FILM: Perkembangan Teknologi dan Pengaruhnya terhadap Kemajuan Perfilman
Perkembangan teknologi
sepertinya menjadi satu proses yang memberikan pengaruh besar terhadap
peradaban dunia. Sepertinya hampir tidak ada aspek atau bidang yang berhasil
‘lolos’ dari imbas perkembangan teknologi. Sebab, masyarakat dunia memang
menciptakan dan menggunakan teknologi untuk membantu kehidupan mereka
sehari-hari. Hal ini menjadi alasan di mana teknologi akan terus langgeng dan
berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Teknologi akan terus berkembang
selama manusia menuntut kemudahan dan kepraktisan dalam beraktivitas.
Dunia perfilman tentunya tidak
luput dari imbas perkembangan teknologi. Malah, dapat dikatakan dunia perfilman
adalah salah satu aspek dalam kehidupan yang perkembangannya sangat ditunjang
oleh teknologi. Teknologi meningkatkan proses kerja produksi film, mempermudah
distribusi film, serta membantu masyarakat menjangkau dan menonton (dalam hal
ini mengkonsumsi) film. Dapat dikatakan, perkembangan teknologi memengaruhi
perkembangan film. Kita juga dapat mengatakan bahwa film mungkin tidak akan
berkembang tanpa teknologi yang menunjang. Film hanya akan berputar pada poros
itu-itu saja tanpa mendapat perhatian khusus dalam segi peningkatan baik dari
fisik seperti audio, visual, dan efek serta segi penggandaan film.
Pada dasarnya film[1]
adalah salah satu bentuk media komunikasi yang kompleks. Kita dapat melihat
bahwa film saat ini telah berproses menjadi bentuk yang lebih kompleks. Film
telah menyuguhkan kepada penontonnya tentang dunia imajinasi yang lebih luas
melalui pemrograman komputer. Kompleksitas bentuk film yang saat ini kita temui
secara tegas disebut Ryan A. Piccirillo sebagai hasil dari evousi teknologi.[2]
Dalam hal ini, perlu penjabaran yang lebih spesifik untuk melihat sejauh mana
perkembangan teknologi berpengaruh dalam produksi, distribusi, dan konsumsi
film.
Pada konteks produksi, evolusi
teknologi jelas sangat berpengaruh dalam pembuatan film yang lebih berkualitas.
Kita dapat melihat jauh ke belakang untuk membandingkan film yang pertama kali
muncul dengan film-film yang saat ini beredar. Dapat kita runut dengan saksama
perbedaan kuantitas dan kualitas film dari kali pertama muncul, yaitu Arrival of Train (1895)[3]
sampai film Interstellar (2014). Terdapat perbedaan yang signifikan dari segi
durasi, audio, video, dan lain hal sebagainya. Perbedaan ini sangat kentara
terlihat. Adapun perbedaan film dari masa ke masa juga masih dapat kita amati.
Misalnya saja seperti kualitas suara dan kualitas gambar.
Arrival of Train tidak memiliki cerita yang spesifik. Film tersebut
hanya menunjukkan kereta yang datang dan orang-orang yang menunggu kedatangan
kereta. Film yang berdurasi 50 detik tersebut sangat sederhana dibandingkan
dengan film seperti Interstellar, Avatar, dan film-film lain yang secara
kualitas telah ditunjang oleh evolusi teknologi. Tentunya evolusi perkembangan
teknologi berupa kamera atau alat perekam video merupakan faktor utama dari
perubahan yang signifikan terhadap bentuk film. Perkembangan teknologi dari alat
perekam ini telah memberikan perubahan besar dari segi kualitas gambar dan
suara. Selain itu program-program perangkat lunak dalam komputer ikut serta
dalam memberikan efek ataupun animasi dalam film sehingga terlihat film.
Sebelumnya, para sineas mencoba memberikan efek melalui cara manual seperti
naga boneka. Saat ini, tinggal bagaimana para filmmaker memanfaatkan teknologi
untuk membentuk peraga atau animasi efek dalam komputer.
