistem pemerintahan kerajaan. Oleh karena itu, pada
beberapa wilayah terdapat tanah yang merupakan milik kerajaan. Tanah ini biasa
disebut Sultanaat Ground dan Pakualaman Ground (SG/PAG).<o:p></o:p></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->2.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><!--[endif]-->Semua
foto adalah dokumentasi milik pribadi yang diambil saat liputan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18.0pt;">
<!--[if !supportLists]-->3.<span style="font-size: 7pt; font-stretch: normal;"> </span><!--[endif]-->Penulis
mengambil beberapa ilustrasi di internet. Tetapi hanya mengambil ilustrasi
pesawat saja yang digunakan untuk membuat infografis kondisi bandara AD dan Rencana Pembangunan Bandara baru. Untuk melihat ilustrasi tersebut dapat dilihat di tautan link.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br />
<br />
<o:p></o:p></div>
Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-62740688911171240262016-03-14T09:49:00.002-07:002016-03-14T09:49:33.545-07:00Iman<br /><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Tulisan ini merupakan
keberlanjutan dari unggahan sebelumnya, <a href="http://mountain-pirates.blogspot.co.id/2016/03/ateis.html">ateis</a>. Sila dibaca terlebih dahulu
untuk memaknai duduk perkaranya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEga2N3ii6eG8AzocyX9DJp3mulgTzSodV8lb-U7ENj-oz_KybalfrLKFbwG6YOWb2jMWz9ZcBZzMLcWORf9vQZXTd68MntQKWDyDBRuzqtay-gH1RKd90dOz8KlVxtt7A2GdYSVoD8okW5A/s1600/Nullifiers-of-Prayer.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="442" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEga2N3ii6eG8AzocyX9DJp3mulgTzSodV8lb-U7ENj-oz_KybalfrLKFbwG6YOWb2jMWz9ZcBZzMLcWORf9vQZXTd68MntQKWDyDBRuzqtay-gH1RKd90dOz8KlVxtt7A2GdYSVoD8okW5A/s640/Nullifiers-of-Prayer.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">via www.islam.com.</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku baru saja membaca sebuah
buku, di dalamnya tertulis <i>“Sesungguhnya
iman seseorang yang terafdal ialah ia merasa bahwa Allah bersamanya di mana
saja,”.</i> (HR. Hakim dan Baihaqi). Beberapa waktu lalu, aku menulis tentang
kesendirian – juga rasa sepi yang tidak pernah sirna. Aku bahkan sempat
menyebutnya sebaga rasa sakit dan bahkan penderitaan. Aku mengkonklusikan bahwa
perasaan itu berkaitan dengan ketidakpercayaanku terhadap Tuhan. Aku menduga;
mungkin saja aku sudah menuju tahap ateis. Sebab, jika aku percaya padanya,
bukankah aku tidak perlu merasa kesepian? Sebab, Tuhan selalu bersamaku di mana
saja.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ternyata, letak permasalahannya
ada pada iman; yang mudah melemah itu – juga hati; yang mudah sekali
terbolak-balik itu. Ada kesalahan besar yang terletak dalam otakku, yaitu
merepresentasikan iman. Bagaimana menangkup semua itu pada suatu asa yang tidak
terperi. Bukankah kepada iman, seharusnya aku menangkup harapan? Bukankah
kepada iman, adalah alasanku bertahan?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Membaca hadis yang diriwayatkan
oleh Hakim dan Baihaqi itu, aku menjadi sadar, bahwa selama ini, keselahan
terletak pada imanku. Orang-orang yang beriman selalu percaya bahwa Allah
selalu bersama mereka, di mana saja dan kapan saja. Jika sudah begitu, bukankah
aku tak perlu risau ketika merasa sendiri. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku tidak pernah merasa sebahagia
ini, semenjak tahu, bahwa aku tidak pernah sendiri. Aku tidak pernah merasa
senyaman ini, sejak tahu, Tuhan selalu bersamaku. Ia sangat dekat. Begitu dekat, lebih dekat dari urat nadiku. Aku
tidak pernah tahu – bahwa cara yang tepat untuk memecah sunyi adalah berdialog
dengan-Mu. Meningkatkan iman, menguatkannya, sehingga ia bertahan untuk tetap
memupuk harapan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku baru saja tahu, bahwa
ternyata dalam senyap itu – seharusnya aku dan Tuhan bisa berkomunikasi –
ngobrol – berdialektika. Tetapi, aku enggan, dan malah meratapi kesendirian –
sepi yang memekakkan sunyi. Aku melupakan iman – melupakan cara mengimani
keberadaan Tuhan, yang akan selalu bersamaku. Aku abai bahwa aku memliki Tuhan.
Aku merasa takut dengan semua kefanaan ini. Padahal, yang kekal telah
menantiku, juga merengkuhku dalam setiap kesunyian yang merundung.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku baru tahu. Ternyata sepi,
sunyi, dan sendiri dengan segala kesenyapan itu adalah cara-Mu untuk membuatku
kembali pada-Mu. Aku baru tahu, bahwa senyap ini adalah bahasa-Mu, cara-Mu
menyampaikan sesuatu. Aku baru tahu, rasa sepi dan kesunyian ini adalah cara-Mu
mengingatkanku. Aku baru tahu, bahwa Kamu merestui segalanya. Semuanya. Aku
baru tahu, ternyata, inilah yang ingin Kamu sampaikan. Tentang iman. Iman yang
mulai goyah. Dan bahkan aku, sempat berpikir tentang ateisme hanya karena abai
tentang-Mu saat dalam kesendirian. Sekarang, aku, aku sudah tahu. Benar-benar
tahu. Aku tidak sendiri. Tuhan bersamaku. Dan selama iman itu ada – harapan akan
selalu ada untuk membuatku bertahan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Terimakasih Tuhan, atas dialognya
hari ini. Aku akan selalu percaya – juga berusaha menguatkan iman ini. Ngomong-ngomong,
aku tiba-tiba kembali mencintai rasa sepi ini, tentang kesendirian, kesunyian,
dan kesenyapan. Di sela-sela hiruk-pikuk itulah, aku lebih mampu merasakan-Mu. Di
saat-saat seperti itulah, aku bisa berbicara kepada-Mu. Dan seolah-olah aku
merasakan, jika Kamu mendengarkanku dengan saksama. Tentang semuanya.<o:p></o:p></div>
Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-60692209775632537782016-03-11T08:21:00.000-08:002016-03-11T08:21:03.104-08:00Ateis,<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjD3LpF-B5PH2PArDHOt0_FiNy6Gd1HkKud18tgTB88pKcGJ9bgCcEkP5uV8Jklh6OEBJpNEBy_ZTSTTD3ZBOqBZ4m6YfCUTUAkr3OAEHatRoVVLI8XzfynN7JtqQbcKpj-3T-ATNJUax3C/s1600/alone-amusement-balance-black-and-white-Favim.com-536435.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="425" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjD3LpF-B5PH2PArDHOt0_FiNy6Gd1HkKud18tgTB88pKcGJ9bgCcEkP5uV8Jklh6OEBJpNEBy_ZTSTTD3ZBOqBZ4m6YfCUTUAkr3OAEHatRoVVLI8XzfynN7JtqQbcKpj-3T-ATNJUax3C/s640/alone-amusement-balance-black-and-white-Favim.com-536435.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">via http://s5.favim.com</td></tr>
</tbody></table>
<br /><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku tidak pernah tahu bawah
kesendirian bisa semenyakitkan ini. Dulu, aku benar-benar tidak menyangka, jika
dan hanya jika, kesepian bisa membuatku begitu menderita. Aku tak pernah tahu,
ternyata terjebak dalam sunyi bisa membuatku mual berkepanjangan. Ini
benar-benar menyakitkan. Padahal, aku pernah sekali berpikir; mungkin dunia
akan sangat menyenangkan jika aku seorang yang memilikinya. Aku bisa menguasai
semuanya tanpa gangguan apapun. Pada akhirnya, aku bisa berbuat sesukaku. Aku
hanya perlu mendengarkan diriku sendiri. Dan orang lain – tentang orang lain—aku
tak perlu bersusah payah mendengarkan mereka.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sayangnya, semua itu jauh dari
ekspektasi. Kecintaanku terhadap sunyi berakhir senyap – dia pun juga tergerus.
