Enam Belas Hari Ganyang Kekerasan Seksual terhadap Perempuan


via tempo.co

Menurut data yang dihimpun oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, sedikitnya 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap harinya. Pada tahun 2011 terdapat 4.377 kasus kekerasan seksual dari total 119.107 kasus kekerasan yang dilaporkan. Kasus kekerasan seksual paling banyak terjadi di ranah publik, dengan 2.937 kasus. Bentuk kekerasan seksual yang terjadi diantaranya perkosaan, percobaan perkosaan, pelecehan seksual, pemaksaan aborsi, eksploitasi seksual, prostitusi paksa dan kontrol seksual. Tahun berikutnya, 2012, tercatat 4.336 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Empat jenis kekerasaan yang paling banyak ditangani adalah perkosaan dan pencabulan (1620); percobaan perkosaan (8); pelecehan seksual (118); dan trafiking untuk tujuan seksual (403).[1]  Tahun 2013 lalu, dari segala bentuk kekerasan yang dialami perempuan, kekerasan seksual mencapai 38,54%. [2]
Dari data tersebut, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan mencapai lebih dari sepertiga dari seluruh kekerasan yang dialami perempuan. Ironisnya, aksi kekerasan seksual ini juga menimpa anak-anak. Tercatat 535 kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak, khususnya perempuan pada bulan Januari-Juni 2013.[3]  Dari sekian kasus, beberapa korban bahkan sampai meninggal dunia. Akumulasi kasus tersebut terhitung karena adanya laporan dari pihak korban. Dalam hal ini, tentunya ada  beberapa korban kekerasan seksual yang tidak berani atau malu melaporkan kejadian yang dialaminya.
Keadaan ini begitu memprihatinkan,  kekerasan seksual semakin marak terjadi baik di ranah publik mau maupun non publik. Perempuan menjadi objek ketidakberdayaan sebuah realitas yang menekan posisi mereka dengan berbagai kekerasan.  Komnas Perempuan merumuskan 14 jenis Kekerasan Seksual sejak tahun 2010, yaitu: (1) perkosaan (2) pelecehan seksual (3) eksploitasi seksual (4) penyiksaan seksual (5) perbudakan seksual (6) intimidasi/ serangan bernuansa seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan (7) prostitusi paksa (8) pemaksaan kehamilan (9) pemaksaan aborsi (10) pemaksaan perkawinan (11) perdagangan perempuan untuk tujuan seksual (12) kontrol seksual termasuk pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama (13) penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual (14) praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan. Tahun ini Komnas Perempuan menambahkan 1 bentuk kekerasan seksual lain, menjadi 15 bentuk kekerasan seksual, yaitu: kontrasepsi/sterilisasi paksa. Kontrasepsi/sterilisasi Paksa merujuk pada “pemaksaan penggunaan alat-alat kontrasepsi untuk mencegah fungsi reproduksi, atau pemaksaan penuh organ seksual perempuan untuk berhenti bereproduksi sama sekali, yang merebut hak seksual perempuan serta fungsi reproduksinya”.[4]
Sepanjang sejarah, kaum perempuan selalu menjadi korban kekerasan – khususnya kekerasan seksual. Kasus pemerkosaan perempuan etnis tionghoa pada kerusuhan Mei 1998 menjadi saksi sisi kebinatangan manusia. Kasus-kasus serupa pun  terus berlanjut dengan berbagai jenis kekerasan. Misalnya teror pemerkosaan di angkutan kota (angkot) pernah terjadi di daerah Bandung pada tahun 2011. Sepanjang tahun itu pula, terdapat 40 kasus pemerkosaan di angkot.[5]
Kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi di Indonesia, di luar negeri, perempuan yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga tak luput dari tindakan kekerasan seksual, khususnya pemerkosaan. Selain kasus fisik seperti pemerkosaan dan pencabulan, eksploitasi perempuan dalam media pun menjadi salah satu bentuk kekerasan nonfisik. Dalam media, perempuan hanya dikaitkan dengan hal domestik dan disimbolkan sebagai seks. Media yang seharusnya menjadi ruang publik untuk menyuarakan hak-hak perempuan malah semakin mengorientasikan perempuan sebagaimana apa yang dipikirkan kaum pria.
Maraknya kasus kekerasan seksual membuat perempuan harus meningkatkan kewaspadaan terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini menjadi sebuah tanda tanya besar; apakah perempuan tidak bisa hidup aman dan nyaman di tanahnya sendiri? Kasus kekerasan seksual seharusnya bisa ditangani dan ditanggulangi pihak berwenang. Perempuan memiliki hak untuk dibela dan dilindungi oleh negara. Namun pada praktiknya banyak pengaduan pemerkosaan yang sering ditolak pihak kepolisian. Penolakan-penolakan seperti itu tentu semakin meresahkan kaum perempuan.  Tidak hanya ditolak, kasus pemerkosaan malah terkadang menjadi lelucon. Bahkan ketika akan dicanangkan hukuman mati bagi pelaku pemerkosaan, seorang calon Hakim Agung, Daming Sunusi, melontarkan kalimat yang kontroversial. Di depan anggota DPR Komisi III, Daming mengatakan bahwa, “Yang memerkosa dan yang diperkosa sama-sama menikmati. Jadi, sulit pelaku pemerkosaan dihukum mati.’’ Pernyataan yang dilontarkan Daming jelas menyakiti masyarakat, khusunya perempuan.
