[Teori Komunikasi] Teori dalam Tradisi Sibernetika
1.
The
Communicator
-
Information-Integration
Theory
Adalah sebuah teori
tentang pendekatan kepada komunikator tentang cara mengakumulasi dan
mengorganisasi suatu informasi tentang seseorang, obyek, situasi, dan idea yang
dibentuk melalui perilau. Perilaku tersebut adalah sebuah tindakan positif atau
negatif yang dibentuk untuk mereflesikan suatu obyek. Suatu perilaku menentukan
bagaimana akumulasi dari informasi tetang obyek, orang, situasi dan pengalaman
berperan dalam proses komunikasi. Teori ini menawarkan sebuah pennjelasan
bagaimana informasi membentuk dan mengubah perilaku. Terdapat tiga teori teori turunan, yaitu:
a. The Original
Formulation:
Pada teori ini pesan dan informasi yang kita percayai baik positif atau
negatif akan memengaruhi perilaku kita. Apa yang kita percayai akan memberikan
persepsi dan sugesti tertentu dalam berperilaku dan bertindak.
b. Expectancy-Value Theory: Informasi yang kita dapatkan dapat membuat
kita bertambah percaya dan mengubah struktur perilaku kita. Hal ini dipengaruhi
juga dengan harapan-harapan kita dalam setiap informasi.
Phillip Palmgreen
berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di dalam teori uses and
gratification dengan menciptakan suatu teori yang disebutnya sebagai
expectance-value theory (teori pengharapan nilai).
Dalam kerangka
pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media ditentukan oleh sikap
Anda terhadap media --kepercayaan Anda tentang apa yang suatu medium dapat
berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan tersebut. Sebagai contoh,
jika Anda percaya bahwa situated comedy (sitcoms), seperti Bajaj Bajuri
menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur, Anda akan mencari kepuasan
terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan menyaksikan sitcoms. Jika, pada sisi
lain, Anda percaya bahwa sitcoms menyediakan suatu pandangan hidup yang tak
realistis dan Anda tidak menyukai hal seperti ini Anda akan menghindari untuk
melihatnya.
c. Theory of Reasoned Action
: Teori ini menjelaskan bahwa setiap tindakan didasarkan pada sebab-sebab
(alasan-alasan) yang dipengaruhi oleh informasi yang didapatkan.
-
Theory
of Cognitive Dissonance
Teori Disonansi
Kognitif menjelaskan bahwa proses kognitif yang membawai nformasi mengenai
perilaku, persepsi, pengetahuan, dan tindakan memengaruhi proses berpikir kita
dalam berkomunikasi,
-
Problematic-Integration
Theory
Teori ini menjelaskan
bahwa seseorang pasti menganalisis setiap penglaman dan menandai setia makna
dari suatu peristiwa berdasarkan asisiasi dari berbagai lemen dari sistem
(seperti perilaku, kepercayaan, dan nilai). Seseorang dapat dengan mudah
mengenali, menganalisis dan memahami apa yang terjadi dengan makin sense. Namun
jika orientasi mereka yang berhubungan dengan pemahaman situasi terganggu, maka
sense-making mereka bermasalah.
2.
The
Conversation
-
The
Coordinated Management of Meaning (CMM)
Teori ini menjelaskan suatu
fenomena dengan suatu pendekatan komprehensif untuk menganalisis interaksi
sosial yang menuju pada cara di mana makna yang kompleks dan tindakan
terkoordinasi dalam komunikasi. Dalam hal ini CMM merujuk pada tiga hal, yaitu:
Meaning and Action (Makna dan
tindakan), Interaction (Interaksi),
dan Stories (Kisah).
3.
The
Relationship
-
Relational
Patterns of Interaction
Teori ini menjelaskan
pola-pola tertentu dibangun dalam komunikasi ketika berinteraksi. Perilaku dan
tindakan membentuk pola-pola yang menunjukkan bahwa interaksi berlangsung
komunikatif. Tanpa pola yang terbentuk akibat pengalaman, persepsi, tingkah
laku, dan perilaku tersebut, kita tidak dapat berkomunikasi. Dapat dikatakan,
ketika kita menghadirkan diri kita kepada orang lain, kita selalu mengepreksikan
sesuatu tentang hubungan kita dengan orang tersebut, sadar atau tidak. Aksioma
ini kemudian membentuk sebuah persepsi bahwa ketika ketika tidak mau
berinterkasi dengan orang lain, kita menunjukkan penolakan dengan
pernyataan-pernyataan yang dapat ‘dibaca’ lawan bicara kita.
4.
The
Group
-
Bona
Fide Group Theory
Teori ini menjelaskan
bahwa suatu kelompok tidak akan terlepas dari lingkungan di mana kelompok
tersebut berada. Karena pada hakikatnya kelompok merupakan salah satu sistem
dari lingkungan. Ada dua karakteristik teori ini, yaitu:
a. Mereka
memiliki ikatan yang elastis, artinya dapat membaur dengan masyarakat.
