Tentang Manusia dan Kemanusiaan Bagian 1
“Mbak, jangan kaya orang bego ya kalau di Jakarta. Pokoknya hati-hati. Jangan percaya siapapun. Selalu waspada,” Hampir semua sopir gojek yang mengantar saya ke stasiun atau bandara mengatakan hal demikian sewaktu tahu saya mau ke Jakarta. Lugas sekali ngomongnya. Bahkan terkesan agak terburu-buru. Seolah-olah saya harus segera tahu dan membuat banyak siasat yang jitu untuk mengatasi semua ketakutan-ketakutan dan ancaman-ancaman mengerikan setiba di Jakarta. Kadang-kadang, saya jadi berpikir, apa yang perlu ditakuti dari Jakarta? Mengapa setiap kali kaki saya melangkah menuju ke sana, orang-orang selalu menasihati dengan nada setengah takut dan was-was. Kalau harus memilih, saya jauh lebih takut dengan selokannya yang berwarna hijau, sampah-sampah yang berserakan, air yang katanya bersih tapi cuman oplosan kaporit, kemacetan, dan kegaduhan-kegaduhan lain yang awet dalam hiruk-pikuk. Tetapi, dibandingkan ketakutan setengah mati akibat air kotor dan sanitasi yang mengerikan,...