(Ter)Tidur dan Hal-Hal yang Belum Selesai

“Lam, bagianmu durung ana ning emailku!” sebuah pesan singkat aku baca dengan samar-samar ketika (tak sengaja) terbangun dari tidur. Dengan sedikit ogah-ogahan membuka mata, aku pun membalas pesan itu, “Sorry, aku keturon. Sik ya,” – dan kemudian merebahkan kembali tubuh yang letih – kembali mengarungi dunia mimpi – yang tidak pernah kunjung menjadi nyata.


***




Akhir-akhir ini, aku tidak pernah benar-benar tidur. Aku selalu ketiduran – dalam artian aku tidak pernah benar-benar setuju kapan dan di mana aku harus tidur. Aku tidur begitu saja tanpa yakin bahwa hari ini semua hal telah terselesaikan. Aku selalu tidur dalam keadaan aku tidak ingin tidur terlebih dahulu.  Aku selalu tidur dalam keadaan aku belum bersiap-siap untuk tidur. Aku selalu tertidur dan terbangun dengan membawa hal-hal yang belum usai dari hari kemarin.

Akhir-akhir ini, aku tidak pernah benar-benar tidur. Aku selalu tertidur dengan setumpuk pekerjaan bertebaran di atas kasur yang aku jumpai di pagi harinya ketika (tak sengaja) terbangun. Aku tidak pernah benar-benar tidur. Aku selalu tertidur dengan berjanji akan menyelesaikan semua pekerjaan malam ini. Tapi kenyataannya aku selalu jatuh tertidur dengan meninggalkan laptop yang masih menyala, buku-buku yang terbuka, dan kertas-kertas yang berserakan. Tidak lupa – baju-baju kotor yang tertumpuk di sudut pintu serta piring-piring kotor yang tidak segera tercuci. Juga meninggalkan dispenser yang menyala dengan janji akan membuat secangkir kopi penuh cinta agar mata tidak terpejam begitu saja. Terkadang jika secangkir kopi hangat telah dibuat, aku meninggalkannya sampai mendingin begitu saja sampai esok hari.

Dan – hal yang paling aku tinggalkan ketika tertidur adalah setumpuk hal-hal yang belum selesai yang selalu menimbulkan kecemasan dan kekhawatiran. Tidur yang tidak sempurna itu membuatku ragu menjalani hidup baru di pagi harinya. Sebab, hanya ada kecemasan yang bertebaran di mana-mana. Kecemasan akan hal-hal yang belum selesai di hari sebelumnya dan hal-hal yang akan muncul di hari setelahnya. Kecemasan akan hal-hal yang belum selesai -- menumpuk kian hari sampai aku tidak tahu mana dulu yang harus aku selesaikan. Tertidur dengan banyak masalah dan terbangun dengan mendapati masalah yang belum terselesaikan. Sedangkan harus menghadapi masalah baru di hari itu.

Aku selalu tertidur – dengan meninggalkan masalah-masalah yang belum usai dan harus terbangun dengan masalah-masalah baru.

Aku tidak tahu bagaimana aku memaknai tidur saat ini. Apakah aku benar-benar mendefinisikannya sebagai ruang beristirahat dalam kondisi seperti ini? Atau tidur hanyalah sebuah rutinitas? Secuil aktivitas terlama dalam duapuluh empat jam sebagai waktu untuk beristirahat – atau mungkin ruang bermimpi – memimpikan dunia yang begitu indah tanpa cela dan tanpa cacat.

Saat ini, ketika waktu tidurku begitu kacau-balau, dan aku tidak pernah bisa tidur dengan keadaan yang “siap”. Aku selalu tertidur dengan membawa segudang masalah. Semua itu membuatku yakin bahwa tidurku selalu dirundung kecemasan karena hal-hal yang belum aku selesaikan. Aku berpikir bahwa aku harus memaknai tidur. Mungkin, tidur adalah perkara yang sederhana. Tapi bagaimana jika tidur nyenyak tanpa rasa khawatir akan esok hari adalah pertanda bahwa hari itu telah terselesaikan dengan baik. Tidur menjadi indikator bahwa aku telah menjalani hari dengan sebaik mungkin tanpa harus menunda waktu tidur.

