Kebijakan Registrasi Kartu Seluler Ancam Keamanan Data Pribadi


Mulai 31 Oktober 2017 hingga 28 Februari 2018, pemerintah menetapkan kebijakan baru untuk melakukan registrasi penggunaan kartu seluler dengan memberikan NIK dan KK. Meski dianggap menjadi salah satu langkah menekan angka kriminalitas, kebijakan tersebut tidak terlepas dari berbagai persoalan, terutama terkait dengan keamanan data pribadi.

Data pribadi menjadi persoalan yang pelik dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Sebab, tidak ada kejelasan mengenai nasib data pribadi yang akan diberikan pada perusahaan jasa provider. Hal itu diutarakan oleh Sinta Dewi, Ketua Cyber Law, Fakultas Hukum Unpad dalam diskusi publik bertajuk, “Regulasi Seluler: Wajib Registrasi, Perlindngan Tak Pasti?”. Selain Sinta, diskusi tersebut juga menghadirkan Rony Primanto, Kepala Dinas Kominfo DIY dan Heru Tjatur, CTO Kumparan. Acara yang berlangsung pada Sabtu (28/10), menjadi wadah untuk membaca ulang kebijakan wajib registrasi menggunakan NIK dan KK, terutama hak-hak perlindungan masyarakat terhadap data pribadi mereka.

Menurut Rony, penggunaan NIK dan KK dapat memberikan manfaat untuk pendapatan daerah. “Selama ini, pembelian kartu seluler tidak pernah memberikan dampak langsung untuk daerah. Berbeda dengan cukai rokok,” jelasnya.

Dalam pelaksanaannya sendiri, setiap perusahaan penyedia jasa provider akan bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Bentuk kerjasama kedua pihak ini, menurut Sinta, tidak jelas dan sifatnya rahasia. “Jadi, kita tidak tahu sejauh mana operatur membuat perjanjian dengan Disdukcapil. Kita juga tidak tahu, bagaimana nasib data tersebut. Sementara itu, perlindungan terhadap data pribadi masyarakat tetap harus diutamakan,” jelasnya.

Sinta menjelaskan bahwa penggunaan terhadap data pribadi pengguna kartu seluler menjadi salah satu hal yang mengkhawatirkan. Sebab, tidak ada penjelasan yang detail terhadap data-data pribadi yang diserahkan. Apalagi, belum terdapat undang-undang yang resmi untuk melindungi data-data tersebut, penyalahgunaan dapat terjadi dengan mudah. Salah satu contoh penyalagunaan data pribadi adalah dengan banyaknya pesan komersial yang masuk ke nomor pengguna kartu seluler.

Idha Saraswati, Manajer Unit Pengelolaan Informasi Komunitas juga menyampaikan pengalamannya terkait dengan pesan komersial yang masuk ke nomor pribadinya. Pesan komersial tersebut berisi anjuran untuk membeli suatu produk tertentu.

Terkait dengan hal tersebut, Heru menambahkan bahwa pemerintah lebih banyak melindungi industri (perusahaan provider) daripada masyarakat. Hal tersebut dinilainya dari berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, termasuk wajib registrasi kartu prabayar. Ia melihat, kebijakan tersebut sesungguhnya tidak dibuat untuk melindungi masyarakat tetapi bisnis telekomunikasi. “Bahkan, ide memberikan NIK dan KK dalam proses registrasi untuk menimalisasi angka kejahatan sebetulnya tercetus dari pihak operator,” katanya.

Pasalnya, Sinta menjelaskan bahwa tidak ada relevansi antara proses registrasi dengan menggunakan NIK dan KK dengan menurunnya angka kejahatan. “Di negara lain, seperti Meksiko, peraturan tersebut sudah dicabut karena memang tidak signifikan,” jelas Sinta.



