Pemanfaatan Big Data dalam Jurnalisme
Lamia Putri Damayanti [1]
Saat ini, kita telah memasuki era big data – era di mana setiap harinya data diproduksi secara
terus-menerus melalui berbagai macam situs web dan media sosial. Menurut Kevin
P. Murphy, Research Scientist Google,
saat ini terdapat satu triliun situs web di internet yang setiap harinya terus
mengunggah berbagai macam informasi baik berbentuk teks, foto, video, dan lain
sebagainya. Internet sebagai pemicu munculnya big data ini diduga telah menghasilkan 90% data.
Jumlah data tersebut sangatlah besar dan diramalkan
tidak akan berhenti selama pengguna internet terus mengunggah dan mengunduh
data melalui sistem jaringan nirkabel tersebut. Dikutip dari Forbes, data tersebut
akan tumbuh lebih cepat dari sebelumnya dan pada tahun 2020, sekitar 1,7 megabyte informasi baru akan dibuat
setiap detik untuk setiap manusia di planet ini. Jumlah data yang sangat besar
di mana manusia membutuhkan teknologi yang canggih untuk membacanya.
Big data sendiri dipahami sebagai volume data, baik
terstruktur maupun tidak terstruktur, dalam jumlah yang sangat besar, variatif,
dan terus bertambah setiap harinya pada lalu lintas protokol internet. Data
yang besar tersebut, misalnya saja akun pengguna internet, triliunan unggahan
di media sosial, dokumen pribadi, dokumen pemerintah, dokumen perusahaan,
dokumen organisasi, gambar, video, berbagai macam artikel, data email, dan
berbagai aplikasi internet lainnya. Besarnya jumlah data ini memiliki beragam
potensi dalam berbagai bidang. Sebab, Sejak menjadi perbincangan hangat pada
tahun 2012, big data disebut-sebut
mampu membantu berbagai macam jenis bisnis, riset-riset digital, dan bahkan
kerja jurnalistik.
Tidak dapat dipungkiri, big data memang berimplikasi pada semua aspek kehidupan manusia,
termasuk jurnalisme. Kemunculan big data inilah yang kemudian melahirkan apa
yang disebut dengan jurnalisme data. Jurnalisme data atau data-driven-journalism (DDJ) mulai digunakan sejak 2009. Bentuk
baru dalam dunia jurnalisme ini menggambarkan proses jurnalistik berdasarkan
pada analisis dan penyaringan set data untuk membuat berita (news story). Singkatnya, kehadiran big data telah memberikan sejumlah data
yang begitu besar bagi dunia jurnalisme yang dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi
cerita yang runtut.
Pada era digital ini, jurnalisme memang terus
mengalami tantangan. Selain mesti berhadapan dengan pergantian medium dari
cetak ke online yang berefek pada
kualitas berita, jurnalisme juga harus menghadapi meluapnya arus informasi akibat
perkembangan teknologi internet. Namun begitu, informasi (data) yang banyak ini
sebetulnya bisa dimanfaatkan oleh jurnalisme (data). Pemanfaatan tersebut dapat
dilakukan dengan menganalisis dan mengolah sebagian kecil atau besar informasi-informasi
yang terdapat dari big data untuk
memprediksikan sesuatu sebelum hal tersebut terjadi. Tidak hanya itu,
pemanfaatan big data dalam jurnalisme
data juga dapat dilakukan dengan memvisualisasikan fenomena yang sedang terjadi
saat ini.
H.O Maycotte, CEO Umbel dalam salah satu artikel yang
ditulisnya di niemanlab.org sangat optimis terhadap potensi big data bagi
jurnalisme. Ia bahkan mengklasifikasikan jenis berita apa saja yang mampu
ditulis oleh jurnalis berdasarkan big data. Salah satunya adalah berita tentang
bisnis dan keuangan. Melalui data yang terdapat dalam jaringan kabel internet,
tidak menutup kemungkinan jika big data mampu membantu jurnalis untuk
memprediksi nilai saham, melihat peluang pasar produk tertentu, dan bahkan
membaca pola perilaku konsumen. Kelihatannya memang terkesan tidak masuk akal.