Sebelum munculnya alat perekam yang sudah
canggih seperti saat ini, pada tahun 1872, Eadweard Mybridge, seorang
fotografer dari San Fransisko mencoba membuat gambar bergerak. Saat itu, ia menggunakan
kameranya dan memotret seekor kuda yang tengah berlari di tempat pacuan
berulangkali secara serentak.[4]
Perkembangan film kali pertama
dimulai dari era film bisu dan gambar hitam putih. Saat itu, industri perfilman
belum menemukan alat yang dapat merekam suara para aktor dan aktris dalam film.
Sehingga, industri perfilman saat itu disebut juga dengan film bisu, karena
hanya berupa gambar yang bergerak dan seluruh warnanya masih hitam putih. Film
pada saat itu masih menggunakan film roll dan proyektor manual, film yang
ditayangkan juga bergerak sangat cepat. Kemudian teknologi dunia perfilman pun
berkembang, gambar dalam film mulai disesuaikan dengan kerja mata kita,
berwarna, bersuara, dan memiliki efek-efek yang membuat film tersebut lebih
menarik.
Saat ini telah dikenal sebuah
alat yang disebut komputer. Dalam hal ini komputer sangat membantu pengeditan
grafis dalam film. Selain itu, saat ini juga terdapat video digital dan
high-definition Television. Sehingga, kualitas film kini lebih jernih.[5]
Dalam hal ini teknologi komputer memberikan kontribusi besar dalam peningkatan
kualitas produksi film, khususnya penempatan efek dan animasi. Sebelum
munculnya alat teknologi dan komputer, animasi dibuat dengan sangat sederhana.
Kartun pertama, Fantasmagorie (1908) hanya dibuat dengan merekam orang yang
sedang menggambar. Tidak ada cerita dan skenario yang jelas. Hanya gambar
kartun yang bermunculan dihapus dan digambar kembali. Dengan adanya komputer,
kartun dapat diciptakan lebih kompleks. Kartun, mulai dari walt disney, nickelodeon dan lain hal sebagainya lebih terlihat
real. Efek dalam hal film animasi atau kartun tersebut terasa lebih real. Kita
dapat membandingkan Fantasmagorie yang hanya berdurasi 76 detik dengan Ice Age
3 yang begitu kompleks.
Efek dan animasi tersebut kini
dikembangkan lebih jauh lagi menjadi film tiga dimensi. Jika awalnya kita hanya
melihat film hitam putih yang bisu dan berkembang menjadi film berwarna yang
bersuara, kini muncul inovasi baru berupa teknologi 3D yang memberikan suasana
nyata ketika menonton. Pembuatan film 3D menggunakan teknologi capture information, di mana pembuat
film menggunakan teknologi komputerisasi dari gambar aksi manusia yang
sesungguhnya. Aplikasi pembuatan film ini dikenal dengan nama CGI atau Computer Generated Imagery dan juga
beberapa software yang populer dari aplikasi ini seperti Maya, Blender, Art of Illusion dll. CGI merupakan penerapan bidang
komputer grafis khususnya dalam bidang 3D untuk efek khusus, iklan, program
televisi maupun media cetak.[6]
Salah satu efek dari aplikasi CGI adalah digital
grading, dimana warna asli objek pada saat shooting bisa dirubah sehingga sesuai dengan skenario. Efek ini
adalah murni efek komputerisasi dari aplikasi CGI, digital grading, dan bukan efek makeup. Penggunaan software ini
memang sedikit banyak mempermudah pengambilan gambar karena bisa dilakukan
langsung bersamaan pada saat editing. Jika menggunakan makeup akan ada waktu
yang terbuang untuk menghapus makeup dan menggantinya lagi.[7]
Evolusi teknologi dalam bidang
perfilman tidak selalu linear dengan sumber daya yang ada. Seorang sineas harus
mampu menggunakan teknologi tersebut agar mampu meningkatkan produksi film.
Pada konteks ini, kita bisa melihat bahwa bagaimana cara teknologi itu
digunakan juga menjadi salah satu yang mendorong dan memengaruhi perkembangan
film. Namun, secara keseluruhan, perkembangan teknologi sangat berpengaruh
terhadap produksi film. Kini, orang awam pun dapat membuat filmnya sendiri
dengan kamera ponsel atau kamera yang dilengkapi dengan fitur rekam video.