Pentingnya UU Perlindungan Data Pribadi

Sinta mengungkapkan bahwa undang-undang perlindungan data pribadi menjadi dasar yang penting dalam pengelolaan kebijakan registrasi kartu. Ia menekankan bahwa keberadaan UU tersebut dapat memperjelas bagaimana pengelolaan data pribadi yang seharusnya. Masyarakat pun memiliki dasar yang kuat untuk melindungi data-data pribadinya. Terkait hal tersebut, Rony menjelaskan bahwa saat ini perlindungan data pribadi baru diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) No. 2 Tahun 2016. “Meski begitu, karena sifatnya belum undang-undang, Permen ini sifatnya masih komitmen,” jelasnya.

Nihilnya UU Perlindungan Data Pribadi, menurut Sinta, dapat menjadi persoalan yang pelik.  Terdapat ketimpangan antara satu perarutan dengan peraturan yang lain. Masyarakat tidak memiliki pedoman yang tetap dan kuat untuk melindungi data pribadinya. Sementara itu, kebijakan seperti registrasi menggunakan NIK dan KK mulai digalakkan sebelum UU tersebut disahkan. “Jadi, UU Perlindungan Data Pribadi harus segera didorong,” katanya.

Pentingnya UU Perlindungan Data Pribadi juga terkait erat dengan tata kelola penyimpanan data dalam NIK dan KK. Penggunaan NIK dan KK, menurut Rony, adalah satu-satunya data yang bisa digunakan untuk melakukan proses registrasi. Meski begitu, penggunaan NIK dan KK memunculkan persoalan data pribadi yang cukup sensitif karena penyimpanan datanya bersifat biometrik. “Setiap e-ktp kita terdapat data yang sensitif tentang tubuh kita. Misalnya saja data mengenai kesepuluh sidik jari dan retina mata,” jelas Sinta.

Selama ini, tidak ada penjelasan mengenai data-data tersebut. Bagaimana pengelolaannya dan penyimpannya. Terkait dengan pentingnya data tersebut, Sinta mengatakan, hal tersebut harus diperjelas melalui UU Perlindungan Data Pribadi.

Heru juga menambahkan bahwa tidak ada kejelasan bagaimana data tersebut nanti akan dikelola. Pihak pemerintah hanya menyatakan bahwa data tersebut aman. “Nah, aman sendiri dinilai seperti apa? Kita harus tahu data kita disimpan dan digunakan untuk apa saja? Intinya, perlindungan datanya harus jelas dulu,” papar Heru.

Penggunaan NIK dan KK Tuai Beragam Persoalan

Tidak hanya ancaman penyalahgunaan data pribadi, penggunaan NIK dan KK juga menuai berbagai persoalan lainnya. Salah satunya adalah nasib kelompok masyarakat terpinggirkan yang tidak memiliki NIK dan KK seperti masyarakat adat, waria, dan anak-anak difabel yang disembunyikan oleh keluarganya. Hal tersebut menjadi keresahan Ning Fero, salah seorang peserta diskusi yang merupakan pendamping kelompok masyarakat yang tidak memiliki KK dan NIK. “Kalau tidak memiliki NIK dan KK, apakah hak-hak kelompok masyarakat ini dalam berkomunikasi dicabut begitu saja?” tanyanya.

Ning mengkhawatirkan bahwa kebijakan tersebut semakin meminggirkan kaum marjinal dan membatasi akses komunikasi mereka. Menanggapi hal tersebut, Rony menjelaskan bahwa setiap NIK maupun KK dapat digunakan untuk beberapa nomor sekaligus. Namun, bukannya menyelesaikan persoalan bagi pengguna yang tak memiliki NIK dan KK, hal tersebut kembali menimbulkan masalah lain. Salah satunya penyalahgunaan NIK dan KK oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Hal tersebut diungkapkan oleh Anggoro, Pegiat Sistem Informasi Desa (SID) dari Bappeda Gunungkidul. Terkait dengan penyertaan fotokopi KK dan NIK dalam proses registrasi, ia mempertanyakan data tersebut. “Kalau lembar fotokopiannya tidak dihancurkan, bisa saja datanya diambil orang lain dan disalahgunakan,” jelasnya.