Karakteristik ini dapat menembus lingkungan masyarakatnya. Mereka dapat
mengikatkan dan melepas diri dari masyarakat dengan menembus lapisan masyarakat
dengan mudah.
b. Tergantung
dengan lingkungan, artinya grup tersebut tidak dapat terlepas begitu saja dari
masyarakat. Mereka membutuhkan dan menggantungkan diri pada lingkungan
sekitarnya.
-
The
Input-Process-Output Mode
Kelompok sering
dipandang sebagai sebuah sistem sibenertika di mana informasi dan pengaruhnya
masuk ke dalam suatu kelompok (input). Kelompok kemudia memroses informasi
tersebut dan menghasilkan suatu sirkulasi kembali yang memberikan pengaruh
kepada yang lain (output)
a.
Fisher’s
Interaction Analysis
Teori ini fokus pada
interaksi bukan aksi. Fisher dalam hal ini berkonsentrasi pada dimensi isi
(konten) dan dimensi hubungan. Hal tersebut didasari bahwa setiap kelompok
memiliki hubungan satu dengan yang lainnya dengan membawa informasi
(isi/konten) yang nantinya disetujui
sebagai tindakan atau tidak oleh pihak yang lain. Fisher menggambarkan empat
tahap dalam teori ini, yaitu: orientation,
conflict, emergence, dan reinforcement.
b.
Effective
Intercultural Work Group Theory
John Oetzel berpikir bahwa proses input-outpur dalam kelompok
adalah sesuatu yang penting. Proses
tersebut diidentifikasi dengan berbagai variabel penting yang dapat memengaruhi fungsi dalam kelompok.
5.
The
Organization
-
The
Process of Organizing
Komunikasi dipandang
sebagai proses dasar dalam mengorganisasi dan menawarkan rasionalitas dalam
memahami bagaimana seseorang berorganisasi.
-
Actor-Network
Theory, Co-orientation, and the Montreal School
Organisasi sebagai
sebuah produk yang masih berlangsung dan berkelanjutan pada
aktivitas-aktitvitas yang secara khusus membutuhkan interaksi. Seorang aktor
dalam organisasi, dalam hal ini harus mampu menyampaikan infomasi kepada
anggota organisasi maupun orang di luar organisasi agar dapat memahami pesan.
Dapat dikatakan komunikasi itu sendiri adalah aksi dari penerjemahan.Teori
digambarkan dari linguistik, wacana dan teori organisasional.
Dasar Pemikiran Taylor
adalah organisasi dapat terjadi ketika dua orang berinteraksi pada suatu fokus
tertentu. Hal ini disebut kerja sama orientasi (co-orientation). Ketika penyatuan
orientasi itu terjadi, komunikator berusaha menegosiasikan makna yang sama atau
koheren pada suatu obyek. Negosiasi dapat berhasil dan dapat pula tidak. Hal
ini ditandai dengan adanya pemahaman yang berbeda dari obyek yang
dinegosiasikan.
-
Network
Theory
Network
adalah struktur sosial yang dibentuk dari komunikasi
antar individy dan kelompok. Selama manusia berkomunikasi, selama itu pula
terjadi saling keterhubungan.
6.
The
Media
-
Spiral
of Silence
Teori the spiral of
silence (spiral keheningan) dikemukakan oleh Elizabeth Noelle-Neuman (1976),
berkaitan dengan pertanyaan bagaimana terbentuknya pendapat umum. Teori ini
menjelaskan bahwa terbentuknya pendapat umum ditentukan oleh suatu proses
saling mempengaruhi antara komunikasi massa, komunikasi antar pribadi, dan
persepsi individu tentang pendapatnya dalam hubungannya dengan pendapat
orang-orang lain dalam masyarakat.
Teori memandang adanya
kecenderungan minoritas mengambil sikap diam di tengah situasi yang didominasi
mayoritas. Diam dapat berarti, menyesuaikan pendapat dengan mayoritas atau
menyembunyikan pendapat agar tidak terisolasi dalam kepungan mayoritas.
Teori Spiral Keheningan
ini dapat diuraikan sebagai berikut: individu memiliki opini tentang berbagai
isu. Akan tetapi, ketakutan akan terisolasi menentukan apakah individu itu akan
mengekspresikan opini-opininya secara umum. Untuk meminimalkan kemungkinan
terisolasi, individu-individu itu mencari dukungan bagi opini mereka dari
lingkungannya, terutama dari media massa.
Media massa – dengan
bias kekiri-kirian mereka – memberikan interpretasi yang salah pada
individu-individu itu tentang perbedaan yang sebenarnya dalam opini publik pada
berbagai isu. Media mendukung opini-opini kelompok kiri dan biasanya
menggambarkan kelompok tersebut dalam posisi yang dominan.
Sebagai akibatnya,
individu-individu itu mungkin mengira apa yang sesungguhnya posisi mayoritas
sebagai opini suatu kelompok minoritas. Dengan berlalunya waktu, maka lebih
banyak orang akan percaya pada opini yang tidak didukung oleh media massa itu,
dan mereka tidak lagi mengekspresikan pandangan mereka secara umum karena takut
akan terisolasi. Selama waktu tersebut, karena ‘mayoritas yang bisu’ tetap
diam, ide minoritas mendominasi diskusi. Yang terjadi kemudian, apa yang pada
mulanya menjadi opini minoritas, di kemudian hari dapat menjadi dominan.
