[Review Film] Wacana Polemik Modernitas terhadap Tatanan Kehidupan Sosial dalam Film Modern Times



Rating                         : G
Genre                          : Klasik & Komedi
Sutradara                     : Charlie Chaplin
Produser                      : Charlie Chaplin
Penulis skenario          : Charlie Chaplin dan Paulette Goddard (uncredited)
Pemeran                      : Pekerja Pabrik (Charles Chaplin), Paulette Goddard (Sang Gadis/Ellen Peterson), Pemilik Kafe (Henry Bergman), Big Bill (Stanley Sandford), (Mekanis) Chester Conklin, Perampok (Hank Mann), Ayah si Gadis (Stanley Blystone), dan
President Electro Steel Corp (Al Ernest Garcia).
Tahun Rilis                  : 1936
Durasi                          : 1 jam 27 menit (87 menit)
Musik oleh Charles Chaplin, Sinematografi oleh Ira H. Morgan dan Roland Totheroh, Editor  Williard Nico




            “Can you imagine us in a little home like that?”[1] – pernyataan ini diungkapkan oleh seorang pria yang merupakan mantan buruh pabrik pengangguran kepada seorang gadis yatim piatu. Pada saat itu mereka baru saja melarikan diri dari kejaran polisi. Saat beristirahat di bawah sebuah pohon, mereka melihat seorang perempuan yang mengantarkan kepergian suaminya untuk bekerja dari sebuah rumah kecil. Sebuah ide terlintas dari benak pria pengangguran tersebut. Ia ingin membangun sebuah rumah kecil untuknya dan gadis yatim piatu itu agar mereka bisa tinggal bersama.
            Cuplikan di atas merupakan salah satu adegan yang mengharukan dalam film Modern Times. Film yang digarap dan diperankan oleh Charlie Chaplin ini mengusung tema mengenai industrialisasi modern dan dampaknya terhadap masyarakat Amerika pada saat itu. Film ini menonjolkan aspek-aspek ekonomi di mana masih banyak orang yang tidak memiliki pekerjaan akibat masuknya barang-barang industri seperti mesin berat.  Pabrik-pabrik lebih memilih industrialisasi modern ketimbang ‘meminjam’ tenaga pekerja. Selain itu film ini juga menggambarkan kemiskinan yang terjadi pada saat itu. Modernitas dianggap tidak mampu dalam mengimbangi kehidupan manusia dan malah memberikan ketimpangan-ketimpangan dalam berkehidupan sosial.Dalam film ini, Chaplin juga tidak lupa memasukkan unsur-unsur politik dalam filmnya khususnya mengenai isu-isu komunisme yang ramai dibicarakan saat itu. Ia memberikan wacana mengenai isu isu komunisme secara implisit kepada penonton dalam sebuah adegan demonstrasi.
            Film ini merupakan film komedi namun juga menyimpan sejuta paradoks di dalamnya. Modern Times menceritakan tentang ironi-ironi yang terjadi di dalam masyarakat Amerika akibat Revolusi Industri. Modernitas yang melingkupi masyarakat tidak serta-merta membantu seluruh aktivitas manusia. Namun juga menciptakan ketimpangan-ketimpangan yang tidak berjalan selaras dengan manusia. Film ini dengan cerdas menyorot kehidupan Amerika (dan dunia) pada masa awal abad 20.
            Film ini merupakan film bisu dari Charlie Chaplin yang terakhir. Namun, film ini tetap memiliki dua efek suara, yaitu bunyi dan musik di seluruh film. Musik yang menjadi latar suara film ini terasa menyatu dan semakin memberikan kesan klasik. Sekali pun film ini belum berteknologi canggih dan masih hitam putih. Film ini mampu menjadi refleksi kehidupan masa lalu, sekarang, dan masa depan. Konsep cerita yang dianut tidak membosankan dan relevan dengan kehidupan saat ini. Sehingga, film ini terkadang menjadi sebuah referensi untuk meninjau aspek-aspek kehidupan yang ada di masyarakat.
            Latar belakang alasan mengapa Chaplin membuat film seperti ini dimulai oleh perjalanan Chaplin ke seluruh dunia pada tahun 1932. Ia melakukan pertemuan dan mengadakan diskusi dengan para pemikir besar di bidang sosial maupun politik. Akhirnya Chaplin tertarik pada permasalahan dunia pada masa itu, terutama masalah pekerja yang sangat ironis di Amerika Serikat. Kebenciannya terhadap kapitalisme juga menjadi alasan Chaplin membuat film ini. Menurutnya, sistem kapitalismeadalah penyebab utama unemployment atau masalah pengangguran.
            Film ini sendiri diawali dengan screen yang menunjukkan sebuah jam besar dengan jarum jam menunjukkan angka pukul 6 pagi. Penunjukkan jam ini seolah-olah memberikan gambaran awal kepada penonton mengenai rutinitas mengenai buruh pabrik di Amerika Serikat. Pagi-pagi buta sekali, para buruh pabrik ini harus berangkat untuk mengerjakan tugas-tugasnya yang berat.