Selain itu, sebagian masyarakat malah menyalahkan dan bukannya mendukung para korban. Masyarakat berasumsi bahwa tindakan perkosaan tersebut dipicu lantaran pihak perempuan menggunakan pakaian minim. Asumsi seperti ini semakin menekan para perempuan dan memperkecil ruang lingkup perempuan dalam mencari kebebasan. Di mana lagi mereka dapat mengadu jika bukan kepada pemerintah, aparat keamanan dan masyarakat yang seharusnya melindungi hak-hak dan keberadaan perempuan.
            Padahal, dampak yang ditimbulkan dari kekerasan seksual tidak hanya berupa fisik namun juga psikis. Korban kekerasan seksual tidak hanya kehilangan hal yang berharga dari dirinya, tetapi juga masa depannya. Dampak psikis yang dialami akan berdampak panjang. Hal ini tentunya akan mempengaruhi mental dan perilaku korban setelah kejadian. Mereka tidak hanya trauma tapi juga terus dihantui oleh rasa takut. Untuk mengobati rasa trauma sendiri bukan hal yang mudah. Korban akan cencerung mengingat apa yang pernah terjadi pada dirinya.
Maraknya kejahatan humanisme terhadap perempuan ini, memunculkan aktivis-aktivis yang ingin ‘memerdekakan’ rasa takut perempuan. Penderitaan yang dialami para korban kekerasan seksual telah memberikan gambaran yang jelas betapa menyakitkannya peristiwa yang mereka alami. Apa yang saat ini terjadi membuka mata banyak orang untuk mengkampanyekan agenda anti kekerasan seksual terhadap perempuan. Kampanye dilakukan oleh berbagai institusi yang menaruh perhatian terhadap nasib kaum perempuan. Para lembaga atau institusi ini melakukan dialog interaktif, pemasangan alat peraga di tempat umum, rapat umum, atau bahkan bekerjasama dengan beberapa media untuk mengkampanyekan aksi ini.
Salah satu kampanye yang sedang digiatkan sekarang adalah “16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan”. Kampanye ini telah dilaksanakan sejak 2010 silam dengan mengusung tema  ”Kekerasan Seksual: Kenali dan Tangani”. Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) merupakan kampanye Internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Program kampanye ini akan dilaksanakan sampai akhir 2014. Sebagai institusi nasional hak asasi manusia di Indonesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator dan penggagas kegiatan ini di Indonesia. Komnas Perempuan juga menggiatkan agenda kampanye dan mengajak institusi lain untuk ikut serta menyuarakan hak-hak perempuan.
Kegiatan kampanye ini sendiri pertama kali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership. Sebanyak 23 peserta berasal dari negara-negara yang berbeda di seluruh dunia dan dari berbagai bidang seperti pengacara, pembuat kebijakan, guru, pekerja kesehatan, peneliti, jurnalis, dan aktivis. Perempuan-perempuan ini adalah pemimpin lokal masyarakat sipil yang setidaknya telah dua tahun berpengalaman mengorganisir perempuan, yang juga tertarik dalam membangun gerakan hak asasi perempuan secara global.
Gerakan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (K16HAKTP) dilakukan setiap tahunnya, dan selalu berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Rentang waktu tersebut dipilih untuk menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.
Keterlibatan Komnas Perempuan dalam telah dimulai sejak tahun 2001. Dalam kampanye 16 HAKTP ini, Komnas Perempuan sebagai inisiator dan fasilitator gerakan kampanye di wilayah-wilayah yang menjadi mitra Komnas Perempuan. Hal ini sejalan dengan prinsip kerja dan mandat Komnas Perempuan yakni untuk bermitra dengan pihak masyarakat dalam upaya pencegahan dan penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.
Tahun kemarin, Komnas Perempuan melakukan K16HAKTP bersama 129 Mitra (55 mitra inti) yang tersebar di 51 kabupaten/kota di 25 provinsi. Pada tahun sebelumnya, kampanye ini dilakukan serentak oleh sedikitnya 111 organisasi di 51 kabupaten/kota, di 22 provinsi. Sedangkan pada tahun 2010, mitra Komnas Perempuan hanya berjumlah 52 organisasi dari 42 kabupaten/kota di 23 provinsi. Peningkatan jumlah partisipasi aktivis perempuan ini menjadi tonggak dalam penegakan keadilan terhadap nasib perempuan. Masyarakat semakin antusias dalam menyejahterakan kaum perempuan. Dengan adanya peningkatan kampanye yang diselenggarakan di berbagai daerah, pemahaman terhadap kekerasan seksual dapat diterima oleh masyarakat berbagai kalangan secara merata. Selain itu, masyarakat juga perlu tahu bahaya kekerasan seksual dan cara mengantisipasinya.
Agenda kampanye ini dilakukan murni untuk ‘menyelamatkan’ kaum perempuan dari distorsi tersembunyi yang berbahaya. Berbagai agenda kampanye dilakukan untuk menunjukkan bahwa perempuan patut dilindungi dari berbagai ancaman. Ancaman ini tidak hanya dilakukan secara frontal, tetapi juga sembunyi-sembunyi. Misalnya adalah pengeksploitasi ‘kecantikan’ perempuan dari banyaknya kontes.
Ancaman kekerasan seksual pun tidak hanya terjadi di kota-kota Metropolis, seperti Jakarta. Tetapi di daerah terpencil seperti Papua dan Nusa Tenggara tidak luput dari bahaya kekerasan seksual. Ini membuktikan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi, di mana saja, kapan saja dan dialami oleh siapa saja. Setiap perempuan di Indonesia, di mana pun dia berada berhak mendapatkan keamanan dari ancaman kekerasan tersebut. Hal inilah yang semakin melandasi Komnas Perempuan untuk terus menggaet mitra dari berbagai daerah dalam menjalankan misi kampanye anti kekerasan seksual. Kampanye memang tidak terkonsentris di kota-kota besar saja. Tetapi juga menyenggol daerah-daerah lain dengan segala unsur-unsur kekerasan di dalamnya.
