Orang Kafir itu (Tidak) Jahat
Hendaknya kita
perlu berefleksi – kembali pada titah bahasa mengenai kafir itu sendiri. Sadar
atau tidak, kita terjebak pada stigma bahwa istilah “kafir” adalah makna
umpatan. Persis seperti kata bangsat yang akhir-akhir lebih banyak berseliweran
di lini masa sosial media daripada di udara. Padahal, kafir adalah kafir. Ia
menejermahkan orang-orang yang tidak mengamini Allah SWT dan Nabi Muhammad.
Jadi, sebetulnya, tidak salah jika saya mengatakan bahwa orang budha dan hindu
itu kafir. Sebab mereka tidak mengimani Allah dan juga Kanjeng Nabi. Namun,
kita selalu menganggap bahwa kafir adalah kata yang begitu kasar. Padahal kafir
adalah istilah dari sebuah agama yang tujuannya sama sekali tidak untuk
menyudutkan apalagi menghina mereka yang tidak mengimani Allah. Perwujudan
artikulasi mengenai kafir adalah untuk membedakan mana kelompok yang Islam dan
mana yang tidak mengimani Allah SWT.
Beriman dalam
Islam adalah sebuah proses dan perwujudan yang panjang. Kita tidak bisa
seenaknya mengatakan orang lain kafir tanpa basis yang jelas. Tetapi, kita juga
tak perlu sensi-sensi amat dengan istilah itu. Seolah-olah kata kafir begitu
haram untuk diucapkan. Jika berdasarkan asas Islam, ya mau tidak mau, kita
tetap harus mengamini bahwa orang kafir itu memang ada. Itu satu hal pertama. Di mana kita harusnya
kembali pada titah bahasa yang sejelas-jelasnya. Bukan malah memaknai kafir
sebagai kata umpatan laiknya bajingan. Orang-orang yang bukan Islam itu seharusnya
tidak perlu marah jika dibilang kafir – karena secara bahasa, memang begitulah
mereka. Dan istilah kafir sama sekali tidak diperuntukkan untuk menghina.
Bahasa (juga) ada untuk melabeli. Memberikan makna. Menerjemahkan serta
menginterpretasi. Tidak hanya sebagai perwujudan hujatan dan hinaan – seperti
yang akhir-akhir ini kita pahami mengenai kekafiran.
Namun begitu,
hal kedua yang mesti kita sadari adalah kafir tidak selalu adalah hal yang
buruk. Jika kita sudah kembali ke makna bahasa, maka tak perlu lagi merisaukan
apakah kafir itu buruk atau baik. Kalau dalam Islam, kafir jelas hal yang
buruk. Karena ia merobohkan basis agama yang paling fundamental dalam Islam, yaitu mengimani Allah dan memasrahkan semua hal kepada-Nya.
Namun, apakah
orang kafir itu pasti jahat?
Pertama, setelah
mengetahui bahwa kafir bukanlah kalimat umpatan, kita juga harus tahu bahwa
orang yang kafir tidak selalu jahat seperti yang seringkali digambarkan. Kita
mesti ingat bahwa Paman Kanjeng Nabi itu blas tidak percaya dengan eksistensi
Allah SWT. Tetapi, apakah ia aktor yang keji dalam sejarah Islam yang waktu itu
sedang ngos-ngosan membangun pertahanan? Kita juga mesti mengingat dengan baik
tentang sejarah dan juga mengenali semua manusia dalam komunitas kita. Tidak
ada satu pun manusia di dunia ini yang diciptakan menjadi jahat. Bahkan
Daendels sekalipun – yang menewaskan jutaan manusia tatkala jalan Anyer
Panarukan tengah digarap.
Agama memang
selalu mengajarkan kebaikan. Namun, perlu diingat, bahwa kebaikan juga
tumbuhnya melalui hati manusia – baik yang mengimani keberadaan Tuhan maupun
tidak. Sejak awal terciptanya manusia, kita diberi keleluasaan untuk merasa.
Ktia diberi anugerah dengan sifat welas asih – yang siapapun tahu bahwa sifat
dasar manusia memang ada dua: menjadi jahat atau baik. Jika kita masih berdebat
bahwa orang kafir itu baik atau buruk – mungkin sesekali kita perlu meruntuhkan
tembok agama dan membunuh Tuhan dalam sekedipan mata – untuk mencintai sesama
manusia.
Sebab, tidak
semua orang kafir itu jahat.
Percayalah,
kebaikan itu berada di mana pun. Dan begitu pula sebaliknya. Kita tidak perlu
repot-repot menempelkan berbagai macam atribut hanya untuk menuduh seseorang
itu baik atau buruk. Hati manusia adalah segumpal darah yang begitu rumit.
Tetapi, hati adalah yang paling murni yang bisa saya rasakan hingga detik ini.
Dia pula yang menuntun kita pada rasa welas asih. Jika saya tetap harus
memiliki pernyataan tegas siapakah mereka sekelompok orang yang jahat. Saya
hanya akan mengatakan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang tak punya hati.
Namun, sejauh
mana ada orang yang benar-benar tidak punya hati?
Comments
Post a Comment