            Adegan selanjutnya kemudian berganti dengan puluhan domba yang sedang berjejer rapat dan digembala. Kemudian adegan berubah dengan ratusan manusia yang berjalan secara masif dan berjejal masuk ke dalam kereta api. Kedua adegan awal tersebut merupakan analogi di mana masyarakat saat itu dikontrol dan dituntut sesuai dengan perintah. Permulaan film ini secara implisit telah menggambarkan bagaimana kehidupan sosial dan ekonomi saat itu. Di mana, rutinitas buruh pabrik terasa padat dan banyak sekali orang yang membutuhkan pekerjaan itu. Namun di satu sisi, industrialisasi modern yang masuk, menyebabkan banyak pengangguran.
            Secara keseluruhan, film yang dibintangi oleh Charlie Chaplin dan Paulete Goddard ini menceritakan perjuangan mereka dalam kehidupan modernitas. Chaplin sebagai seorang tokoh pria yang tidak pernah disebutkan namanya bekerja sebagai pengencang baut di sebuah pabrik stelsel. Chaplin adalah seorang pekerja keras yang terjebak dalam kehidupan yang penuh tekanan, tuntutan dan kontrol dari golongan masyarakat kelas atas. Intensitas kerja terus ditingkatkan demi produktivitas perusahaan.
            Di satu sisi, peningkatan intensitas kerja yang difasilitasi oleh mesin-mesin tersebut tidak dikomparasikan dengan keadaan manusia saat itu. Chaplin, sebagai salah satu pekerja di sana merasakan kejenuhan dari pekerjaannya. Ia tidak mampu beristirahat dengan layak bahkan ketika ia diam-diam ingin rehat sejenak di kamar mandi. Sang pemimpin perusahaan menegurnya melalui monitor pemantau di kamar mandi. Kebijakan untuk mengurangi jam makan siang pun diberlakukan. Untuk memenuhinya, sebuah perusahaan menawarkan mesin makanan dan Chaplin dijadikan kelinci percobaan. Bukannya membantu Chaplin menikmati makan siangnya, mesin tersebut malah membuatnya menderita.
            Dalam adegan-adegan tersebut, film ini berusaha menyodorkan fakta-fakta bahwa modernitas tidak melulu memberikan sebuah kemudahan. Ia malah merenggut banyak hal dari kehidupan manusia. Contohnya adalah industrialisasi mesin yang menyebabkan pengangguran. Mesin berat yang dibeli dan digunakan oleh perusahaan dianggap mengefisiensikan dana perusahaan. Selain itu monitor pemantau yang dipasang di ruang mesin dan kamar mandi memperlihatkan bahwa komunikasi yang seharusnya dapat dilakukan langsung malah tidak dilakukan. Mesin makanan yang sekiranya dapat membantu malah menuai masalah lain. Hal-hal ini pun kembali memberikan pertanyaan; apakah modernitas benar-benar diperlukan atau setidak-tidaknya disaring sesuai kebutuhan.
            Namun, pada adegan di mana Chaplin menjadi kelinci percobaan menunjukkan bahwa bentuk kekerasan memang menjadi lelucon dari dulu hingga sekarang. Beberapa orang mungkin menganggap adegan tersebut lucu. Namun jika dikaji lebih ulang, adegan tersebut memperlihatkan unsur kekerasan yang tidak logis. Maksudnya adalah ketika Chaplin diperlakukan dengan tidak manusiawi oleh mesin makanan, keadananya terlihat baik-baik saja. Padahal jika hal tersebut terjadi dalam kehidupan nyata, mungkin ceritanya akan lain dan tidak terkesan lucu sama sekali.
            Cerita kemudian berlanjut dengan menggambarkan perasaan depresi yang dialami oleh Chaplin akibat kejenuhannya bekerja di bawah kontrol dan tekanan. Ia kemudian membuat kekacauan dan menjadi gila dan masuk rumah sakit jiwa. Ketika Chaplin berada di rumah sakit jiwa, keadaan ekonomi semakin buruk. Proses industrialisasi semakin menjadi-jadi. Beberapa pabrik memilih untuk menutup lowongan pekerjaan dan menyebabkan banyak pengangguran.
            Saat Chaplin keluar dari rumah sakit jiwa, ia mencoba mencoba mencari pekerjaan. Namun dalam perjalanan ia malah dikira sebagai pemimpin demonstrasi komunis dan  dipenjara. Modern Times, dalam hal ini, Chaplin dengan gagah berani menyatakan keberpihakannya terhadap komunisme dan mengkritik secara implisit terhadap isu-isu  menyimpang yang beredar di masyarakat. Pada saat itu, komunisme memang menjadi isu yang sensitif.
            Di dalam penjara, Chaplin malah menjadi pahlawan karena dapat membantu kepolisian menghadapi pemberontakan di dalam penjara. Chaplin kemudian merasa nyaman di dalam penjara. Ia tidak perlu bekerja untuk mencari makan dan hanya menghabiskan waktunya tanpa tekanan. Ketika ia akan dilepaskan dari penjara, ia merasa sedih dan ingin kembali penjara. Ia mencoba berbagai cara agar dapat kembali ke penjara. Pada saat itulah  ia bertemu dengan seorang gadis gelandangan yatim piatu, Elen.
