[Cerpen] Posisi
Oleh Lamia Putri Damayanti
Untuk
kesekian kalinya Kana mengamati undangan acara reuni SMA yang akan diadakan
minggu depan. Perasaannya tak menentu. Rasa-rasanya dia tidak ingin mengikuti
reuni itu. Memang, ini baru tiga bulan berjalan setelah kelulusan. Akan tetapi
teman-teman sekelasnya ketika SMA dulu sudah membuat acara reuni.
Kana
menghela napas panjang. Dia tak ada rupa untuk datang ke acara sakral itu.
Acara di mana semua orang akan saling melempar pertanyaan tentang keadaan dan
keberadaan masing-masing. Dan Kana, tidak mau itu terjadi. Dia merasa, dia
sangat bukan apa-apa.
“Wah
acara reuni ya Kan?” tiba-tiba sebuah suara sudah berada di belakang Kana. Risa
teman satu kos Kana sudah berada di sampingnya.
Dengan
tersenyum kecut Kana hanya bisa mengangguk.
“Minggu depan ya? Kamu ikut nggak, Kan? Acaranya
di deket-deket sini, nih!”
Kana
menggeleng lemah membuat Risa menautkan kedua alisnya dengan heran.
“Udah
ada acara?” Lagi-lagi Kana hanya bisa menggeleng lemah.
“Lho,
kenapa? Asik kali reuni. Aku juga pengen. Tapi temen sekelasku pas SMA udah
pada sibuk sendiri-sendiri! Padahal baru tiga bulan,”
Kana
menghela napas dalam-dalam. Ia memejamkan matanya sebentar sambil menerawang
jauh ke alamnya sendiri.
“Aku,”
Kana menahan napas sebentar, “Aku malu, Ris,” ucap Kana terbata.
Risa
hanya bisa mengerutkan keningnya. Beragam spekulasi mengiringi bebagai
pertanyaan di otaknya.
“Temen-temenku
sekarang kuliah di tempat yang, yah kamu pasti tahulah? Dan jurusan yang mereka
ambil, sangat-sangat wah. Banyak yang kuliah di kedokteran, manajemen, arsitek.
Pokoknya jurusan bergengsi lah, Ris! Dan aku cuma kuliah di PGSD (Pendidikan
Guru Sekolah Dasar)! Mereka-mereka nanti akan jadi orang-orang sukses. Orang-orang
besar. Sedangkan aku, cuma akan jadi seorang guru. Cuma guru, Ris. Nggak
lebih,” ujar Kana panjang lebar
Bukannya
memberi solusi, Risa malah tertawa lepas. Membuat Kana terheran-heran.
“Cuma gara-gara itu? Oh, wake up girl. Jadi guru itu bukan hal yang memalukan, Kana. Itu hal
yang sangat hebat! Jadi guru itu juga penuh perjuangan. Gak banyak lho, orang
yang bener-bener ikhlas bagi-bagi ilmunya,”
“Dan
kamu tahu nggak Kan? Di Jepang, profesi yang paling dihormati itu adalah guru.
Pasca bom Nagasaki dan Hiroshima, guru dan petanilah yang pertama dicari. Bukan
dokter, bukan arsitek, bukan pebisnis. Tapi guru. Dan guru selalu disebut-sebut
sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru juga ada lagunya sendiri tuh? Istimewa
kan?”
Seperti
dilumat oleh dimensi. Kana hanya bisa terpaku pada ucapan teman satu kosnya.
“Nggak
usah malu kali, Kan. Setiap profesi itu punya posisinya masing-masing. Punya
rezekinya masing-masing. Itu kan cita-cita kamu dari dulu. Kenapa mesti malu?
Semua posisi punya peran, kok. Dokter pun tanpa pasien nggak bisa apa-apa. Arsitek tanpa tukang juga nggak bisa apa-apa.
Pebisnis tanpa uang juga nggak bisa apa-apa. ”
Kana
hanya tersenyum mendengarnya. Tapi kali ini bukan senyum kecut. Tapi senyum
manis yang siapapun ingin melihatnya.
“Makasih
Ris. Besok aku pasti ikut reuni. Aku nggak akan malu sama jurusan yang aku
ambil,” katanya mantap.
“Dan
bilang sama mereka kalau kamu pasti jadi seorang guru yang baik,”
Yah,
memang tidak ada yang salah dari sebuah posisi. Di atas atau di bawah. Yang
penting bagaimana kita menjalaninya.
***
***
Comments
Post a Comment