Tinta Bertuah
via penapelajarmuslim.wordpress.com |
Malam ini, hujan turun dengan derasnya. Desau angin merapat pada dinding-dinding rumah tua yang telah terkikis catnya. Sebagian air yang terhempas merembes cepat dan meninggalkan bekas-bekas kesakitan di sana. Semalaman hujan terus menderas, mendesau dalam hati yang tengah terburai akan memori-memori tentang mimpi dan tujuan.
Aku teringat, ketika aku
menorehkan satu garis per garis dari pucuk pena yang bertinta menjadi satu kata
yang utuh di sebuah kertas. Di dalam kertas itu, aku jelas menuliskan apa yang
aku inginkan. Aku menuangkan segala apa yang aku rasakan selama ini pada satu
kata yang tak bisa dijabarkan dengan kata lain. Kata itu sendiri yang mewakili
dirinya. Hanya dia yang paham dan dapat memaknainya.
Aku harap, malam-malam yang penuh
dengan desau angin dan rintik hujan tak melunturkannya.
Satu kata itu adalah obsesi.
Pucuk dari segala kegelisahan hidup. Puncak dari keinginan diri. Adalah hal
terpenting bagiku untuk membuatnya tunduk dan berada dalam kendaliku. Namun aku
sadar, hal itu tidak mudah.
Aku harus memantapkan diri dalam
satu garis per garis dari pucuk pena yang bertinta.
Aku harus meyakini bahwa
tinta-tinta yang resapkan pada kertas-kertas berbau kayu akan merembes dengan
kuat, tidak akan pernah hilang, dan kekal abadi di sana.
Aku bicara soal mimpi. Sebuah
keinginan yang hanya aku saja yang tahu.
Ah, malam ini, memang pantas
untuk menghabiskan malam dengan kegundahan-kegundahan yang lagi-lagi merembes
ke dalam tanah bersamaan dengan air hujan yang berkecipak di jalan-jalan yang
berkubang.
Semoga tidak melunturkan kertas
yang telah bertuahkan tinta. Semoga.
Comments
Post a Comment