Resume : Menggugat Pers dan Negara oleh Amir Effendi Siregar #bridgingcourse
Independensi pers di Indonesia
mulai menjadi persoalan. Hal ini dikemukakan oleh tokoh-tokoh Indonesia seperti
Ketua Umum PWI; Bung Margiono, Menteri Tifatul Sembiring bahkan Presiden SBY menggugat
profesionalisme dan independensi pers. Gugatan-gugatan tersebut berkaitan erat
dengan kepemilikan media. Namun, negara sebagai regulator dan pemerintah juga
memiliki ruang untuk mendapatkan gugatan serupa .
Pada umumnya media Indonesia
masih bersifat elitis, isinya seragam, dan terkonsentrasi pada kepemilikan.
Media paling elite adalah cetak. Tetapi sirkulasi tersebut masih terbilang
sangat kecil bila mengikuti standar minimal UNESCO.
Media cetak di Indonesia banyak
beredar di kota-kota besar dan daerah
urban. Internet digunakan untuk memperluas jangkauan. Meskipun penetrasinya
masih kecil. Televisi swasta baru menjangkau 78 persen penduduk. TVRI juga
belum mendapat perhatian yang layak. Isi stasiun televisi swasta berorientasi
pada penduduk urban, seragam, dan elitis. Radio menjadi media yang jangkauannya
paling luas di Indonesia. Media ini paling demokratis dalam keragaman dan
kepemilikan.
Regulasi media di negara
demokratis dibagi menjadi dua. Pertama, media yang tak menggunakan wilayah
publik/frekuensi yang memiliki prinsip pengaturan diri sendiri oleh penerbitdan
organisasi pers. Di Indonesia ada Dewan Pers yang bertugas menjaga kemerdekaan
pers, meningkatkan kualitas dan profesi wartawan, dan menyeleseikan sengketa
pemberitaan pers. Sejauh ini, penyeleseian sengketa yang dilakukan oleh Dewan
Pers masih harus ditingkatkan. Kedua, media yang memakai wilayah publik/frekuensi
seperti radio dan televisi. Pengaturannya harus ketat, harus memperoleh izin,
isi tidak boleh partisan, harus netral, dan kepemilikan dibatasi.
Regulator utama dalam media
penyiaran adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Kementerian Kominfo dan
Bapepam-LK bagi perusahaan publik. Dalam hal ini KPI harus lebih tegas. Untuk
kepemilikan media, Kementerian Kominfo seharusnya tidak membiarkan konsentrasi
kepemilikan terjadi.
Peraturan pemerintah yang intinya
adalah seseorang atau badan hukum langung maupun tak langsung hanya boleh
memiliki paling banyak dua stasiun televisi di dua provinis berbeda. Namun,
yang terjadi adalah seseorang atau badan hukum menguasai lebih dari satu
stasiun televisi di satu provinsi, bahkan tiga.
Intropeksi perlu dilakukan oleh
pers Indonesia. Regulator harus terus ditingkatkan. Penegakan hukum harus
dilakukan oleh badan yang berwenang. Jika tidak, tak ada lagi independensi pers.
Lamia Putri Damayanti (345745)
Comments
Post a Comment