Posts

Showing posts from November, 2013

[Review] Film Tanah Surga Katanya : Ibarat Sebuah Dokumenter Kegagalan Pemerintah #bridgingcourse

Image
Ju dul                : Tanah Surga Katanya Sutradara         : Herwin Novianto Tanggal Rilis    : 15 Agustus 2012 Bintang           : Aji Santoso, Fuad Idris, Ence Bagus, Ringgo Agus Rahman, Astri Nurdin “Tapi apa yang Ayah harapkan dari Pemerintah? Mereka tidak pernah memberikan apa-apa untuk Ayah yang berjuang di perbatasan,” – Haris (Ence Bagus) Kalimat yang dilontarkan oleh Haris (Ence Bagus) kepada ayahnya, Hasyim (Fuad Idris) dalam salah satu adegan di film Tanah Surga Katanya merupakan salah satu gugatan yang telak untuk pemerintah Indonesia. Kalimat itu seakan-akan memang ditujukan untuk mengoreksi kinerja pemerintah. Dalam pernyataan ini, ada sarkasme yang begitu lugas untuk pemerintah yang gagal dalam membangun bangsa baik dalam pemerataan pembangunan maupun kolektif identitas atau pencitraan bangsa. Film ini menceritakan mengenai   keluarga Salman (Aji Santosa) yang hidup di perbatasan bersama kakek dan adiknya, Salina (Tissa Biani Azzahra). Hidup dala

Lelaki Paling Aku Percaya

Aku masih ingat, mengenai percakapanku dengan seorang teman yang sama--sama menempuh pendidikan di Jogja. Kami memang saling bercerita dan berbagi. Kami sering ngobrol tentang berbagai hal. Banyak yang aku dapat dari berbicara dengannya. Namun, kali ini, ada satu hal unik, yang entah kenapa ingin aku tulis di sini. Setidaknya, untuk kembali membuka mata kita yang telah lama terbutakan. Dan pada hari itu temanku berkata, "Hanya ada empat lelaki yang aku percaya di duni ini," Aku berpikir sebentar. Sejenak dalam keheningan antara ada dan berada. "Empat? Siapa?" Kemudian, temanku menjelaskan siapa saja orang-orang yang pantas dia percayai di dunia ini, "Mereka itu si x, si b, si c, dan si y," begitulah ungkapnya dengan bersemangat. Aku kemudian - lagi-lagi hanya berada dalam keheninganku sendiri. Berputar-putar mencari arah pembicaraan yang sama. Karena jelas, aku tidak punya seorang pun teman pria yang aku pikir dekat denganku. Tidak seper

[Cerpen] Pulpen-Pulpen Kebingungan

Oleh Lamia Putri Damayanti Suasana di dalam ruangan berbentuk segi empat tampak sepi senyap. Hanya ada gemerisik suara kertas yang dilepas dari kumpulannya. Secarik kertas putih terhempas kecil di atas meja persegi berwarna coklat. Ukuran kertas itu setara dengan kertas folio bergaris. Di dekat kertas putih itu terdapat kertas lain berukuran sama. Di dalamnya terdapat banyak kalimat yang diakhiri dengan tanda tanya. Penjelasan dari kalimat berakhiran tanda tanya tersebut harus diutarakan ke dalam kertas putih yang masih kosong. Ttiga pulpen berwarna hitam, biru, dan merah tampak berbaring.   Mereka menatap langit-langit ruangan itu dengan wajah tegang. Hari pengorbanan – sebut mereka. Hari di mana, ujung kepala mereka akan ditekan dan mengeluarkan tinta tanpa ampun. Rasanya tidak sakit, hanya nyeri yang akan mendera tubuh mereka berhari-hari. Satu di antara mereka, Pulpen Hitam tampak terangkat, dipaksa berdiri dan terayun sebentar kemudian bergerak lebih dekat ke arah k

Hope

Do not give up to expected Do not stop to give hopes to your life. Dream on. Just Dream. Realistic is exist, but imagine always real. Believe it. Keep it in to your heart. Berawal dari sebuah perbincangan yang agak singkat setelah makan bakso (?). Berawal dari sebuah obrolan sederhana tentang ‘harapan’. Ada banyak hal yang aku ambil dari percakapan ini. Ada banyak hal yang masih harus kurenungi lagi. Ada sekian hal penting yang kemudian menyadarkan aku tentang sesuatu hal yang bukan lagi sebuah cerita dongen ataupun mitos. Bahwa, benar, berharap bukan sesuatu yang salah. Bahwa Benar, terus berharap bukanlah sesuatu yang hina. Bahwa, iya, memang benar, berharap adalah salah satu kemauan kita untuk terus hidup di dunia yang penuh dengan tidakpastian ini. Bahwa benar, berharap itu pasti. Dan ketika itu, ada seseorang bertanya padaku, “Salah nggak sih aku berharap kayak gini?” Aku bilang, “Tidak,” “Tidak ada yang salah,” lanjutku. Sebuah harapan adalah rencana sed

[Cerpen] Reality Bite’s

Oleh : Lamia Putri Damayanti Sudah hari kelima aku tidak masuk sekolah. Hari kelima. Dan, Sheila, gadis aneh, si murid baru yang beberapa bulan lalu datang, duduk di sebelahku, dan mengatakan akan berteman baik denganku tidak menjengukku sampai detik ini! Dia bahkan tidak menelepon, tidak mengirimiku pesan untuk sekedar bertanya bagaimana kabarku.   Menanyakan perkembanganku, atau apalah itu. Bahkan, ketika beberapa teman perwakilan kelas menjengukku lusa kemarin, dia tidak ikut. Dia tidak ada di antara mereka. Dia menghilang setelah membuatku begini. Apa maunya? Dia yang membuatku sakit begini. Mengajakku menjadi panitia sebuah konser amal yang tidak jelas sampai malam. Gara-gara konser itu, kalung pemberian ibuku yang sangat kusayangi hilang.   Entah jatuh dimana, mungkin jatuh ketika Sheila menarikku ke sana ke mari. Aku heran, apakah konser sekonyol itu pantas disebut konser amal. Entahlah. Mungkin konser itu sama tidak jelasnya dengan keberadaan Sheila sekarang. Dan t