Buku Usang yang Berada di Rak Berdebu

 
via tamanbacaindah.files.wordpress.com


Aku suka ketika kamu menyodorkan sebuah buku dan menyuruhku membaca beberapa halaman dari buku itu. Aku suka ketika kamu dengan antusias membukakan halaman itu dan mengatakan padaku bahwa baris-baris kalimat disana sangat kau puja. Aku suka ketika kamu menyarankanku untuk membaca buku-buku yang telah kamu baca. Tidak semuanya. Kamu menunjukkan beberapa halaman yang kamu suka. Halaman-halaman dengan baris-baris kalimat yang menjadi favoritmu.

Kamu seringkali menandai kutipan-kutipan kesayanganmu dengan pena. Dan seperti biasa, kamu akan menyodorkan kutipan-kutipan itu kepadaku – memintaku untuk membacanya. Aku tidak pernah tahu apa yang ada di dalam isi kepalamu. Tetapi, jika kamu mulai menunjukkan gelagatmu ketika membaca – aku perlahan memahaminya. Jika kamu mulai menunjukkan hasil yang kamu baca – aku pun ikut membacamu. Membaca seluruh isi kepalamu.

Aku suka jika kamu bercerita setelahnya. Bercerita tentang hal yang kamu sukai dari buku yang baru saja kaubaca. Mengisahkan kembali kepadaku apa yang kamu baca. Dan aku suka ketika kamu menyodorkan sebuah tulisan – buku tebal maupun tipis dan berkata bahwa kamu selalu teringat padaku ketika membacanya. Aku suka jika kamu mengatakan demikian. Seolah-olah akulah bukumu – halaman-halaman yang memuat banyak cerita – yang senantiasa akan kamu baca.

Entah kenapa, jika kamu mulai berbicara panjang lebar tentang kemiripan buku yang kamu baca dan kepribadianku; aku malah terhanyut dalam kata-katamu. Buku yang kamu sebut mirip denganku – terbuka lebar pada halaman favoritmu. Tetapi aku tidak tergoda untuk membacanya – bahkan untuk menyentuhnya. Ceritamu sudah cukup membuatku mengetahui apa isi buku itu. Ceritamu sudah membuatku tahu apa yang ada dalam kepalamu – selama ini. Dan yang paling terpenting adalah; buku itu telah mengingatkanmu padaku. Aku tahu, di kepalamu, ada aku dan rangkaian huruf yang tak pernah putus.

Akan tetapi, kadang kala pula, aku ikut membaca baris-baris kalimat yang kamu asumsikan dengan diriku. Beberapa kalimat yang aku baca, aku setujui. Beberapa yang lain aku elak. Terkadang aku begitu penasaran kenapa kamu bisa mengatakan bahwa buku itu mirip aku. Ataupun, ketika kamu mengatakan bahwa beberapa buku yang kamu baca mengingatkanmu tentangku. Terkadang asumsimu salah. Tetapi terkadang pula, pradugamu sungguh tepat. Mungkin, sebenarnya kamu memang mencari buku-buku yang bisa digunakan untuk memahamiku? Atau kebetulan saja kamu memilih sebuah buku dari rak-rak yang reot. Kemudian, tanpa sepengetahuanku – juga tanpa sepengetahuanmu; buku itu hampir-hampir bercerita seperti diriku.

Aku senang jika tiba-tiba kamu datang dengan wajah cerah sembari mengatakan bahwa kamu telah membaca sebuah buku lagi. Kali ini mungkin tidak mengingatkan dirimu tentangku. Hanya saja, kamu ingin aku juga membacanya. Seolah-olah kamu memintaku untuk membacamu juga. Seakan-akan – dengan membaca buku yang kamu baca, aku juga akan membacamu. Seolah-olah, dengan membaca buku yang kamu baca, aku telah memahami seluruh isi pikiranmu.

Aku terkesan tiap kali kamu membolak-balikkan setiap halaman di buku itu. Aku tertawa geli ketika kamu lupa bagian mana saja yang ingin kamu tunjukkan padaku. Sepertinya kamu lupa menandai kalimat mana saja yang kamu suka dengan pena usangmu yang tintanya hampir habis itu.

Aku suka tiap kali kamu duduk diam sembari membaca buku. Belum sampai habis buku itu – kamu langsung menyenggol bahuku. Kamu buka halaman kesekian puluh – aku duga, kamu telah membaca berpuluh-puluh halaman dari buku itu. Aku suka ketika kamu mulai menyodorkan halaman itu dan berkata padaku, “Tulisan ini mirip sekali denganmu. Aku langsung mengingatmu sejak pertama kali membacanya,” ujarmu menggebu-gebu.

Aku suka rutinitas kita berdua setiap hari. Kita hanya duduk di tempat favorit masing-masing – di antara rak-rak buku yang telah berdebu sembari membaca masing-masing buku kita. Aku suka ketika – aku dan kamu saling mencoba memahami melalui buku-buku yang kita baca. Selalu ada banyak bait-bait kata yang akan mengingatkanku kepadamu dan sebaliknya, mengingatkanmu kepadaku. Kita berdua seperti dua buku usang yang berada di jajaran rak-rak buku yang berdebu. Kita berdua tidak banyak bicara. Hanya membaca buku masing-masing, dan saling mengagumi di balik diam. Aku dan kamu saling membaca – mungkin kita tidak menyadarinya karena kita hanya membaca buku. Tetapi melalui penuturanmu tentang buku yang kamu baca begitu mirip denganku; aku tahu satu hal. Bahwasanya kita tidak pernah benar-benar diam. Di balik kesunyian yang kita berdua ciptaan; kamu membacaku.

Aku suka ketika kamu mengatakan setumpuk buku-buku di sudut ruangan itu begitu mirip denganku. Aku tahu, sebelum kamu membaca buku-buku itu; kamu terlebih dulu membaca apa saja yang ada dalam pikiranku. Sehingga, kamu tahu kemiripan apa saja yang terjalin antara buku itu dan aku.

Aku menyukai fakta bahwa dalam diam, kita terus saling memahami. Kita berdua adalah buku. Kita saling membaca. Kita adalah buku usang yang berada di rak-rak berdebu. Tetapi, walaupun penuh debu, aku menyukai zona nyaman ini. Bersamamu – dan bersama dengan buku-buku kita berdua. Kita saling membaca.

Comments

Popular posts from this blog

Kelebihan dan Kekurangan Model-Model (Mekanisme) yang Menghubungkan Opini Publik dengan Pembuatan Kebijakan

[Teori Komunikasi] Teori dalam Tradisi Sibernetika

Kode Etik Profesi dalam Bidang Komunikasi