Bocah-Bocah yang Selalu Tertawa





Aku suka melihat anak-anak kecil, yang bermain, berlarian, berkejar-kejaran sembari tertawa riang. Aku suka melihat bocah-bocah kecil yang tersenyum, tertawa menggelegak sembari mengudarakan tangannya ke langit. Aku suka kalimat-kalimat mereka yang dituturkan dengan lugas dan lugu. Menyiratkan harapan dan kehidupan. Impian-impian yang terus terurai sembari menguap ke langit. Berbicara padanya mengenai hati yang sedang mengalami lena dalam suka.

Namun, sembari mendengarkan tawa mereka, ada sebait kekhawatiran yang terus meretas. Ada keluhan cemas yang terus bergulir. Apalagi ketika aku menyaksikan sorotan kedua bola mata mereka. Yang polos dan selalu berbinar-binar. Selalu terdapat ketakutan ketika melihat sorotan mata mereka. Aku takut, suatu hari nanti, kelak ketika mereka menjelma jadi manusia dewasa, sorotan mata itu akan berbeda. Hilang diterpa angin yang selalu membisu, tanpa jejak di halaman rumah yang berserakan dengan mainan-mainan yang telah kusam.

Aku selalu ingin melihat sorotan mata bocah-bocah itu lebih jauh – lebih dalam. Memaknai masa depan mereka dari sana. Mencoba memahami rasa suka dan duka yang tersirat dari sana. Aku melihat bocah-bocah kecil yang selalu tertawa. Berhamburan di lapangan, bersembunyi di semak-semak dan terlonjak kegirangan.

Ketika melihat bocah-bocah itu, aku selalu bertanya-tanya tentang masa depan mereka. Ketika menyaksikan keluguan mereka, aku selalu ingin tahu tentang kebenaran hati yang mereka rasakan kelak ketika dewasa.

Aku melihat bocah-bocah yang polos, penuh dengan hati dan jiwa yang bersih.

Kemudian, dari sana aku teringat Fir’aun, Abu Lahab, Abu Jahal, Bush, Hitler, Musolini, Daendels, dan manusia (yang dianggap) keji lainnya. Aku ingin melihat masa kecil mereka – yang bahagia. Aku ingin meniti kehidupan mereka, sampai hati yang suci itu terenggut kerasnya kehidupan. Kekejian menjelma menjadi jantung hati yang terus berdetak. Aku tahu, mereka manusia yang berbuat kejam. Tapi kemudian aku ingin sekali mengulas masa lalu mereka ketika masih kecil. Dari sana, kembali lagi timbul Tanya. Apakah benar, mereka terlahir menjadi jahat, ataukah ada celah masa lalu yang mengatakan bahwa mereka anak-anak baik?

Aku selalu berpikir begitu. 


Bocah-bocah yang selalu tertawa. Beriringan dan berhadap-hadapan. Kedua tangan mereka terayun bebas, mengudara menggapai langit-langit. Tak ada yang salah dari keceriaan mereka. Namun di balik sorotan mata mereka, aku selalu bertanya-tanya tentang bagaimana kelak jika mereka beranjak dewasa. Aku mengkhawatirkan masa-masa itu. Dan berharap tidak ada hal buruk yang terjadi. Semoga bocah-bocah itu selalu tertawa sampai menjelang tua.


... dan yang tertinggal, hanyalah mainan-mainan yang berserakan di halaman depan rumah, telah kusam, dan bercerita tentang keabadian masa kecil mereka, terenggut oleh waktu, dan harus dengan sukarela menghadapi masa depan dengan menjadi orang dewasa....


Semoga tetap tertawa bahagia. Selalu.

Comments

Popular posts from this blog

[Teori Komunikasi] Teori dalam Tradisi Sibernetika

Berkunjung ke Rumah Teman

Kelebihan dan Kekurangan Model-Model (Mekanisme) yang Menghubungkan Opini Publik dengan Pembuatan Kebijakan