Aku hanya mengingini fase tidur dengan  benar-benar penuh kesiapan. Semua hal yang aku kerjakan telah selesai sehingga aku bisa tidur dengan nyenyak dan bangun keesokan paginya tanpa kekhawatiran – tanpa ketakutan. Aku siap menghadapi segalanya tanpa takut dengan masalah-masalah yang tertinggal.

Seharunya aku memiliki waktu tidur yang jelas. Aku mengetahui dengan pasti kapan aku harus tidur dan bangun. Tapi, tidur yang kujalani tidak benar-benar kumaknai. Aku hanya melakukannya atas dasar kewajiban untuk tubuh yang telah letih. Tanpa aku mengetahui bahwa ada jiwa yang butuh disegarkan oleh makna tidur.

Bagiku – saat ini tidur (nyenyak) adalah pencapaian tertinggi seseorang dalam satu hari itu. Aku bisa tidur ketika semua urusanku telah selesai pada hari itu dan aku siap menghadapi urusan-urusan lain di keesokan harinya.  Aku bisa tidur dengan nyenyak dan terbangun dengan keadaan yang siap pada hari itu. Kenyataannya, aku selalu tertidur dan terbangun dengan “mendadak”. Tergagap-gagap dan langsung mengingat tugas-tugas yang belum selesai beberapa detik setelah terbangun. Meloncat dari kasur dan langsung menyalakan laptop yang baterainya sudah habis. Membuka mata selebar-lebarnya dan segera menyelesaikan berbagai aktivitas yang tertinggal di malam hari sebelumnya.

Aku lelah. Walaupun aku telah tidur. Aku lelah. Karena sebetulnya aku ingin tidur tanpa harus menyadari banyak masalah yang belum selesai ketika membuka mata dan bersegera menyelesaikannya sampai matahari setengah tinggi. Lalu menghadapi hari dengan lunglai. Lalu rutinitas itu terus terulang. Tertidur. Terbangun dengan tergagap-gagap. Terbangun dengan rasa kaget karena banyak hal yang belum selesai. Kemudian melakukan segalanya dengan tergesa-gesa. Dan meninggalkan setumpuk hal-hal yang tak kunjung usai. Aku tidak lagi tertidur. Aku terkapar.

Ah, aku ingin sekali tidur dengan “kesiapan”. Segala telah rampung tanpa aku harus cemas jika besok bangun terlambat.

Aku ingin tidur – bukan tertidur. Aku ingin bangun tanpa harus melihat hal-hal yang belum usai masih saja berserakan. Tanpa laptop yang masih menyala, tanpa buku-buku yang masih terbuka, tanpa kertas-kertas yang bertebaran ataupun secangkir kopi yang tak bisa diminum lagi karena sudah dingin dan asam.

***


Bro, tugasku wis tak kirim ya. Nek kurang sms wae,” – kapan aku akan mengirimi pesan seperti ini kepada teman sekelompokku, ya? Semoga secepatnya. Ah, aku harus tidur dengan baik – sebaik-baiknya tidur adalah pencapaian hidup seseorang dalam satu hari. Tanpa rasa takut menghadapi mimpi buruk. Tanpa harus cemas terbangun di pagi harinya. Tanpa khawatir menghadapi esok hari. Tanpa harus menyelesaikan segala sesuatu hal yang belum selesai di hari sebelumnya.

Comments

Popular posts from this blog

Kelebihan dan Kekurangan Model-Model (Mekanisme) yang Menghubungkan Opini Publik dengan Pembuatan Kebijakan

[Teori Komunikasi] Teori dalam Tradisi Sibernetika

Kode Etik Profesi dalam Bidang Komunikasi