Tiba-tiba saja aku teringat, bukankah Adam juga merasa kesepian? Ia pernah
menjadi satu-satunya manusia di bumi ini. Aku pikir dia seharusnya bahagia. Ia
tidak perlu repot dengan urusan orang lain. Tetapi rupanya, seorang Adam pun
juga pernah merasa kesakitan karena kesepian. Sebab itu, Tuhan kemudian menciptakan
Hawa dari tulang rusuknya. Kemudian mereka berketurunan. Dan akibat dari semua
itu, milyaran manusia hidup dalam kesunyian mereka masing-masing.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku pikir berteman dengan sepi
adalah hal yang menyenangkan. Tetapi kini aku sadar bahwa kesendirian bisa
menjadi hal yang menyakitkan. Namun, aku baru saja sedang berpikir. Bukankah
selama ini aku tidak sendiri? Ada atau tidak ada teman bicara, bukankah aku
memiliki Tuhan? Seharusnya kepada-Nyalah aku berbincang-bincang. Berdialog di
malam hari. Tetapi, toh, aku tidak melakukannya. Aku (belum) menginginkannya.
Aku mencari yang lain. Pikirku, aku membutuhkan sosok yang nyata. Empiris dalam
sentuhan dan penglihatan. Apakah aku bisa melihat Tuhan? Bukannya aku seperti
berbicara dengan angin? Namun, jika aku tak menganggap Tuhan menemaniku... Namun,
jika kemudian aku tidak menjadikan Tuhan sebagai teman (berbicara)...<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Apakah aku seorang ateis? <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bukankah seharusnya, jika aku
mempercayai Tuhan, aku tak perlu takut menderita karena kesepian? Bukankah
seharusnya, jika aku mempercayai Tuhan, aku tak perlu merasa sakit hanya karena
sendiri? Bukankah seharusnya aku meyakini bahwa senyap atau tidak. Riuh atau
redam. Bising atau lengang, Tuhan akan selalu menemaniku? Mengapa aku masih
merasa sendiri. Katanya, Tuhan itu jauh lebih dekat dengan nadi kita. Bukankah
artinya, Tuhan benar-benar sangat dekat – menemaniku kemana pun. Tetapi, aku
masih merasa sendiri. Berada dalam kepadatan sepi dan kemeriahan sunyi. Senyap.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Jangan-jangan, aku ini seorang ateis?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sebab, seharusnya, jika aku
mengaku percaya pada-Nya, tentu tak ada kata sendiri dalam sepi. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Mungkin saja, Adam juga seorang
ateis. Jika ia percaya pada Tuhan,
mengapa ia meminta Hawa? Jika Tuhan sudah menjadi segalanya, mengapa ia
memerlukan seorang rekan bicara? Bisa jadi, Adam pun seorang ateis. Mengapa ia
harus bersama Hawa jika Tuhan selalu ada untuknya? Mengapa ia harus merasakan
kesepian seolah-olah lupa bahwa Tuhan selalu bersamanya? Mengapa ia harus
mendapatkan Hawa untuk menemaninya jika Tuhan pun telah menemaninya?<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Mengapa ia harus meretas rasa
kesepian yang begitu menyakitkan itu dengan keberadaan Hawa sementara ia abai –
bahwa Tuhan selalu bersama dirinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i>Seolah-olah semua manusia lupa bahwa ia tidak benar-benar sendiri.
Tetapi mereka merasa menderita padahal mengaku meyakini bahwa Tuhan selalu
bersama mereka. Coba bertanya sekali lagi, apakah benar kita mempercayai
keberadaan Tuhan? Jangan-jangan, kita ini, kita semua,
adalah seorang ateis. Percaya tetapi tidak mengakui.<o:p></o:p></i></div>
Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-42278310011496324062016-02-23T16:59:00.003-08:002016-02-23T16:59:38.387-08:00Keterkaitan Pemahaman Praktik Komunikasi yang Etis dengan Konsepsi Ruang Publik dan Profesionalisme<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="text-align: justify; text-indent: -.55pt;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
Konsep
ruang publik yang akan dibahas di sini adalah konsep yang diutarakan oleh
seorang filsuf Jerman, yaitu Jurgen Habermas.
Mengutip apa yang telah dimaklumatkan oleh Habermas, ruang publik adalah
sebagai berikut: <i>a domain of our social
life where such a thing as public opinion can be formed (where) citizens… deal
with matters of general interest without being subject to coercion…(to express
and publicize their views)</i><i><span lang="EN-US">.</span></i><a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><sup><!--[if !supportFootnotes]--><sup><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[1]</span></sup><!--[endif]--></sup></a><i><span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
Jürgen Habermas menjelaskan konsep ‘ruang publik’
sebagai ruang yang mandiri dan terpisah dari negara (<i>state</i>) dan pasar (<i>market</i>).
Ruang publik memastikan bahwa setiap warga negara memilik akses untuk menjadi
pengusung opini publik. Opini publik ini berperan untuk memengaruhi, termasuk
secara informal, perilaku-perilaku yang ada dalam ‘ruang’ negara dan pasar.
Konsep ruang publik diambil dari sejarah ruang publik kaum borjuis di Jerman
pada abad delapan belas.<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><sup><!--[if !supportFootnotes]--><sup><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[2]</span></sup><!--[endif]--></sup></a><span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
Ketika berbicara mengenai ruang publik dalam
konteks media massa akan berbeda dengan konteks yang lain. Dalam hal ini, ada
perbedaan yang signifikan antara <i>public
space</i> dan <i>public sphere</i>. Ashadi Siregar<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><sup><!--[if !supportFootnotes]--><sup><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[3]</span></sup><!--[endif]--></sup></a>
menjelaskan konsep “<i>public sphere</i>/ruang
publik pada dasarnya suatu kondisi/situasi bertemu dan berinteraksinya publik
dengan negara, berlangsung dalam ruang fisik (<i>public space</i>) dan ruang non fisik/sistem kepublikan (<i>public system</i>)”. Berdasarkan penjelasan
tersebut, ruang publik dalam konteks media massa adalah media massa itu
sendiri. Sedangkan <i>public space</i>
berupa ruang fisik yang meliputi jalan, jembatan, halte, dan lain sebagainya.<span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
Dalam memahami media massa sebagai ruang publik
maka kita dapat menyimpulkan bahwa ruang tersebut adalah tempat untuk
berinteraksi dan berkomunikasi. Agar lebih mudah memahami konsepsi media dan
ruang publik, Dennis McQuail secara singkat menjelaskan bahwa ruang publik yang
berkaitan dengan media akan mengakibatkan opini publik.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 63.8pt; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 49.05pt;">
<span style="font-size: 9.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-size: 11.0pt;">The conceptual
“space” that exist in a society outside the immediate circle of private life
and the walls of enclosed institutions and organizations pursuing their own
(albeit sometimes public) goals. In this space, the possibility exists for
public association and debate leading to the formation of public opinion and
political movements and parties that can hold private interests accountable.
