Usia Sebuah Gagasan
"Dengan kata
lain, apakah umur perdebatan yang dimediasi Internet tersebut akan lebih
panjang daripada karya Goenawan sendiri di era pra-internet?
Argumen utama yang
diketengahkan di sini adalah bahwa umur gagasan menjadi pendek. Gagasan
tersebut sulit bertahan bukan lantaran minim kualitas atau hampa, melainkan
atensi pembaca yang cepat sekali berpindah pada gagasan lain."
Jadi ingat salah
satu diskusi dengan salah seorang teman waktu ramai-ramainya senjakala media
cetak -- terutama opini Bang Bre yang dicecar habis-habisan. Saat itu saya
membaca sebuah opini di blog tentang "berbalas gagasan" yang kini
bisa dilakukan dengan mudah di blog di internet. Tidak perlu lagi mesti
mengirimkan ke media cetak dan menunggu dimuat minggu berikutnya. Beruntung kalau
dimuat. Jika tidak? Sial lah nasibnya. Dengan adanya internet, orang-orang bisa
berbalas gagasan dengan mudah di blog pribadi atau media-media daring yang
memproduksi wacana. Seperti yang terjadi saat opini Bre yang dimuat di Kompas
(malah) menjadi viral di media daring. Banyak sekali yang kemudian
berbondong-bondong menulis opini balasan terhadap gagasan Bre mereka di blog
pribadi maupun media-media daring yang orientasi utamanya adalah menciptakan
wacana. Tetapi, seperti yang digagas oleh penulis di artikel ini: sejauh apa
atensi masyarakat terhadap gagasan tersebut? Dalam diskusi dengan seorang
teman, ia mengatakan bahwa internet memang memberikan banyak wacana. Namun,
wacana yang diberikan tidak terstruktur, kita membaca dengan berpindah-pindah
dan tidak fokus. Kita membaca dengan sepotong-sepotong. Jika tidak malas kita
bisa menyusunnya semua gagasan yang terpotong-potong itu. Jika malas, ya habis
sudah. Kita tidak akan mampu memamahami sebuah gagasan dengan utuh dan hanya mampu memindai setiap kata. Mungkin hal ini pula yang membikin cara berpikir yang melompat-lompat. Tidak focus. Dan tidak tepat sasaran.
Teman saya pun
menimpali adanya "berbalas gagasan" yang kini lebih cepat dilakukan
via media daring. "Mbiyen ki yo Lam, wong nek mbales gagasan ki nganggo
buku. Nggawe buku. Buku sik tebel kae. Prosese pancen suwi, taunan, tapi
gagasane awet,"
Begitu kira-kira.
Yah, bagaimana pun, perubahan sosial memang menimbulkan pro kontra. Di satu
sisi terlihat menguntungkan, di sisi yang lain, ternyata tidak demikian.
http://www.remotivi.or.id/amatan/268/Gagasan-yang-Maya:-Produksi-Wacana-dalam-Media-Daring
Comments
Post a Comment