Menilik dari segi distribusi,
evolusi teknologi tidak main-main dalam mengakomodasi pendistribuan film-film
agar dapat dinikmati oleh orang banyak. Saat ini sudah banyak bioskop yang
tersebar di beberapa daerah. Teknologi yang digunakan untuk memutar film di
bioskop pun sudah canggih. Adapun, untuk menonton film kita tidak harus pergi
ke bioskop. Teknologi seperti televisi dan kepingan VCD dan DVD merupakan
terobosan baru dalam segi distribusi film. Kehadiran VCD dan DVD ini membuat
film dapat dinikmati pula di rumah dengan kualitas gambar yang baik, tata suara
yang ditata rapi, yang diistilahkan dengan home
theater. Dengan perkembangan internet, film juga dapat disaksikan lewat
jaringan superhighway ini.
Bagaimana film didistribusikan
tentu saja berkaitan erat dengan tersampainya film tersebut kepada audiens.
Penikmat film, dalam hal ini penonton, dengan adanya teknologi yang semakin
mumpuni dapat menyaksikan film dengan mudah. Lagi-lagi terkait dengan
perkembagan internet, akses film menjadi lebih mudah. Saat ini pun sudah banyak
piranti praktis yang dapat memutar film. Masyarakat dewasa ini tidak perlu
pergi ke bioskop. Mereka sudah dapat mengkonsumsi film dengan cara-cara yang
praktis dan akses mudah.
Selain itu, internet sebagai
sebuah jejaring dunia maya yang tidak melihat batas ruang dan waktu memberikan
akomodasi yang luas bagi masyarakat untuk mengakses film dari berbagai belahan
dunia. Dalam hal ini, distribusi film sudah tidak lagi berada dalam kontrol
rumah produksi yang menggarapnya. Namun, film-film tersebut dapat diakses
melalui internet. Beberapa film dapat diunggah dan disimpan dalam bentuk file
kompresi.
Perkembangan teknologi memang
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap proses produksi, distribusi, dan
konsumsi film. Teknologi tidak hanya sebagai instrumen proses produksi film
tapi juga penunjang distribusi dan piranti menonton film. Namun, perlu
digarisbawahi, kompleksitas perkembangan teknologi membawa dunia perfilman ke
dalam satu masalah mengenai hak cipta. Film yang bebas unduh pernah diblokir
dengan suatu software SOPA dan PIPA. Menanggapi hal tersebut, selain mengamini
perkembangan teknologi sebagai kekuatan produksi, distribusi, dan konsumsi
film. Teknologi juga harus dipantau agar terimplementasikan secara tepat.
Perkembangan teknologi
sepertinya menjadi satu proses yang memberikan pengaruh besar terhadap
peradaban dunia. Sepertinya hampir tidak ada aspek atau bidang yang berhasil
‘lolos’ dari imbas perkembangan teknologi. Sebab, masyarakat dunia memang
menciptakan dan menggunakan teknologi untuk membantu kehidupan mereka
sehari-hari. Hal ini menjadi alasan di mana teknologi akan terus langgeng dan
berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Teknologi akan terus berkembang
selama manusia menuntut kemudahan dan kepraktisan dalam beraktivitas.
Dunia perfilman tentunya tidak
luput dari imbas perkembangan teknologi. Malah, dapat dikatakan dunia perfilman
adalah salah satu aspek dalam kehidupan yang perkembangannya sangat ditunjang
oleh teknologi. Teknologi meningkatkan proses kerja produksi film, mempermudah
distribusi film, serta membantu masyarakat menjangkau dan menonton (dalam hal
ini mengkonsumsi) film. Dapat dikatakan, perkembangan teknologi memengaruhi
perkembangan film. Kita juga dapat mengatakan bahwa film mungkin tidak akan
berkembang tanpa teknologi yang menunjang. Film hanya akan berputar pada poros
itu-itu saja tanpa mendapat perhatian khusus dalam segi peningkatan baik dari
fisik seperti audio, visual, dan efek serta segi penggandaan film.
Pada dasarnya film[1]
adalah salah satu bentuk media komunikasi yang kompleks. Kita dapat melihat
bahwa film saat ini telah berproses menjadi bentuk yang lebih kompleks. Film
telah menyuguhkan kepada penontonnya tentang dunia imajinasi yang lebih luas
melalui pemrograman komputer. Kompleksitas bentuk film yang saat ini kita temui
secara tegas disebut Ryan A. Piccirillo sebagai hasil dari evousi teknologi.[2]
Dalam hal ini, perlu penjabaran yang lebih spesifik untuk melihat sejauh mana
perkembangan teknologi berpengaruh dalam produksi, distribusi, dan konsumsi
film.