The media are now probably the key institution of the public sphere, and its
“quality” will depend on the quality of media. Taken to extremes, certain
structural tendencies of media, including concentration, commercialization, and
globalization, are harmful to the public sphere.<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><sup><!--[if !supportFootnotes]--><sup><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 11.0pt; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[4]</span></sup><!--[endif]--></sup></a></span><span lang="EN-US" style="font-size: 9.0pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-size: 11.0pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 63.8pt; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 49.05pt;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
<span style="text-indent: 21.25pt;">Ashadi Siregar, dalam Konsep Etika Publik</span><a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftn5" name="_ftnref5" style="text-indent: 21.25pt;" title=""><sup><sup><span style="font-family: Calibri, sans-serif; font-size: 11pt; line-height: 16.8666667938232px;">[5]</span></sup></sup></a><span style="text-indent: 21.25pt;">, memaparkan bahwa media massa berfungsi sebagai penghubung antara fakta sosial dan ruang publik. Fakta publik, yang bersifat benar dan obyektif, menjadi dasar penilaian opini publik oleh warga secara rasional. Media massa, dalam konteks ini, menangkap realitas dalam masyarakat, menyaring, dan menyebarluaskannya melalui pemberitaan. Ia membangun makna publik – sebagian fakta publik yang terdistorsi sesuai pembingkaian redaksi.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
Dalam memahami praktik komunikasi yang etis, kita
perlu mendedahnya dengan teori normatif dan teori moral. Kedua teori tersebut
adalah perpaduan yang mampu melahirkan etika komunikasi. Teori normatif merujuk
pada kemampuan analisis sementara teori moral merujuk pada kesadaran moral.
Maksud dari hal ini bahwa praktik komunikasi yang etis berkenaan dengan praktik
teori normati dan teori moral. Keduanya berperan dalam menciptakaan pemahaman
praktik komunikasi yang etis.<span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
Teori normatif merupakan teori yang menjelaskan hal-hal
yang dianggap benar dan dianut oleh masyarakat luas. Landasan kebenaran adalah
normatif ideologis. Pada kajian etika komunikasi, teori ini berguna untuk
melihat hubungan interaksi media sebagai institusi sosial dengan institusi
lainnya di dalam suatu struktur sosial. Teori ini juga mengkaji penilaian
masyarakat secara struktural, mengenai
efek hubungan tersebut dalam menjaga kestabilan dan keharmonisan struktur
sosial. Contoh kasusnya adalah bahwa teori ini dapat digunakan untuk mengkaji
kasus pemberitaan tidak berimbang pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014. Salah
satu fungsi institusi media memang sebagai kontrol kinerja pemerintahan. Namun
saat media ditumpangi kepentingan politik tertentu, keberimbangan beritanya
diragukan, terlebih jika pemberitaannya selalu memojokkan salah satu pihak saja
tanpa dilakukan verifikasi dan klarifikasi yang jelas.<span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Sedangkan, teori moral merupakan teori yang
menjelaskan kebenaran menurut kacamata individu berdasarkan realita. Pada
kajian etika komunikasi, teori moral berguna untuk melihat dasar perilaku
praktisi di bidang ilmu komunikasi dari hasil luaran yang dibuat praktisi
tesrebut. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Nah, setelah membahas dengan dalam apa itu
konsepsi ruang publik dan bagaimana praktik komunikasi yang etis serta
profesionalisme. Keterkaitan ketiganya bersifat berkesinambungan. Pemahaman
praktik komunikasi yang etis adalah landasan utama dalam menjalankan
profesionalitas. Sementara itu, dalam tulisan ini telah disebutkan bahwa
profesionalisme pekerj a di bidang media dipertanggungjawabkan kepada publik.
Para pekerja di bidang komunikasi memiliki peran yang besar dalam mengelola
pesan dan mendistribusikannya kepada audiens dengan kontkes yang luas. Ketiga
aspek ini jelas berkaitan karena etika sebagai nilai moral adalah landasan kerja
seorang profesional yang mempertanggungjawabkan kinerja pada publik. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Jika seorang pekerja di bidang komunikasi telah
memahami kode etik profesinya dan menjalankan praktik komunikasi yang etis.
Orang tersebut secara tidak langsung telah mengembang tugas profesionalismenya
di hadapan publik. Tanggungjawabnya terhadap pesan-pesan yang harus disampaikan
kepada publik telah tercipta. Adapun, pemahaman praktik komunikasi yang etis
membimbing para pekerja di bidang komunikasi untuk menyampaikan pesan secara
efektif dan tidak bias makna. Selain itu, pemahaman praktik komunikasi yang
etis membimbing para bekerja untuk bekerja secara profesional dan mampu
mempertanggung jawabankannya kepada publik. Adapun, dalam konsepsi ruang
publik, para pekerja media mampu menghubungkan fakta sosial dan fakta publik
melalui pemahaman praktik komunikasi yang etis.<span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div>
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE" style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: X-NONE; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: X-NONE;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="X-NONE"> Alan McKee (2005). <i>The
Public Sphere: An Introduction</i>. Cambridge: Cambridge University Press. Hlm.
4<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn2">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE" style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: X-NONE; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: X-NONE;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="X-NONE"> </span><span lang="X-NONE" style="background: white; color: #333333; mso-bidi-font-family: Arial;">Habermas, J. ‘The Public Sphere: An
Encyclopedia Article (1964)’,<span class="apple-converted-space"> </span><i>New
German Critique<span class="apple-converted-space"> </span></i>3
(Autumn/1974): 49</span><span lang="X-NONE"><o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn3">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE" style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: X-NONE; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: X-NONE;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="X-NONE"> Ashadi Siregar. Konsep <i>Public
Sphere</i>. Terarsip pada <a href="https://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/10/2_konsep_publicsphere.pdf">https://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/10/2_konsep_publicsphere.pdf</a>.
Diakses tanggal 24 Oktober 2015.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn4">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE" style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: X-NONE; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: X-NONE;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="X-NONE"> Dennis McQuail. 2010. McQuail’s Mass Communication Theory. Sixth
Edition. London: Sage. Hlm. 569.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn5">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE" style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: X-NONE; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: X-NONE;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="X-NONE"> Ashadi Siregar. 2008. Konsep Etika Publik. Terarsip pada <a href="https://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/10/3_konsep_etikapublik.pdf">https://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/10/3_konsep_etikapublik.pdf</a>.