Adapun, Rony menjelaskan bahwa Kominfo di daerah hanya pada ranah pengawasan. Jika terdapat permasalahan di lapangan, Kominfo hanya melaporkan saja. “Kami tidak punya hak untuk menindak. Hal ini pun masih dalam proses diskusi dengan Kominfo pusat,” jelasnya.

Heru menilai, kebijakan ini juga harus dibarengi dengan pemberdayaan konsumen oleh swasta. Selain itu, ia menekankan bahwa pemerintah seharusnya membuat peraturan dengan pertimbangan yang matang. “Pasalnya, pemerintah mengerluarkan kebijakan tersebut tanpa peraturan mengenai kebijakan itu,” katanya.

Masyarakat Diwajibkan Memiliki Kontrol atas Data Pribadinya

Selain memperjelas kebijakan mengenai proses registrasi menggunakan NIK dan KK, Sinta juga menekankan bahwa masyarakat harus memiliki kontrol atas data pribadinya. Selama ini, banyak yang belum menyadari sepenuhnya mengenai pentingnya melindungi data pribadi. Bahkan, masyarakat cenderung sukarela membeberkan data pribadinya lewat media sosial.

“Kita malah mengumbar informasi itu di media sosial. Oleh karena itu, kita sendiri juga harus mengendalikan privasi kita,” jelas Sinta. Adapun, dalam menghadapi arus perkembangan teknologi, masyarakat Indonesia dinilai Sinta tergolong unik. “Budaya masyarakat kita ini sedikit gagap teknologi, ya. Hal ini bisa menjadi salah satu penelitian juga untuk meliterasi masyarakat,” paparnya.

Di era digital ini, Heru juga menambahkan pentingnya literasi pada masyarakat untuk terus berhati-hati. Ia menilai, bahwa Indonesia memang mengalami lompatan perkembangan teknologi yang signifikan. Saat ini pun, 70% masyarakat Indonesia sudah menggunakan telepon seluler tanpa mengalami perkembangan teknologi telekomunikasi yang sebelumnya.

Comments

  1. Bingung punya modal kecil tapi mau bermian sesuka hati ?
    Sekarang tidak perlu repot..dengan Depositkan PULSA..Boskuu bisa bermian sepuasnya!
    S1288 Poker Website Games Dewa Poker Online, Domino, Bandar Ceme, Capsa, Casino War,
    Samgong, QQ, BlackJack 21 Live Texas Holdem, Omaha, Super10, S128,
    Ceme Keliling Dengan Uang Asli Indonesia.
    Bergabung sekarang dengan s1288poker !! Taruhan bandar online TERPECAYA dan AMAN !!
    Penasaran klik link ini sekarang juga!! daftar free >> https://s1288poker.website
    dapatkan dan menangkan begitu banyak juga PROMO & BONUS TAHUN 2020
    MENANG BERAPAPUN...PASTI KAMI BAYAR !!!
    Berbagai macam permainan s1288poker tawarkan :
    PROMO DEPOSIT PULSA TANPA POTONGAN LOCKDOWN CORONA

    POKER ONLINE
    SBOBET
    SABUNG AYAM
    SLOT PULSA
    LIVE CASINO
    TOGEL
    Jadilah jutawan bersama s1288poker sekarang juga ^^
    info lebih lanjut CS 24jam siap melayani Anda!
    LIVECHAT : CS1288POKER
    WA : 081910053031
    SEHAT SELALU UNTUK KITA SEMUA ...ALWAYS THANKFULL AND GRATEFULL ^^

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

[Teori Komunikasi] Teori dalam Tradisi Sibernetika

Berkunjung ke Rumah Teman

Kelebihan dan Kekurangan Model-Model (Mekanisme) yang Menghubungkan Opini Publik dengan Pembuatan Kebijakan