Namun, jangan lupakan bahwa setiap harinya terdapat banyak orang melakukan
transaksi di internet, melakukan berbagai aktivitas di sosial media yang
berefek pada kecendurungan pola konsumsi kita seperti mengunggah foto makanan
di instagram, sampai mencari barang tertentu di Google. Semua itu menjadi data
yang dapat dipergunakan untuk menganalisis dan memprediksi subyek atau obyek
tertentu.
Selain berita mengenai bisnis dan keuangan, world news (berita seputar dunia),
berita dunia media, berita mengenai prakiraan cuaca, serta berita hiburan
merupakan beberapa berita yang mampu diprediksi dengan mengolah dan
menganalisis big data. Tidak menutup kemungkinan berbagai jenis berita lain
akan mampu dihasilkan hanya dengan mengolah dan menganalis big data. Pada tahap
selanjutnya, jurnalisme data menjadi sesuatu hal yang penting saat ini (era
digital). Oleh karena itu, pemahaman mengenai big data mesti dilakukan
terus-menerus. Sebab, jika perkembangan jurnalisme data terus dilakukan,
masyarakat akan teredukasi lebih baik dan mendapatkan informasi yang
benar-benar dibutuhkan sesuai dengan zaman mereka – seperti fungsi jurnalisme
pada hakikatnya.
Meluapnya informasi memang sempat menjadi penghambat
bagi fungsi jurnalisme. Bahkan, di era digital seperti ini, jurnalisme dianggap
sudah tidak relevan. Namun begitu, jurnalisme mesti menyesuaikan zaman dan big
data memberikan manfaat yang tepat bagi perkembangan jurnalisme data.
Salah satu bentuk jurnalisme data yang paling nyata sendiri
adalah Panama Papers – kumpulan berkas
(yang sangat banyak) yang telah menggemparkan dunia pada April lalu. Panama Papers sendiri adalah kumpulan
11,5 juta dokumen rahasia yang dibuat oleh penyedia jasa perusahaan asal
Panama, Mossack Fonseca. Dokumen ini berisi informasi rinci mengenai lebih dari
214.000 perusahaan luar negeri, termasuk identitas pemegang saham dan
direkturnya yang mampu “bebas” dari jeratan pajak dari negaranya.
Pemanfaatan big
data dalam proses jurnalisme diprediksi mampu memberikan informasi yang
relevan dan dapat membantu masyarakat dalam menentukan keputusan. Namun begitu,
untuk mengolah big data menjadi satu cerita yang beralur, runtut, dan untuh
diperlukan teknologi yang cerdas. Saat ini, teknologi kecerdasan buatan memang mampu
menghasilkan computer-assisted reporting (teknologi
pelaporan berita dengan bantuan komputer) yang membantu proses pengolahan data.
Keberadaan kecerdasan buatan juga telah menciptakan
robot jurnalis yang mampu menulis berita berdasarkan algoritma. Tetapi, dengan
terus membesarnya volume data, tentu diperlukan aplikasi atau piranti perangkat
lunak yang jauh lebih canggih. Sebab, meski memiliki potensi yang besar dalam
berbagai bidang, tidak mudah bagi kita untuk mengambil sebagian kecil data dari
big data untuk diolah dan informasi.
Oleh karena itu, kemunculan big data ini juga membuka
potensi yang besar bagi para ilmuwan komputer, khususnya yang bergerak di
bidang machine learning (mesin
pembelajar) agar mampu menciptakan alat yang mampu berpikir dan belajar seperti
manusia. Seiring berjalannya waktu, big data akan terus membesar, diperlukan
mesin yang dapat terus belajar dalam memahami pola-pola data yang terdapat
dalam big data untuk mengekstraknya menjadi informasi tertentu. Informasi yang
tentunya relevan dengan kebutuhan kita.
[1] Mahasiswa
Departemen Ilmu Komunikasi UGM 2013. Memiliki minat yang besar terhadap
jurnalisme, perkembangan teknologi, gender, dan isu kemanusiaan.
Comments
Post a Comment