Diakses tanggal 21 Oktober 2015. Hlm. 2 <o:p></o:p></span></div>
</div>
</div>
Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-75565328490514257382016-02-21T01:44:00.000-08:002016-02-21T01:44:37.338-08:00Pentingnya Pemahaman Kode Etik oleh Pekerja di Bidang Komunikasi<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 1.0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 7.65pt;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
<span lang="EN-US">Kode etik profesi juga diterapkan di bidang komunikasi. Komunikasi
yang dimaksud di sini adalah komunikasi massa – artinya berhubungan dengan
massa (publik). Dalam hal ini beberapa profesi yang mencakup bidang komunikasi
adalah Jurnalis, Humas, pekerja iklan, dan lain sebagainya. Tiap profesi
memiliki kode etik-nya masing-masing sesuai dengan peran-peran yang dijalankan.
Pemahaman para pelaksana profesi komunikasi terhadap kode etik tentu menjadi
hal yang penting. Mengapa begitu? Sebab pola interaksi yang dilakukan oleh para
pelaksana profesi di bidang komunikasi berhubungan langsung dengan masyarakat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
<span lang="EN-US">Sesuai dengan terma komunikasi itu sendiri, </span>komunikasi merupakan proses pertukaran makna
informasi melalui suatu media tertentu. Proses komunikasi sendiri terjadi
ketika komunikator menyampaikan pesan kepada komunikan. Proses komunikasi atau
penyampaian pesan ini sifatnya bisa linear (satu arah), interaksional maupun
transaksional.<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><sup><!--[if !supportFootnotes]--><sup><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[1]</span></sup><!--[endif]--></sup></a>
Harold Lasswell dalam karyannya, <i>The
Structure and Function of Communication in Society</i> juga menjelaskan
mengenai proses komunikasi. Laswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk
menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: <i>Who Says What In Which Channel to Whom with
What Effect?<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><sup><!--[if !supportFootnotes]--><b><sup><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[2]</span></sup></b><!--[endif]--></sup></a></i>Apa
yang dijelaskan oleh Lasswell adalah bahwa bentuk komunikasi: “seseorang
menyampaikan suatu pesan dengan sebuah medium kepada orang lainnya.”<span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
<span lang="EN-US">Para pelaksana profesi di bidang komunikasi memiliki peran besar
terhadap pesan-pesan atau isu-isu yang berkembang di masyarakat. Komunikasi
massa atau media massa berperan aktif dalam penyebaran informasi di masyarakat.
Informasi yang berkembang di masyarakat diyakini harus sesuai dengan fakta.
Tidak hanya itu, informasi yang berkaitan langsung dengan kepentingan publik
juga memberikan pengaruh besar terhadap opini publik dan stabilitas suatu
negara. Adanya isu-isu yang mengancam stabilitas publi</span>k dan negara<span lang="EN-US"> tentu akan
membahayakan keselamatan masyarakat baik secara psikis maupun fisik.</span> Kemungkinan terburuk, jika produksi dan
distribisu pesan tidak efektif, dapat menimbulkan konflik. Selain itu, kepastian dan kebenaran informasi yang
beredar di masyarakat merupakan medium pencerdasan bangsa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
<span lang="EN-US">Kebebasan mendapatkan informasi yang benar adalah salah satu hak
asasi manusia</span> (HAM)<span lang="EN-US"> publi</span>k<span lang="EN-US"> yang harus dipenuhi</span>. Sesuai dengan Pasal 28F UUD 1945 yang
menyatakan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Sedangkan Pasal 14 UU
Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, “Setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
Setiap orang juga berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana
yang tersedia”.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
Shoemaker dan Reese, mengemukakan perdapatnya
mengenai Etika Komunikasi Massa dalam Nurudin (2003)<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><sup><!--[if !supportFootnotes]--><sup><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[3]</span></sup><!--[endif]--></sup></a>,
yaitu: 1) Tanggung Jawab 2) Kebebasan Pers 3) Masalah Etis 4) Ketepatan dan
Objektivitas 5) Tindakan Adil untuk Semua Orang. Berkaitan dengan kode etik profesi, komunikasi sebagai salah satu hal yang
vital dan substansial dalam kehidupan manusia juga memiliki rumusan etikanya
masing-masing. Telah disebutkan sebelumnya bahwa etika profesi adalah etika
khusus dan etika sosial. Profesi jelas sesuatu yang khusus karena profesi tidak
bisa disamaratakan. Adapun, profesionalisme berkaitan erat dengan hubungan
sosial dan publik. Maksudnya, masyarakat harus dilindungi dari kerugian yang
ditimbulkan karena ketidakmampuan teknis dan perilaku yang tidak etis, dari
mereka yang menganggap dirinya sebagai tenaga profesional dalam bidang
tersebut.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormalCxSpFirst" style="margin-left: 36.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
Jadi
etika komunikasi berbicara masalah kajian profesi komunikasi dengan
berlandaskan pada nilai sosial, teori normatif, nilai filsafat etika dan
standar moral profesi sebagai perangkat analisis<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><sup><!--[if !supportFootnotes]--><sup><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[4]</span></sup><!--[endif]--></sup></a>.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa etika komunikasi merupakan suatu aturan adat
kebiasaan mengenai (sopan santun) yang mengatur hubungan antar individu atau kelompok
dalam proses penyampaian pesan.<span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-left: 36.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
Tentunya
dalam bidang komunikasi terdapat rumusan etika tertentu yang melandasi pola
sikap yang harus dilakukan oleh seorang profesional di bidang komunikasi. Kode
etik profesi sebagai etika khusus mencakup kode etik komunikasi. Tentunya kode
etik komunikasi perlu dipahami oleh semua pekerja di bidang komunikasi.<span lang="EN-US"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-left: 36.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
Praktisi di bidang ilmu komunikasi baik
sebagai jurnalis, humas, maupun pekerja iklan tentu memiliki tugas utama
sebagai produsen konten pesan kepada audiens yang luas. Sebab jika melanggar
etika, justru komunikasi menjadi kurang efektif bahkan berpotensi menimbulkan
konflik. Sehingga etika komunikasi perlu dipahami oleh praktisi di bidang ilmu
komunikasi agar dalam mengkomunikasikan suatu pesan kepada audiens tidak
melanggar etika maupun menyinggung suatu kelompok tertentu.<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></a><span lang="EN-US"> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-left: 36.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
Kode
etik profesi setiap praktisi di bidang ilmu komunikasi ini berbeda-beda sesuai
dengan profesinya masing-masing.<span lang="EN-US"> Oleh karena itu, jika
ingin berbicara lebih jauh lagi mengenai etika dan proses komunikasi. Maka
perlu diketahui bahwa dalam dunia komunikasi, khususnya pekerja media, terdapat
etika profesi yang harus ditaati. Etika profesi ini penting untuk menjaga
profesionalitas, keterampilan, dan pertanggungjawaban kepada publik.</span><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-left: 36.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
<span lang="EN-US">Oleh karena itu para
pekerja di bidang komunikasi harus mengetahui dan memahami dengan benar kode
etik profesi yang mereka jalani. Sebab, pemahaman mereka akan mempengaruhi
profesionalisme. Pemahaman yang kurang akan menyebabkan kenihilan
profesionalisme. Ketiadaan profesinalisme akan merugikan hak-hak publik
terhadap informasi</span><o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="margin-left: 36.0pt; mso-add-space: auto; text-align: justify; text-indent: 20.7pt;">
<span lang="EN-US">Hal yang lebih utama
lagi adalah adanya jaminan moralitas bagi para pelaksana profesi. Dengan
memahami kode etik mereka dapat menjaga moral mereka di hadapan masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa moral adalah nilai yang penting dalam masyarakat.