Pada konteks produksi, evolusi
teknologi jelas sangat berpengaruh dalam pembuatan film yang lebih berkualitas.
Kita dapat melihat jauh ke belakang untuk membandingkan film yang pertama kali
muncul dengan film-film yang saat ini beredar. Dapat kita runut dengan saksama
perbedaan kuantitas dan kualitas film dari kali pertama muncul, yaitu Arrival of Train (1895)[3]
sampai film Interstellar (2014). Terdapat perbedaan yang signifikan dari segi
durasi, audio, video, dan lain hal sebagainya. Perbedaan ini sangat kentara
terlihat. Adapun perbedaan film dari masa ke masa juga masih dapat kita amati.
Misalnya saja seperti kualitas suara dan kualitas gambar.
Arrival of Train tidak memiliki cerita yang spesifik. Film tersebut
hanya menunjukkan kereta yang datang dan orang-orang yang menunggu kedatangan
kereta. Film yang berdurasi 50 detik tersebut sangat sederhana dibandingkan
dengan film seperti Interstellar, Avatar, dan film-film lain yang secara
kualitas telah ditunjang oleh evolusi teknologi. Tentunya evolusi perkembangan
teknologi berupa kamera atau alat perekam video merupakan faktor utama dari
perubahan yang signifikan terhadap bentuk film. Perkembangan teknologi dari alat
perekam ini telah memberikan perubahan besar dari segi kualitas gambar dan
suara. Selain itu program-program perangkat lunak dalam komputer ikut serta
dalam memberikan efek ataupun animasi dalam film sehingga terlihat film.
Sebelumnya, para sineas mencoba memberikan efek melalui cara manual seperti
naga boneka. Saat ini, tinggal bagaimana para filmmaker memanfaatkan teknologi
untuk membentuk peraga atau animasi efek dalam komputer.
Sebelum munculnya alat perekam yang sudah
canggih seperti saat ini, pada tahun 1872, Eadweard Mybridge, seorang
fotografer dari San Fransisko mencoba membuat gambar bergerak. Saat itu, ia menggunakan
kameranya dan memotret seekor kuda yang tengah berlari di tempat pacuan
berulangkali secara serentak.[4]
Perkembangan film kali pertama
dimulai dari era film bisu dan gambar hitam putih. Saat itu, industri perfilman
belum menemukan alat yang dapat merekam suara para aktor dan aktris dalam film.
Sehingga, industri perfilman saat itu disebut juga dengan film bisu, karena
hanya berupa gambar yang bergerak dan seluruh warnanya masih hitam putih. Film
pada saat itu masih menggunakan film roll dan proyektor manual, film yang
ditayangkan juga bergerak sangat cepat. Kemudian teknologi dunia perfilman pun
berkembang, gambar dalam film mulai disesuaikan dengan kerja mata kita,
berwarna, bersuara, dan memiliki efek-efek yang membuat film tersebut lebih
menarik.
Saat ini telah dikenal sebuah
alat yang disebut komputer. Dalam hal ini komputer sangat membantu pengeditan
grafis dalam film. Selain itu, saat ini juga terdapat video digital dan
high-definition Television. Sehingga, kualitas film kini lebih jernih.[5]
Dalam hal ini teknologi komputer memberikan kontribusi besar dalam peningkatan
kualitas produksi film, khususnya penempatan efek dan animasi. Sebelum
munculnya alat teknologi dan komputer, animasi dibuat dengan sangat sederhana.
Kartun pertama, Fantasmagorie (1908) hanya dibuat dengan merekam orang yang
sedang menggambar. Tidak ada cerita dan skenario yang jelas. Hanya gambar
kartun yang bermunculan dihapus dan digambar kembali. Dengan adanya komputer,
kartun dapat diciptakan lebih kompleks. Kartun, mulai dari walt disney, nickelodeon dan lain hal sebagainya lebih terlihat
real. Efek dalam hal film animasi atau kartun tersebut terasa lebih real. Kita
dapat membandingkan Fantasmagorie yang hanya berdurasi 76 detik dengan Ice Age
3 yang begitu kompleks.