            Sebelumnya Elen merupakan gadis yang melarikan diri ketika akan dibawa oleh pemerintah saat ayahnya meninggal. Ia memilih untuk hidup di jalan dan berjuang sendiri memenuhi kehidupannya. Pertemuan keduanya terjadi ketika Elen tertangkap basah mencuri roti saat kelaparan dan Chaplin mengaku sebagai pencurinya. Akhirnya mereka dipertemukan dalam mobil polisi. Keduanya pun memustukan untuk melarikan diri bersama dari kepolisian. Hal ini pula yang nantinya akan membuat Chaplin ingin memiliki kehidupan yang mapan bersama dengan Elen. Sama persis dengan cuplikan yang telah djabarkan sebelumnya, Charlie dan Elen ingin memiliki sebuah rumah kecil sebagai tempat perlindungan bagi mereka.
            Masalah tidak berakhir sampai di sana, Chaplin akhirnya keluar masuk penjara karena tidak dapat bekerja dengan baik di sebuah supermarket. Elen juga menjadi buronan dan hampir tertangkap. Keduanya akhirnya memutuskan pergi dari hingar-bingar kota yang penuh dengan modernitas tanpa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Chaplin dan Elen telihat berjalan menyusuri jalanan yang sepi tanpa masa depan yang menentu. Latar tempat menjadi kekuatan penuh dalam menciptakan suasana antara Chaplin dan Elen.
            Dua cerita disajikan dalam film ini, yang akhirnya akan saling berhubungan. Kisah perjalanan hidup Charlie Chaplin selepas pemecatannya dari pabrik tempatnya bekerja, dan kisah pencarian harapan akan hidup yang mapan dan bahagia seorang gamin, atau gelandangan. Dua tokoh ini sama-sama bergerak dalam alur tema cerita yang hampir sama, yaitu “pursuit of happiness” dalam kehidupan
            Film ini muncul diawal tahun 1936. Artinya penggarapan film ini dilakukan sebelum tahun 1936, masa di mana teknologi audiovisual dan digital belum berkembang secara pesat. Namun,  kualitas digitally-remastered DVD yang jernih dan jelas, kualitas gambar dan suara dari film ini sangat baik. Pengambilan gambar saat shooting juga sudah baik.
            Adegan-adegan di dalamnya pun memberi kesempatan yang luas pada Chaplin untuk jungkir-balik melakukan rutin komedinya, misalnya: sebagai pekerja pabrik di ban berjalan, sebagai target percobaan untuk mesin pemberi makan, sebagai pasien di rumah sakit jiwa dan sebagai tertuduh anggota partai komunis.
            Sript atau naskah juga menyediakan gambaran yang detil tentang masyarakat industrial modern dengan segala pro dan kontra-nya. Selain memproduksi, menyutradarai, menulis dan membintangi film ini, Chaplin juga menciptakan lagu temanya yang berjudul "Smile" -- dinyanyikan di akhir film dengan scene Chaplin dan Elen berjalan berduaan menuju masa depan yang tidak menentu.
            Selain konsep cerita yang sarat akan makna, secara teknis film ini patut diacungi jempol. Tahun 1936, bukan masa di mana film dapat dikembangkan dengan berbagai alat teknologi yang canggih. Karena pada saat itu, tekonologi yang berkenaan dengan film memang masih minim. Namun, Chaplin dan kawan-kawannya mampu menggarap film ini dengan detail. Animasi yang terdapat dalam beberapa adegan dalam ruang mesin, sekalipun terkesan tidak logis, namun dapat menggambarkan keseriusan dalam penggarapan film ini.
            Modern Times, tidak hanya sebuah film yang menghibur. Sekali pun, film ini mengusung genre komedi. Film ini memiliki banyak wacana, kritik, dan gagasan mengenai penyimpangan kehidupan sosial akibat revolusi industri. Film ini menyindir sisi lain dari modernitas yang merenggut banyak hal dalam tatanan masyarakat. Secara keseluruhan, film ini sangat menarik untuk menjadi acuan dalam memandang zaman modern yang saat ini tengah menjadi polemik. Pada dasarnya modernitas zaman terjadi karena teknologi yang terus berkembang setiap saat. Padahal, perkembangan teknologi adalah suatu hal yang tidak mungkin dihentikan. Dapat dikatakan pula, film ini sangat relevan untuk berbagai zaman. Bahkan film ini juga dapat menjadi bahan acuan untuk memprediksi dunia ke depannya dalam belenggu arus modernitas.


[1] Dapatkah kamu membayang kita berada dalam rumah kecil seperti itu? – terjemahan.

Comments

Popular posts from this blog

[Teori Komunikasi] Teori dalam Tradisi Sibernetika

Berkunjung ke Rumah Teman

Kelebihan dan Kekurangan Model-Model (Mekanisme) yang Menghubungkan Opini Publik dengan Pembuatan Kebijakan