Apalagi, jika berkaitan dengan profesi yang kepiawaiannya dituntut oleh publi.
Tentu bentuk pertanggungjawaban moral mereka ditujukan kepada public.</span> Dapat dikatakan, mengapa para pekerja harus memahami
kode etik – sebab, moralitas yang mereka jalankan adalah nilai moral yang juga
dianut oleh masyarakat. Mereka memliki tanggung jawab besar untuk mengemban
moral masyarakat (publik). <o:p></o:p></div>
<br />
<div>
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<br />
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="X-NONE"> Deddy Mulyana. 2011. Ilmu
Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung</span>:<span lang="X-NONE"> Rosda. Hlm. 67<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn2">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="X-NONE"> Rahayu Ginintasasi. Teori-Teori Komunikasi (Skripsi) terarsip pada
<u><span style="color: #17365d;">ile.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195009011981032-RAHAYU_GININTASASI/Komunikasi.pdf</span></u>.
Diakses tanggal 20 Oktober 2015.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="ftn3">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="X-NONE"> Ashadi Siregar. Konsep </span>Etika
Komunikasi Massa <span lang="X-NONE">Terarsip pada <a href="https://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/10/2_konsep_publicsphere.pdf">https://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/10/2_konsep_publicsphere.pdf</a>.
Diakses tanggal 2</span>6 Desember<span lang="X-NONE"> 2015.</span><o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn4">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="X-NONE"> Ashadi Siregar. Konsep <i>Public
Sphere</i>. Terarsip pada <a href="https://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/10/2_konsep_publicsphere.pdf">https://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/10/2_konsep_publicsphere.pdf</a>.
Diakses tanggal 2</span>5 Desember <span lang="X-NONE">2015.</span><o:p></o:p></div>
</div>
<div id="ftn5">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Etika%20Komunikasi%20UAS%20Fiks.doc#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="X-NONE" style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span lang="X-NONE"> </span><i>Ibid.</i><o:p></o:p></div>
</div>
</div>
Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-88718575842892452612016-02-20T20:00:00.002-08:002016-02-20T20:00:17.275-08:00Menilik Dualisme Status Tanah di Yogyakarta<div class="MsoEndnoteText">
<span style="font-size: 9.0pt; mso-bidi-font-size: 10.0pt;"> </span><i style="text-align: justify;">Munculnya UUPA seharusnya telah menyeragamkan sistem tata kelola
pertanahan. Namun, hal tersebut tidak berlaku di Yogyakarta. Bahkan, Sultan
mengklaim bahwa tidak ada tanah negara di Yogyakarta.</i></div>
<div class="MsoEndnoteText">
<i style="text-align: justify;"><br /></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Belakangan ini, Yogyakarta
digaduhkan dengan persoalan surat kekancingan yang terjadi di berbagai wilayah.
Beberapa di antaranya adalah gugatan 1,12 Milyar pada lima PKL oleh penguasa
bernama Eka Aryawan dan ancaman penggusuran warga Watukodok oleh Enny Supiani.
Baik Eka maupun Enny merasa memiliki hak atas tanah tersebut karena telah
memegang surat kekancingan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Persoalan sengketa tanah di DIY
memang tengah marak terjadi, baik dilihat melalui pola vertikal maupun
horisontal. Orang-orang saling mengklaim tanah sebagai ruang hidup dang
penghidupan mereka. Udiyo Basuki mengatakan bahwa persoalan tanah di Yogyakarta
disebabkan adanya ketimpangan dalam struktur penguasaan tanah dan ketiadaan
persepsi yang sama dalam pengelolaan tanah.<span class="MsoEndnoteReference"> <a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Edisi%20Tiga%20Lamia%20Wacana%20Menilik%20Dualisme%20Status%20Tanah%20di%20Yogyakarta%20-%20Edit%20Terakhir%20Fiks2.docx#_edn1" name="_ednref1" title=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[i]</span></span><!--[endif]--></a></span>
Hal ini bisa dilihat dari kemunculan surat kekancingan yang terkesan serentak
dan bersifat arogan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Surat kekancingan sendiri adalah
surat izin untuk menggunakan tanah Keraton yang dikeluarkan oleh Panitikismo.
Dalam hal ini, izin penggunaan tanah tersebut tidak permanen. Artinya, para
pemegang surat kekancingan tidak diperbolehkan memperjualbelikan tanahnya.
Selain itu, para pemegang kekancingan juga harus selalu siap tatkala Keraton
membutuhkan tanah tersebut. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Melihat keberadaan surat
kekancingan ini tentunya mengindikasikan bahwa Daerah Istimewa Yogykarta (DIY)
memiliki otonomi tersendiri dalam mengatur tanahnya. Selain itu, adanya
Panitikismo sebagai pihak berwenang dalam mengurus sistem hukum adat juga
memiliki peran vital dalam pengaturan pertanahan di DIY. Dalam hal ini, status
tanah di Yogyakarta diklaim sebagai <i>Sultan
Ground</i> (SG) dan <i>Pakualaman Ground</i>.