Efek dan animasi tersebut kini
dikembangkan lebih jauh lagi menjadi film tiga dimensi. Jika awalnya kita hanya
melihat film hitam putih yang bisu dan berkembang menjadi film berwarna yang
bersuara, kini muncul inovasi baru berupa teknologi 3D yang memberikan suasana
nyata ketika menonton. Pembuatan film 3D menggunakan teknologi capture information, di mana pembuat
film menggunakan teknologi komputerisasi dari gambar aksi manusia yang
sesungguhnya. Aplikasi pembuatan film ini dikenal dengan nama CGI atau Computer Generated Imagery dan juga
beberapa software yang populer dari aplikasi ini seperti Maya, Blender, Art of Illusion dll. CGI merupakan penerapan bidang
komputer grafis khususnya dalam bidang 3D untuk efek khusus, iklan, program
televisi maupun media cetak.[6]
Salah satu efek dari aplikasi CGI adalah digital
grading, dimana warna asli objek pada saat shooting bisa dirubah sehingga sesuai dengan skenario. Efek ini
adalah murni efek komputerisasi dari aplikasi CGI, digital grading, dan bukan efek makeup. Penggunaan software ini
memang sedikit banyak mempermudah pengambilan gambar karena bisa dilakukan
langsung bersamaan pada saat editing. Jika menggunakan makeup akan ada waktu
yang terbuang untuk menghapus makeup dan menggantinya lagi.[7]
Evolusi teknologi dalam bidang
perfilman tidak selalu linear dengan sumber daya yang ada. Seorang sineas harus
mampu menggunakan teknologi tersebut agar mampu meningkatkan produksi film.
Pada konteks ini, kita bisa melihat bahwa bagaimana cara teknologi itu
digunakan juga menjadi salah satu yang mendorong dan memengaruhi perkembangan
film. Namun, secara keseluruhan, perkembangan teknologi sangat berpengaruh
terhadap produksi film. Kini, orang awam pun dapat membuat filmnya sendiri
dengan kamera ponsel atau kamera yang dilengkapi dengan fitur rekam video.
Menilik dari segi distribusi,
evolusi teknologi tidak main-main dalam mengakomodasi pendistribuan film-film
agar dapat dinikmati oleh orang banyak. Saat ini sudah banyak bioskop yang
tersebar di beberapa daerah. Teknologi yang digunakan untuk memutar film di
bioskop pun sudah canggih. Adapun, untuk menonton film kita tidak harus pergi
ke bioskop. Teknologi seperti televisi dan kepingan VCD dan DVD merupakan
terobosan baru dalam segi distribusi film. Kehadiran VCD dan DVD ini membuat
film dapat dinikmati pula di rumah dengan kualitas gambar yang baik, tata suara
yang ditata rapi, yang diistilahkan dengan home
theater. Dengan perkembangan internet, film juga dapat disaksikan lewat
jaringan superhighway ini.
Bagaimana film didistribusikan
tentu saja berkaitan erat dengan tersampainya film tersebut kepada audiens.
Penikmat film, dalam hal ini penonton, dengan adanya teknologi yang semakin
mumpuni dapat menyaksikan film dengan mudah. Lagi-lagi terkait dengan
perkembagan internet, akses film menjadi lebih mudah. Saat ini pun sudah banyak
piranti praktis yang dapat memutar film. Masyarakat dewasa ini tidak perlu
pergi ke bioskop. Mereka sudah dapat mengkonsumsi film dengan cara-cara yang
praktis dan akses mudah.
Selain itu, internet sebagai
sebuah jejaring dunia maya yang tidak melihat batas ruang dan waktu memberikan
akomodasi yang luas bagi masyarakat untuk mengakses film dari berbagai belahan
dunia. Dalam hal ini, distribusi film sudah tidak lagi berada dalam kontrol
rumah produksi yang menggarapnya. Namun, film-film tersebut dapat diakses
melalui internet. Beberapa film dapat diunggah dan disimpan dalam bentuk file
kompresi.
