Lelaki Paling Aku Percaya

Aku masih ingat, mengenai percakapanku dengan seorang teman yang sama--sama menempuh pendidikan di Jogja. Kami memang saling bercerita dan berbagi. Kami sering ngobrol tentang berbagai hal. Banyak yang aku dapat dari berbicara dengannya. Namun, kali ini, ada satu hal unik, yang entah kenapa ingin aku tulis di sini.

Setidaknya, untuk kembali membuka mata kita yang telah lama terbutakan.
Dan pada hari itu temanku berkata, "Hanya ada empat lelaki yang aku percaya di duni ini,"

Aku berpikir sebentar. Sejenak dalam keheningan antara ada dan berada. "Empat? Siapa?"

Kemudian, temanku menjelaskan siapa saja orang-orang yang pantas dia percayai di dunia ini, "Mereka itu si x, si b, si c, dan si y," begitulah ungkapnya dengan bersemangat.

Aku kemudian - lagi-lagi hanya berada dalam keheninganku sendiri. Berputar-putar mencari arah pembicaraan yang sama. Karena jelas, aku tidak punya seorang pun teman pria yang aku pikir dekat denganku. Tidak seperti dia yang memiliki banyak teman lelaki yang bisa ia berikan kepercayaan sepenuhnya.

Aku menatap tajam ke depan, dengan pandangan mata yang terlihat bosan aku mengatakan, "Kalau aku, hanya ada satu di dunia ini," 

"Siapa?"

"Ayahku,"

Kemudian temanku hanya bisa terdiam sebentar kemudian tersenyum kecil.

Yah, mungkin benar. Kita terlalu berapresiasi di luar sana. Dan tanpa sadar, kita lupa kalau ada sosok-sosok berharga yang lalai kita pikirkan. Yang telah abai kita pedulikan. Kita terkadang hanya memikirkan diri kita sendiri.

Percayalah, jika kalian masih memiliki keluarga, jika kalian memiliki keluarga - kandung atau tidak. Merekalah orang pertama yang akan kalian percaya. Merekalah tempat di mana kalian akan pulang. Merekalah yang akan membuka tangan lebar hanya untuk sekedar menggemggam tangan lemah kita.

Percayalah, bapak ibukmu itu yang paling terbaik untukmu.

Dan untuk itu, untuk saat ini, hanya ada satu saja laki-laki yang aku percaya di dunia. Laki-laki yang telah memberiku hidup dan inspirasi.

Dan laki-laki yang pantas kupercayai saat ini, hanyalah Ayahku. Ayahku seorang.

Untuk Bapak, yang tak pernah lelah memarahiku dengan nasihat dan guyonannya. Buat Bapak yang selalu menyemangati. Teruntuk Bapak yang tidak pernah lelah menanyakan tentang aku. Buat Bapak yang tak pernah cuek ketika aku mulai tidak peduli dengannya. Untuk Bapak, yang kadang aku mengelak permintaan tolongnya. Buat Bapak yang selalu mendukungku. Untuk Bapak, yang mengubah pola pikirku dengan cara pandangnya yang 'liar'.

Buat Bapak, yang selalu aku percaya. Satu-satunya pria, yang saati ni masih aku percaya.

Dan untuk kalian semua, yang masih mau menggenggam erat para sepuh. Dan untuk kalian semua, para pemuda-pemudi yang menyayangi orang tuanya.

Lamia.

Comments

Popular posts from this blog

Kelebihan dan Kekurangan Model-Model (Mekanisme) yang Menghubungkan Opini Publik dengan Pembuatan Kebijakan

[Teori Komunikasi] Teori dalam Tradisi Sibernetika

Kode Etik Profesi dalam Bidang Komunikasi