Sehingga dalam tata pengelolaannya, pihak Keratonlah yang memiliki wewenang.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Namun, apakah benar SG/PAG masih
memiliki eksistensi di wilayah Yogyakarta. Selama ini, masyarakat mengira bahwa
keistimewaan Yogyakarta terletak pada status tanah yang kita kenal sebagai
SG/PAG. Tetapi, jika kita menelusuri sejarah pertanahan di Yogyakarta, SG/PAG
seharusnya tidak berlaku lagi sejak munculnya Undang-Undang Peraturan Agraria
(UUPA) tahun 1960. Adanya undang-undang tersebut jelas menegaskan bahwa tata
kelola pertanahan dilakukan oleh negara. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dengan dalih keistimewaan,
Keraton masih mengakui adanya SG/PAG. Adanya pengakuan terhadap SG/PAG ini
tentunya menciptakan dualisme status tanah. Sebab, tanah di Yogyakarta menjadi
tidak jelas apakah dikelola oleh negara atau dikelola oleh Keraton. Tidak
jelasnya status tanah juga menyebabkan dualisme peraturan dan aktor kebijakan. Yogyakarta
mengakui adanya SG/PAG dengan membentuk Panitikismo tetapi, di sisi lain juga
memiliki Badan Pertanahan Nasional (BPN). <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dualisme struktur pengelolaan
tanah sendiri sudah terjadi jauh sebelum Indonesia merdeka. Merujuk pada
sejarah, terdapat dua peraturan yang berlaku dalam bidang pertanahan di
Yogykarta, yaitu hukum barat dan adat. Hukum barat ditulis oleh penjajah barat,
seperti eidendom, opstal, dan sebagainya. Pemberlakuan pertama kali tahun 1884
yang tercantum dalam Burgerljik (BW) atau lebih dikenal dengan hukum perdata
barat.<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Edisi%20Tiga%20Lamia%20Wacana%20Menilik%20Dualisme%20Status%20Tanah%20di%20Yogyakarta%20-%20Edit%20Terakhir%20Fiks2.docx#_edn2" name="_ednref2" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[ii]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Sedangkan untuk pelaksanaannya maupun pengurusannya dilakukan oleh Pemerintah
penguasa, yaitu penjajah pada waktu sebelum kemerdekaan. Baru setelah Indonesia
merdeka, kepengurusannya dikerjakan oleh Kantor Pendaftaran Tanah (Kadaster)
dengan mendasarkan Peraturan-peratran yang berkaitan seperti Hukum Perdata
Barat (BW). Sedangkan yang dimaksud tanah hukum adat ialah hukum yang tidak
tertulis dan sudah ada sejak sebelum kedatangan Barat. Dulu, hukum ini masih
berlangsung dalam kehidupan masyarakat tetapi pasca kemerdekaan pengelolaannya dilakukan
oleh Pemerintah Provinsi. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Adanya dua aturan hukum pada masa
silam, yaitu hukum barat dan adat telah membuat ketidakjelasaan dalam
pengelolaan tanah. Celah ini kemudian menjadi salah satu cara yang dilakukan
orang-orang untuk melegitimasi penguasaan atas tanah. Tidak dapat dipungkiri,
sengketa atas tanah pun sebetulnya telah berlangsung semenjak adanya kehidupan
manusia. Walaupun telah menerapkan aturan hukum, namun dualisme peraturan
menyebabkan berbagai celah sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang-orang tidak
bertanggung jawab.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Menyikapi pertikaian tanah yang
tidak kunjung usai (terutama di DIY), pemerintah pun berinisiatif untuk
menerbitkan UUPA tahun 1960 yang telah disebutkan sebelumnya. Undang-undang ini
bertujuan memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat
keseluruhan; meletakan dasar-dasar kesederhanaan hukum pertanahan; dan alay
untuk kemakmuran bagi negara dan arakyat. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Lahirnya UUPA menandai adanya
kemunduran feodalitas dan dekolonialisasi. Peraturan tersebut mencopot wewenang
Keraton sebagai sebuah sistem pemerintah feodal dalam mengatur pertanahan. UUPA
juga menghilangkan peninggalan kolonial karena tidak lagi membedakan mana tanah
bekas jajahan dan mana tanah yang bukan. Sebelum UUPA muncul, Sri Sultan HB IX
sendiri telah menyurati Menteri Dalam Negeri yang saat itu menjabat pada 24
September 1973. Sultan HB oa menyeragamkan pengaturan agraria di Yogyakarta.
Dalam hal ini, Sultan HB IX telah meluruhkan sistem feodal Kasultanan
Yogyakarta dengan secara tidak langsung mengumandangkan bahwa tanah SG/PAG
adalah milik rakyat. Hal inilah yang sebetulnya menjadi tonggak keistimewaan
Yogyakarta.<span class="MsoEndnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Edisi%20Tiga%20Lamia%20Wacana%20Menilik%20Dualisme%20Status%20Tanah%20di%20Yogyakarta%20-%20Edit%20Terakhir%20Fiks2.docx#_edn3" title="">[iii]</a></span></span><a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Edisi%20Tiga%20Lamia%20Wacana%20Menilik%20Dualisme%20Status%20Tanah%20di%20Yogyakarta%20-%20Edit%20Terakhir%20Fiks2.docx#_edn3" title=""><!--[endif]--></a></span>
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="MsoEndnoteReference"><span class="MsoEndnoteReference"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Walaupun begitu, implementasi
yang terjadi saat ini tidak seideal apa yang dinginkan oleh Sultan – begitu
pula masyarakat Yogyakarta yang hingga kini masih terindas karena surat
kekancingan maupun pembebasan lahan yang semenan-mena. Pada kenyataannya,
dualisme status tanah di Yogyakarta masih ada. Terdapat dua aturan hukum
pertanahan, yaitu Panitikismo dan BPN yang hingga tetap tumpang tindih. Jika
kita kembali menelusuri sejarha sejenak, seharusnya SG/PAG sudah tidak memiliki
eksistensi lagi. Jika merujuk pada perjanjian Giyanti, Yogyakarta malah tidak
memilih hak tanah (SG/PAG) sama sekali.<span class="MsoEndnoteReference"> <a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Edisi%20Tiga%20Lamia%20Wacana%20Menilik%20Dualisme%20Status%20Tanah%20di%20Yogyakarta%20-%20Edit%20Terakhir%20Fiks2.docx#_edn4" name="_ednref4" title=""><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[iv]</span></span><!--[endif]--></a></span>
Sebab, dalam perjanjian tersebut, Belanda meminjam hak atas tanah kepada
Kesultanan. Lalu, jika sudah begini, masih jelaskah status tanah di Yogyakarta?<o:p></o:p></div>
<div>
<!--[if !supportEndnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<div id="edn1">
<div class="MsoEndnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Edisi%20Tiga%20Lamia%20Wacana%20Menilik%20Dualisme%20Status%20Tanah%20di%20Yogyakarta%20-%20Edit%20Terakhir%20Fiks2.docx#_ednref1" name="_edn1" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[i]</span></span><!--[endif]--></span></a> <span style="font-size: 9.0pt; mso-bidi-font-size: 10.0pt;">Pemaparan Udiyo Basuki dalam
“Tumpang Tindih Pengelolaan Tanah Yogyakarta”, Majalah Balairung Edisi
51/XXIXNovember 2014.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="edn2">
<div class="MsoEndnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Edisi%20Tiga%20Lamia%20Wacana%20Menilik%20Dualisme%20Status%20Tanah%20di%20Yogyakarta%20-%20Edit%20Terakhir%20Fiks2.docx#_ednref2" name="_edn2" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-size: 9.0pt; mso-bidi-font-size: 10.0pt;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 10.0pt; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[ii]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span style="font-size: 9.0pt; mso-bidi-font-size: 10.0pt;"> Umar Kusumoharyono dalam
jurnal penelitian “Yustisia”,<i> “</i>Eksistensi
Tanah Kasultanan (Sultan Ground) Yogyakarta Setelah Berlakunya Uu No. 5 / 1960”,
Edisi No. 69 Mei-Agustus.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="edn3">
<div class="MsoEndnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Edisi%20Tiga%20Lamia%20Wacana%20Menilik%20Dualisme%20Status%20Tanah%20di%20Yogyakarta%20-%20Edit%20Terakhir%20Fiks2.docx#_ednref3" name="_edn3" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-size: 9.0pt; mso-bidi-font-size: 10.0pt;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 10.0pt; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[iii]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span style="font-size: 9.0pt; mso-bidi-font-size: 10.0pt;"> Ahmad Nashih Luthfi, dkk.