Perkembangan teknologi memang
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap proses produksi, distribusi, dan
konsumsi film. Teknologi tidak hanya sebagai instrumen proses produksi film
tapi juga penunjang distribusi dan piranti menonton film. Namun, perlu
digarisbawahi, kompleksitas perkembangan teknologi membawa dunia perfilman ke
dalam satu masalah mengenai hak cipta. Film yang bebas unduh pernah diblokir
dengan suatu software SOPA dan PIPA. Menanggapi hal tersebut, selain mengamini
perkembangan teknologi sebagai kekuatan produksi, distribusi, dan konsumsi
film. Teknologi juga harus dipantau agar terimplementasikan secara tepat.
[1]
Novi Kurnia dalam jurnalnya yang berjudul “Lambannya Pertumbuhan Industri
Perfilman” memberikan definisi yang berbeda terkait dan film dan perfilman.
Dalam hal ini, merujuk pada apa yang ditulis Novi, penggunaan kata film
dan perfilman digunakan secara
bergantian tergantung konteksnya. Kata film bermakna pada karya cipta seni dan
budaya yang direkam secara audio visual dan dipertunjukkan secara audio-visual
pula. Sedangkan kata perfilman lebih merujuk kepada kegiatan yang berhubungan
dengan film baik distribusi, konsumsi, dan produksi film.
[2]
Ryan A. Piccirillo, The Technological Evolution of Filmmaking and Its Relation
to Qualiti in Cinema, http://www.studentpulse.com/articles/560/the-technological-evolution-of-filmmaking-and-its-relation-to-quality-in-cinema,
diakses tanggal 29 Desember 2014.
[3]Anonim,
Arrival of a Train, http://www.criticalcommons.org/Members/kfortmueller/clips/arrival-of-a-train-aka-l2019arrivee-d2019un-train,
diakses tanggal 27 Desember 2014.
[4] Brian
McKerna. 2005. Digital Cinema: The Revolution in Cinematography,
Postproduction, and Ditribution. New York. McGraw-Hill. Hlmn. 5
[5] Ibid.
Hlm. 15
[6] Allan
Lunardi, Sejarah dan Perkembangan Teknologi 3D, dalam http://filmindonesia.or.id/article/sejarah-dan-perkembangan-teknologi-3d, diakses pada tanggal 28 Desember 2014
[7]Anonim,
Teknologi Komunikasi Dunia Perfilman, http://komunikasi.us/index.php/course/perkembangan-teknologi-komunikasi/1974-teknologi-kkomunikasi-dunia-perfilman,
diakses pada tanggal 29 Desember 2014.” memberikan definisi yang berbeda terkait dan film dan perfilman.
Dalam hal ini, merujuk pada apa yang ditulis Novi, penggunaan kata film
dan perfilman digunakan secara
bergantian tergantung konteksnya. Kata film bermakna pada karya cipta seni dan
budaya yang direkam secara audio visual dan dipertunjukkan secara audio-visual
pula. Sedangkan kata perfilman lebih merujuk kepada kegiatan yang berhubungan
dengan film baik distribusi, konsumsi, dan produksi film.
[2]
Ryan A. Piccirillo, The Technological Evolution of Filmmaking and Its Relation
to Qualiti in Cinema, http://www.studentpulse.com/articles/560/the-technological-evolution-of-filmmaking-and-its-relation-to-quality-in-cinema,
diakses tanggal 29 Desember 2014.
[3]Anonim,
Arrival of a Train, http://www.criticalcommons.org/Members/kfortmueller/clips/arrival-of-a-train-aka-l2019arrivee-d2019un-train,
diakses tanggal 27 Desember 2014.
[4] Brian
McKerna. 2005. Digital Cinema: The Revolution in Cinematography,
Postproduction, and Ditribution. New York. McGraw-Hill. Hlmn. 5
[5] Ibid.
Hlm. 15
[6] Allan
Lunardi, Sejarah dan Perkembangan Teknologi 3D, dalam http://filmindonesia.or.id/article/sejarah-dan-perkembangan-teknologi-3d, diakses pada tanggal 28 Desember 2014
[7]Anonim,
Teknologi Komunikasi Dunia Perfilman, http://komunikasi.us/index.php/course/perkembangan-teknologi-komunikasi/1974-teknologi-kkomunikasi-dunia-perfilman,
diakses pada tanggal 29 Desember 2014.
sumber foto: http://mononton.com/wp-content/uploads/2012/10/film.gif
sumber foto: http://mononton.com/wp-content/uploads/2012/10/film.gif
Comments
Post a Comment