Keberagaman mitra dari berbagai daerah inilah yang kemudian menciptakan agenda kampanyenya di daerah masing-masing. Daerah-daerah tersebut meliputi beberapa wilayah di Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sumatra, Sulawesi, dan Jawa. Kampanye kebanyakan dilakukan melalui diskusi, baik diskusi publik maupun diskusi komunitas; dialog publik; seminar; talkshow; menggalang aksi; dan melakukan literasi melalui media massa, baik cetak maupun elektronik.
Di Papua misalnya, Majelis Rakyat Papua melakukan Pembukaan Kampanye 16 HAKtP di Jayapura dengan penyalaan 1000 lilin serta dialog interaktif di televisi lokal.  Kegiatan kampanye ini tidak terlepas dari peran berbagai lembaga/institusi seperti Mawar Balqis Women Crisis Center, Bandung Independent Living Center (BiLiC), Jaringan TIKI Papua, Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN), Jaringan Ambon, Swara Parangpuan Manado, Lambu Ina Muna, dan berbagai lembaga lainnya yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia.
            Cakupan yang luas ini diharapkan efektif dalam mengadakan kampanye sehingga semua masyarakat mengetahui mengenai kekerasan seksual yang saat ini marak terjadi. Keefektifan dalam penggalakan kampanye akan meningkatkan kesadaran dan kepekaan masyarakat terhadap nasib perempuan. Tentunya, dari beragam bentuk kampanye yang telah dilaksanakan, keberhasilan dalam mendapat perubahan itulah yang sangat diharapkan.
Diharapkan, kampanye ini memberikan hasil sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu; Hukum yang Berkeadilan bagi perempuan korban kekerasan seksual.. Pada puncaknya di tahun 2014, kegiatan ini ingin mendesak pemerintah agar mengeluarkan Undang-Undang Kekerasan Seksual. Undang-Undang ini memang menjadi salah satu prioritas adanya pengadaan kampanye. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, nasib perempuan, kebebasan perempuan, dan hak asasi perempuan dapat lebih terjamin. Keberadaan hukum  yang adil dan Undang-Undang yang resmi disahkan akan membantu perempuan dalam memenuhi haknya yang sering diabaikan dan ditindas.
Dikutip dari detiknews.com, Siti Maisaroh menuturkan bahwa program kampanye ini dilakukan terstruktur. Tahun 2010-2011, program kampanye yang masih terbilang baru dilakukan untuk menyosialisasikan kekerasan seksual terhadap perempuan. Dilanjutkan tahun 2012-2013, kampanye tidak hanya sekedar dialog publik dan diskusi akan tetapi juga melobi DPR untuk menyusun kerangka hukum yang dibutuhkan. Di tahun akhir program kampanye, akan dilakukan aksi turun ke jalan.
K16HAKTP merupakan sebuah bentuk kepedulian yang konkret terhadap nasib kaum perempuan. Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan akan terus terjadi jika tidak ada tindakan untuk menguranginya. Penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan kerja bersama dan sinergi dari berbagai komponen masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik aktivis HAM perempuan, pemerintah, maupun masyarakat secara umum. Hal ini harus terus dilakukan untuk mendapatkan keadilan sosial dan pemenuhan hak perempuan.
Dalam rentang 16 hari, para aktivis HAM pegiat kampanye dapat mempersiapkan aksi yang dilakukan untuk menggiring masyarakat dalam membantu memenuhi hak perempuan. Kampanye ini dilakukan untuk menggalang gerakan solidaritas berdasarkan kesadaran bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM, mendorong kegiatan bersama untuk menjamin perlindungan yang lebih baik bagi para survivor (korban yang sudah mampu melampaui pengalaman kekerasan), dan mengajak semua orang untuk turut terlibat aktif sesuai dengan kapasitasnya dalam upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
            Kampanye dilakukan dengan melihat situasi kultur budaya, sosial, dan kondisi ekonomi. Hal ini perlu dilakukan untuk menyesuaikan materi kampanye dengan kasus kekerasan seksual yang pernah terjadi. Tahun ini, kegiatan kampanye akan dilakukan dengan aksi turun ke jalan sebagai tuntutan atas Undang-Undang Anti Kekerasan Seksual. Pada tahun ini pula, hasil dari sebuah jerih payah untuk mengganyang segala bentuk kekerasan seksual telah dilakukan.
            Kekerasan Seksual memang tidak mungkin bisa dihilangkan, tetapi setidaknya ada pengawasan dan tindakan tepat atas kasus yang terjadi. Kelambanan dan kemacetan penyelesaian kasus diharapkan tidak terjadi lagi. Enambelas hari yang selalu bercerita setiap tahunnya sejak tahun 2010 mungkin akan berakhir tahun ini. Akan tetapi, keadilan sosial yang terus disuarakan tidak akan berhenti di tahun ini. Namun akan terus berlanjut dan akan tetap mengganyang segala bentuk kekerasan seksual. Perempuan memiliki hak untuk bebas dari rasa takut dan ancaman dengan berbagai bentuk. Dapat dikatakan, desakan akan terbitnya Undang-Undang Anti Kekerasan Perempuan dapat memenuhi hak-hak tersebut yang telah lama diabaikan.