Dalam bukunya “Keistimewaan Yogyakarta: Yang Diingat Yang Dilupakan”, 2009,
memaparkan konsep istimewa sebagai proses yang mengistimewa.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div id="edn4">
<div class="MsoEndnoteText">
<a href="file:///D:/Kuliah%20Semester%20Lima/Edisi%20Tiga%20Lamia%20Wacana%20Menilik%20Dualisme%20Status%20Tanah%20di%20Yogyakarta%20-%20Edit%20Terakhir%20Fiks2.docx#_ednref4" name="_edn4" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-size: 9.0pt; mso-bidi-font-size: 10.0pt;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 9.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-size: 10.0pt; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[iv]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><span style="font-size: 9.0pt; mso-bidi-font-size: 10.0pt;"> Wawancara dengan Kus Sri
Antoro, Aktivis Agraria.</span><o:p></o:p></div>
</div>
</div>
Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-63567066225109306472016-02-08T05:14:00.003-08:002016-02-08T05:31:19.353-08:00Kesederhanaan Jalan Buntu<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku sudah menduganya sejak awal,
lelaki itu tak akan bertahan. Sama seperti yang lain, lelaki itu pasti akan
pergi, membawa sekotak penyesalan. Aku kira, dia tidak hanya memanggul satu
koper penuh penyesalan. Di belakangnya berdiri sebuah truk raksasa yang membawa
syair penyesalan itu. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Waktu itu, dia mengatakan bahwa
aku adalah <a href="http://mountain-pirates.blogspot.co.id/2016/02/jalan-padat-di-dalam-kepala.html">seorang yang rumit </a>tetapi dia mengaminkan untuk tetap berada di
sampingku. Ia berkata dengan lantang bahwa ia beruntung karena tidak lantas
pergi. Berada tepat di sisiku, katanya, ia akan mengurai kerumitan-kerumitan yang serupa
benang kusut di atas kepalaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Aku tidak tahan,” katanya. “Kamu
benar-benar rumit,” lelaki itu kemudian mengemasi harga dirinya yang telah
tercerai berai – tercecer di berbagai sudut ruangan. Beberapa harga diri telah
berupa kepingan bahkan serpihan. Namun, ia masih tetap berusaha memungutinya
dengan hati-hati dan mengantonginya dalam kantong plastik. Ia masukkan
sekumpulan harga diri yang telah retak itu ke dalam kopernya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Aku harus pergi,” katanya,
tetapi aku tidak berusaha mencegah apalagi meraih kembali tangannya -- agar masuk kembali ke dalam hidupku. Aku sudah cukup senang bahwa ia memutuskan untuk pergi secepat ini. Sebelum semuanya keburu semakin jauh -- semakin rumit. Aku sudah memperingatinya berkali-kali bahwa ia
pasti akan menyesal. Nyatanya, hal tersebut benar-benar terjadi. Ia tidak
benar-benar mampu bertahan. Ia pasti pergi dan mencari perempuan lain yang
penuh dengan kesederhanaan. Aku yakin, sepenuhnya, sebentar lagi ia akan menggandeng
seorang perempuan polos dan lugu – yang pandai memasak, juga pandai mengurus
perkara rumah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kamu tahu? Tidak banyak laki-laki
yang mampu mencintai perempuan yang rumit. Kamu tahu? Sedikit sekali dari kaum
mereka yang mau memahami perempuan yang rumit. Yang mereka inginkan adalah
perempuan sederhana, dengan tabiat dan mimpi yang sederhana. Sungguh, sedikit
sekali dari mereka yang mampu mencintai perempuan yang rumit. Sedikit sekali.<br />
<br />
Padahal, jika kamu ingin lebih tahu lagi, tidak ada perempuan yang benar-benar sederhana. Mereka semua rumit. Hanya sekadar berpura-pura terlihat sederhana.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Jadi, jangan tanyakan mengapa aku
masih sendiri. Bukankah sudah kubilang – dan kamu pun juga mengaminkan bahwa
aku adalah seorang yang rumit. Sebelum menyesal dan lantas pergi, tak usahlah
menjadi pahlawan – yang mengatakan mampu membantuku mengurai segala kerumitan ini. Tidak perlu tiba-tiba menawarkan diri untuk menjadi pendengar namun lantas nyaris
muntah setelah menyimak semua kisah yang rumit. Tidak usah tiba-tiba datang
namun kemudian pergi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bagiku, toh, semua laki-laki sama
saja. Jalan buntu, toh, semua saja, begitu sederhana. Tidak seperti jalan padat yang bercabang-cabang. Jalan buntu, toh, hanya itu saja -- dan <i>mandeg</i> pula.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Untung saja, sama seperti
biasanya, aku tetap tidak mempercayai mereka. Syukurlah!<br />
<o:p></o:p></div>
Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-21821585739985008682016-02-08T05:03:00.000-08:002016-02-08T05:32:19.364-08:00Merumuskan Keikhlasan<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Salah satu hal yang mudah
diucapkan tetapi sangat sulit dimengerti adalah keikhlasan. Apa yang harus kita
katakan ketika orang-orang bertanya apa itu “ikhlas”? Suatu hari, seorang teman
pernah mengirim pesan – isinya menanyakan tentang keikhlasan. Namun, aku tak
bisa menjawab hal tersebut. Seharusnya aku dapat dengan mudah merumuskan abjad
hanya untuk membuat kalimat yang begitu mulia tentang keikhlasan. Tetapi, aku
mengurungkan niat itu – dan hanya menjawab dengan perumpamaan.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Orang-orang menyebut ikhlas
adalah menepis segala ego pribadi. Ada pula yang mengatakan bahwa ikhlas adalah
rela atas segala sesuatu. Beberapa yang lain mengatakan bahwa ikhlas adalah
menerima apa yang terjadi kepadanya. Semua orang hilir-mudik mendefinisikan
ikhlas –mendeskripsikannya melalui abjad-abjad yang bermakna. Namun, di balik
itu semua siapa yang mampu mendefinisikan ikhlas dengan sempurna. Sebab, kata
seorang teman, ikhlas bukan perkara pemaknaan, ikhlas adalah ihwal pencapaian.
Semua orang mampu mendefinisikannya ketika berada di puncak keikhlasan
tertinggi. <o:p></o:p></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br />
<br />
Jadi, jangan lupa untuk ikhlas ya. <o:p></o:p></div>
Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-64415870545799632102016-02-06T08:11:00.001-08:002016-02-08T05:31:47.321-08:00Jalan Padat di Dalam Kepala<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Kok, kamu rumit?” begitu
kira-kira jawabannya atas perbincangan kami yang cukup panjang. Itu adalah
pertama kalinya aku mencurahkan semua isi hatiku. Semua hal yang membuatku muak
dan ingin memuntahkannya – memuntahkan tepat di wajah-wajah orang yang membuatku
terbakar seperti sekam yang terjulur api. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ia menggeleng-gelengkan
kepalanya. Sekilas menatapku tajam. Ada keraguan yang sama di matanya – sama seperti
laki-laki sebelumnya. “Kamu terlalu rumit,” ujarnya sekali lagi. Kini, dia
menyeruput kopi yang sudah sejak lama dipesan dan hanya nganggur pada sebuah
meja bundar. Semenjak kopi hitam itu hadir di meja itu, ia memang tidak
menyentuhnya sama sekali. Ada lebih dari satu jam dan uap kopi itu menghilang. Sudah
tidak panas. Bahkan, ketika mendengarkanku bercerita, lelaki itu tidak
menyentuh kopinya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Wajahnya mengernyit. Mungkin
kopinya sudah asam. Mungkin juga dia mulai memandangku dengan jijik. Memandang
pikiranku dengan jijik. Memandang benakku dengan risih. Melihat segala hal
tentangku dengan pandangan jijik. Sebab, katanya, aku terlalu rumit. Seperti
lelaki lainnya, mungkin dia tidak akan pernah bisa memahami hal ini. Tidak akan
pernah bisa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Kamu harus berpikir dengan lebih
sederhana,” ujarnya sembari meletakkan kopi pahit itu di atas meja. Ah, aku
benci bagaimana dia menuturkan kata “harus” kepadaku. Seolah-olah ia tahu benar
apa yang harus aku lakukan. Apa yang harus aku lakukan dengan segala kerumitan –
dan juga keharusan yang aku miliki.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Aku rasa, aku tidak harus. Aku
hanya mengikuti apa yang aku pikirkan,”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Kamu terlalu rumit,” ia
menegakkan tubuhnya. Menyejajarkan kedua matanya tepat di kepalaku. “Di dalam
sana ada banyak hal yang tidak bisa aku mengerti,”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Aku terkekeh mendengarnya dan ia
terlihat kaget. “Aku pun,” ujarku tersenyum kecil. “Aku pun juga tidak pernah
tahu apa yang ada di dalam kepalaku. Jika kamu berkata aku adalah perempuan
yang rumit, mungkin kamu benar. Dan mungkin kamu akan merasa jijik dengan
seketika. Semua laki-laki juga begitu. Awalnya mereka tersenyum manis. Tetapi,
ketika mendengar semua isi kepalaku. Mereka perlahan pergi,”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Mungkin kamu benar. Aku rumit.
