Obrolan Para Kaum
Akibat
secara asal menambah teman di facebook. Berandaku sekarang jadi lebih variatif.
Bukan hanya menceritakan tentang kegalauan, kegundahan, kebahagiaan atau
sekedar meng-update apa yang baru
saja dirasakan. Secara asal aku menambah teman yang sebenarnya tidak aku kenal.
Dia ada yang seorang penulis, ada yang seorang jurnalis, ada yang aktivis, ada
yang musisi, ada yang editor, ada yang seorang sosiolog, ada yang seniman, ada
segolongan manusia garis keras, ada juga waria, beberapa gay, lesbian, penjual
buku-buku, golongan orang-orang kritis dan pendobrak, ah – ada banyak teman
baru yang sesungguhnya tidak aku kenal yang sering bermunculan di beranda
facebook.
Namun,
aku kebanyakan menambah orang-orang yang suka menulis. Dengan asal, meng-add
mereka yang seorang penulis. Dan ternyata para penulis-penulis yang aku add
secara acak itu saling mengenal. Di beranda facebook – layaknya nongkrong di
teras kafe, mereka ngobrol soal tulis menulis, buku mereka, garapan novel
terbaru mereka, cerpen mereka yang dimuat, penghargaan yang mereka dapatkan dan
lain hal sebagainya.
Jujur,
aku tidak mengerti apa yang kaum penulis tulis. Namun aku berusaha memahami dan
menyadari bahwa mereka adalah kaum yang hebat – selalu mencoba menyikapi setiap
peristiwa dengan sudut pandang yang berbeda. Ada pula mereka berusaha menjadi
orang lain agar mampu menuliskan sebuah karakter yang nyata.
Sesungguhnya,
aku hanya mengamati dengan
terkagum-kagum sembari memikirkan termasuk ‘kaum’ yang manakah aku? Apakah aktivis,
jurnalis, golongan orang kritis, pegiat humanism, pegiat lingkungan, musisi,
seniman, ataukah hanya seorang manusia biasa saja di sekumpulan orang-orang
hebat.
Saat
ini aku hanya seorang mahasiswa konservatif yang mendadak jadi penjaga warnet
di liburan semester. Aku hanyalah seorang penjaga warnet yang mau tidak mau menemani
para laki-laki yang suka membuka situs-situs porno. Sambil mengumpat, aku
selalu tak pernah tersenyum ramah ketika mereka membayar di bill.
Comments
Post a Comment