-
Lineation
Theory
Teori ini memberikan
penjelasan suatu sistem tentang media massa secara umum lebih memfokuskan diri
pada satu bagian dari media. Lineation Theory menggabungkan konstruk dan
proposisi melalui empat hal utama dalam fenomena media massa yaitu; organisasi
media, audiens media, pesan media, dan efek media yang terangkum dalam satu
sistem untuk menjaga suatu fokus tetap pada satu hal (gambaran)
7.
Culture
and Society
-
Communication
Networks and the Process of Diiffusion
Teori komunikasi sudah
lama dikenal melalui informasi dan pengaruh yang disebar pada publik baik
melalui media maupun secara interpesonal.
a.
Lazarsfeld’s
Two-Step Hypothesis
Teori ini menjelaskan
bahwa komunikasi interpersonal dapat memberikan pengaruh pada media melalui
voting. Pengaruh ini, yang nantinya akan disebut dengan two-step flow
hypothesis. Teori ini menjadi memberikan implikasi pemahan dari peran media
massa dan bagaimana pesan pengaruh tersebar dalam masyarakat sosial. Individu
dikenal sebagai pemimpin pendapat yang menerima informasi dari media dan
menyebarkannya. Setiap masyarakat memiliki pendapat pemimpin yang nantinya
pendapat tersebut akan digunakan oleh kalangan masyarakat atau menjadi
pertimbangan masyarakat.
b.
Convergence
Theory
Selama manusia
berkomunikasi semakin erat dengan jaringan, mereka secara tidak langsung
mendapat pengalamn dalam hal menyamakan makna dan aksi. Teori konvergensi
membantu kita dalam memahami bagamaimana budaya, kelompok, dan organisasi
membagi perspektif dan perilaku pada cara yang hampir sama. Orang-orang dapat
mengkonvergensikannya ke dalam makna, ketertarikan, perilaku, emosi, tingkah
laku dan hal sejeni yang berkaitan dengan variabel psikologi. Konvergensi
terjadi sebagai hasil dari komunikasi yang berulang-ulang antara setidaknya dua
orang. Teori ini biasanya teraplikasi dalam kelompok dan budaya yang di mana
frekuensi komunikasi mereka tinggi.
c.
Diffusion
of Innovation Theory
Teori difusi yang
paling terkemuka dikemukakan oleh Everett Rogers dan para koleganya. Rogers
menyajikan deksripsi yang menarik mengenai mengenai penyebaran dengan proses
perubahan sosial, di mana terdiri dari penemuan, difusi (atau komunikasi), dan
konsekwensi-konsekwensi. Perubahan seperti di atas dapat terjadi secara internal
dari dalam kelompok atau secara eksternal melalui kontak dengan agen-agen
perubahan dari dunia luar. Kontak mungkin terjadi secara spontan atau dari
ketidaksengajaan, atau hasil dari rencana bagian dari agen-agen luar dalam
waktu yang bervariasi, bisa pendek, namun seringkali memakan waktu lama.
Dalam difusi inovasi
ini, satu ide mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun untuk dapat tersebar.
Rogers menyatakan bahwa pada realisasinya, satu tujuan dari penelitian difusi
adalah untuk menemukan sarana guna memperpendek keterlambatan ini. Setelah
terselenggara, suatu inovasi akan mempunyai konsekuensi konsekuensi – mungkin
mereka berfungsi atau tidak, langsung atau tidak langsung, nyata atau laten
(Rogers dalam Littlejohn, 1996 : 336).
Teori ini menempatkan orang
yang memiliki informasi atau penemuan sebagai orang yang memiliki potensi
mempengaruhi secara massal. Pada pilihan yang inovatif: Sebuah Analisis Ekonomi
dari Dinamika Teknologi, Mario Amendola dan Jean-Luc Gafford bandingkan proses
inovasi dengan difusi dari inovasi sebagai “sejauh dan kecepatan yang akan
digunakan untuk melanjutkan ekonomi yang unggul untuk mengadopsi teknik. Difusi
atau penyesuaian ini dapat seketika atau bertahap.
-
Cross-Cultural
Adaptation Theory
Teori ini adalah
ekstensi dan elaboras dari konvergensi pada beberapa kasus kelompok imigran
tertentu. Teori ini berfokus pada bagaimana kelompok-kelompok tersebut
menyesuaikan diri padal ingkungan yang baru. Dalam lingkungan yang baru
tersebut tentunya terdapat budaya-budaya yang berbeda dengan budaya yang mereka
bawa dan percaya. Para imigran memudian mencoba beradaptasi dan menyesuaikan
diri dengan budaya setempat.
Referensi:
Littlejohn,
Stephen W. & Karen A. Foss. 2010. Theories
of Human Communication Tenth Edition. Waveland: Long Grove
Comments
Post a Comment