Kamu pun, dan lelaki-lelaki lainnya juga perempuan – atau siapapun tidak pernah
tahu apa yang berada di dalam sini,” aku menunjuk kepalaku. “Dan... semua
orang, pergi meninggalkanku karena kerumitan yang kumiliki. Merela lantas
pergi, meninggalkanku dengan segala kerumitan ini,”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Lelaki itu tidak berbicara sama
sekali. Sementara aku masih berbicara. “Jika kamu ingin pergi setelah mendengar semua kerumitan yang aku
miliki, aku mempersilakannya. Aku tahu, kamu sudah jijik sejak awal. Sejak aku
bercerita tentang semuanya,”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Lelaki itu masih diam. Sementara
aku berusaha menikmati kopi yang sudah dingin – dan asam. Sungguh, aku menanti
kepergiannya. Aku benar-benar terbiasa sendiri.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Mungkin aku beruntung,” lelaki
itu akhirnya bersuara. “Sebab, aku tidak akan pergi setelah mendengar
semuanya. Bagaimana jika...” aku melihat
tanganmnya tiba-tiba bergerak – menuju ke atas kepalaku – jari-jemarinya menari
di atasnya. “Mengurainya satu per satu,” ujarnya, seolah-olah baru saja
melepaskan benang kusut yang berhamburan di atas kepalaku.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Jangan sampai kau menyesal,” dan
aku masih berusaha mengingatkan.<o:p></o:p></div>
Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1628161421316431601.post-9723641687163071892016-02-04T03:12:00.004-08:002020-12-19T08:05:36.354-08:00Enam Kali<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjW7QyTvxI4rzU3Gwj7jQXAKyeKOrSWw9lIjJqPSXHfB7crbuOxnEnSgeScgX5W7VgWjnFZZDL3QQyDKpg773PkpiGzjdQB1I9rs_B0jGKPYnwzOeXM-S4Ecy_RtZ5O-lVWjOlfVQdwZLeJ/s1600/jam.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="298" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjW7QyTvxI4rzU3Gwj7jQXAKyeKOrSWw9lIjJqPSXHfB7crbuOxnEnSgeScgX5W7VgWjnFZZDL3QQyDKpg773PkpiGzjdQB1I9rs_B0jGKPYnwzOeXM-S4Ecy_RtZ5O-lVWjOlfVQdwZLeJ/s400/jam.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">via http://faludiakademia.hu</td></tr>
</tbody></table>
<br /><br />Ini adalah keenam kalinya saya
membayar uang kuliah. Juga keenam kalinya saya menyetorkan berlembar-lembar
uang pada teller bank yang sama selama tiga tahun terakhir. Entah kebetulan
atau memang mas-mas teller bank itu enggan mengundurkan diri dari pekerjaannya
itu; saya selalu kedapatan membayar uang kuliah kepada bliyo. Sudah enam kali
dan setiap membayarkan uang kuliah, Mas-Mas Teller itu pasti senyum-senyum.
Dari antrian yang cukup jauh pun, Mas-Mas itu sudah menyapa. Seolah-olah
mengingat saya dengan baik, tiga tahun
yang lalu– mahasiswa baru yang tidak tahu caranya membayar uang kuliah di bank.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kami tidak pernah berkenalan. Ia
hanya sekali memastikan program studi dan universitas yang saya ambil ketika
membayar uang kuliah untuk pertama kalinya. Bliyo ini selalu berdecak kaget karena uang kuliah yang harus
dibayarkan sangat mahal. “Kuliah jaman sekarang kok mahal ya,” ujarnya. “Dulu
saya kuliah enggak sampai segini, kok,” saya hanya menjawab dengan cengengesan.
<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Emang dulu Mas bayar uang kuliah
berapa?” Mas-Mas Teller yang tidak saya ketahui namanya ini pun menjawab
nominal yang lumayan kecil. Saya mendengus agak kesal. Dunia memang sudah
berubah. Juga dengan segala tetek-bengeknya. “Padahal kita kuliahnya sama, lho.
Sama-sama komunikasi,” lanjutnya. Ya, walaupun berbeda universitas – saya dan
Mas-Mas Teller Bank ini mengambil program studi yang sama.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Lho? Sudah semester enam, ya?”
tanyanya sedikit terperanjat ketika mengisi form pada komputer. Ia melihat ke
arah saya sambil geleng-geleng kepala. “<i>Kok
cepet yo</i>?” katanya sambil cekikian. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>Lha iyo to, Mas. Aku wis bayar ping enem iki</i>,” saya pun berusaha
melontarkan guyonan pada Mas-Mas Teller itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>Tenane wis semester 6</i>?” tanyanya lagi.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>Iyo lho, Mas. Semester ngarep insyaAllah aku uwiss skripsi</i>,”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Mas-Mas Teller itu
manggut-manggut. “<i>Kok ora kerasa ya wis
mlebu semester 6. Tapi kok rupamu ora kelong</i>,”<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya cengengesan. Dalam hati
bersorak-sorai. “Lha emang awet muda kok, Mas. Masih banyak yang ngira saya itu
masih SMP,” celetuk saya bangga.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“<i>Ora iso bayangke sesuk koe nek dadi sarjana bentukane kepie</i>,” kami
pun cuman tertawa bersama-sama. Sampai akhirnya Mas-Mas Teller Bank yang
akhirnya saya tahu namanya dari name tag itu memberikan bukti pembayaran kepada
saya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Samar-samar saya lihat jari manis
tangan kanannya sudah tersemat cincin. Seketika itu juga saya tersenyum karena
menyadari bahwa semester-semester sebelumnya, cincin tersebut belum tersemat di
sana. Benar, kata Mas-Mas Teller itu: semua berjalan begitu cepat. Bukankah
tidak ada satu pun manusia yang memang mampu menyadari bahwa dunia berjalan
dengan begitu cepat. Banyak hal berubah.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br /></div>
Mountain Pirateshttp://www.blogger.com/profile/09275724991506836272noreply@blogger.com0