Daftar Pustaka

Saanin, Syaiful. 2011. http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery/kekerasan.htm. “Kekerasan Seksual terhadap Perempuan”. Diakses 2 januari 2014.

http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2013/11/Agenda-Kampanye-16HAKtP-20131.pdf. “Agenda Kampanye 16 HAKtP”. Diakses tanggal 3 Januari 2014.

http://www.komnasperempuan.or.id/2013/11/siaran-pers-kampanye-16-hari-anti-kekerasan-terhadap-perempuan-25-november-10-desember-2013/. “Siaran Pers Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan”. Diakses tanggal 3 Januari 2014.

http://www.komnasperempuan.or.id/16hari/index.php?option=com_k2&view=item&layout=item&id=10&Itemid=121. “Kampanye 16 Hari Kekerasan Seksual terhadap Perempuan”. Diakses 4 Januari 2014.

http://news.detik.com/read/2011/11/24/170417/1775022/10/perkosaan-marak-komnas-perempuan-kampanye-16-hari-antikekerasan. “Perkosaan Marak, Komnas Perempuan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan”. Diakses 4 Januari 2014.

Website :
http://www.komnasperempuan.or.id
http://metro.news.viva.co.id
http://news.detik..com



[1] Data Catatan Tahunan (Catahu) Komisi Nasional (Komnas Perempuan), dapat diakses di http://www.komnasperempuan.or.id
[2] DATA SA-KPDD, 2013
[3] Data Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak
[4] Data Catahu Komnas Perempuan, dapat diakses di http:/www.komnasperempuan.or.id
[5] Data metro.news.viva.co.id

Comments

Popular posts from this blog

[Teori Komunikasi] Teori dalam Tradisi Sibernetika

Berkunjung ke Rumah Teman

Kelebihan dan Kekurangan Model-Model (Mekanisme) yang Menghubungkan Opini Publik dengan Pembuatan Kebijakan