FILM: Perkembangan Teknologi dan Pengaruhnya terhadap Kemajuan Perfilman



Perkembangan teknologi sepertinya menjadi satu proses yang memberikan pengaruh besar terhadap peradaban dunia. Sepertinya hampir tidak ada aspek atau bidang yang berhasil ‘lolos’ dari imbas perkembangan teknologi. Sebab, masyarakat dunia memang menciptakan dan menggunakan teknologi untuk membantu kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini menjadi alasan di mana teknologi akan terus langgeng dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Teknologi akan terus berkembang selama manusia menuntut kemudahan dan kepraktisan dalam beraktivitas.
                Dunia perfilman tentunya tidak luput dari imbas perkembangan teknologi. Malah, dapat dikatakan dunia perfilman adalah salah satu aspek dalam kehidupan yang perkembangannya sangat ditunjang oleh teknologi. Teknologi meningkatkan proses kerja produksi film, mempermudah distribusi film, serta membantu masyarakat menjangkau dan menonton (dalam hal ini mengkonsumsi) film. Dapat dikatakan, perkembangan teknologi memengaruhi perkembangan film. Kita juga dapat mengatakan bahwa film mungkin tidak akan berkembang tanpa teknologi yang menunjang. Film hanya akan berputar pada poros itu-itu saja tanpa mendapat perhatian khusus dalam segi peningkatan baik dari fisik seperti audio, visual, dan efek serta segi penggandaan film.
                Pada dasarnya film[1] adalah salah satu bentuk media komunikasi yang kompleks. Kita dapat melihat bahwa film saat ini telah berproses menjadi bentuk yang lebih kompleks. Film telah menyuguhkan kepada penontonnya tentang dunia imajinasi yang lebih luas melalui pemrograman komputer. Kompleksitas bentuk film yang saat ini kita temui secara tegas disebut Ryan A. Piccirillo sebagai hasil dari evousi teknologi.[2] Dalam hal ini, perlu penjabaran yang lebih spesifik untuk melihat sejauh mana perkembangan teknologi berpengaruh dalam produksi, distribusi, dan konsumsi film.
                Pada konteks produksi, evolusi teknologi jelas sangat berpengaruh dalam pembuatan film yang lebih berkualitas. Kita dapat melihat jauh ke belakang untuk membandingkan film yang pertama kali muncul dengan film-film yang saat ini beredar. Dapat kita runut dengan saksama perbedaan kuantitas dan kualitas film dari kali pertama muncul, yaitu Arrival of Train (1895)[3] sampai film Interstellar (2014). Terdapat perbedaan yang signifikan dari segi durasi, audio, video, dan lain hal sebagainya. Perbedaan ini sangat kentara terlihat. Adapun perbedaan film dari masa ke masa juga masih dapat kita amati. Misalnya saja seperti kualitas suara dan kualitas gambar.
                Arrival of Train tidak memiliki cerita yang spesifik. Film tersebut hanya menunjukkan kereta yang datang dan orang-orang yang menunggu kedatangan kereta. Film yang berdurasi 50 detik tersebut sangat sederhana dibandingkan dengan film seperti Interstellar, Avatar, dan film-film lain yang secara kualitas telah ditunjang oleh evolusi teknologi. Tentunya evolusi perkembangan teknologi berupa kamera atau alat perekam video merupakan faktor utama dari perubahan yang signifikan terhadap bentuk film. Perkembangan teknologi dari alat perekam ini telah memberikan perubahan besar dari segi kualitas gambar dan suara. Selain itu program-program perangkat lunak dalam komputer ikut serta dalam memberikan efek ataupun animasi dalam film sehingga terlihat film. Sebelumnya, para sineas mencoba memberikan efek melalui cara manual seperti naga boneka. Saat ini, tinggal bagaimana para filmmaker memanfaatkan teknologi untuk membentuk peraga atau animasi efek dalam komputer.
                 Sebelum munculnya alat perekam yang sudah canggih seperti saat ini, pada tahun 1872, Eadweard Mybridge, seorang fotografer dari San Fransisko mencoba membuat gambar bergerak. Saat itu, ia menggunakan kameranya dan memotret seekor kuda yang tengah berlari di tempat pacuan berulangkali secara serentak.[4]
                Perkembangan film kali pertama dimulai dari era film bisu dan gambar hitam putih. Saat itu, industri perfilman belum menemukan alat yang dapat merekam suara para aktor dan aktris dalam film. Sehingga, industri perfilman saat itu disebut juga dengan film bisu, karena hanya berupa gambar yang bergerak dan seluruh warnanya masih hitam putih. Film pada saat itu masih menggunakan film roll dan proyektor manual, film yang ditayangkan juga bergerak sangat cepat. Kemudian teknologi dunia perfilman pun berkembang, gambar dalam film mulai disesuaikan dengan kerja mata kita, berwarna, bersuara, dan memiliki efek-efek yang membuat film tersebut lebih menarik.
                Saat ini telah dikenal sebuah alat yang disebut komputer. Dalam hal ini komputer sangat membantu pengeditan grafis dalam film. Selain itu, saat ini juga terdapat video digital dan high-definition Television. Sehingga, kualitas film kini lebih jernih.[5] Dalam hal ini teknologi komputer memberikan kontribusi besar dalam peningkatan kualitas produksi film, khususnya penempatan efek dan animasi. Sebelum munculnya alat teknologi dan komputer, animasi dibuat dengan sangat sederhana. Kartun pertama, Fantasmagorie (1908) hanya dibuat dengan merekam orang yang sedang menggambar. Tidak ada cerita dan skenario yang jelas. Hanya gambar kartun yang bermunculan dihapus dan digambar kembali. Dengan adanya komputer, kartun dapat diciptakan lebih kompleks. Kartun, mulai dari walt disney, nickelodeon dan lain hal sebagainya lebih terlihat real. Efek dalam hal film animasi atau kartun tersebut terasa lebih real. Kita dapat membandingkan Fantasmagorie yang hanya berdurasi 76 detik dengan Ice Age 3 yang begitu kompleks.
                Efek dan animasi tersebut kini dikembangkan lebih jauh lagi menjadi film tiga dimensi. Jika awalnya kita hanya melihat film hitam putih yang bisu dan berkembang menjadi film berwarna yang bersuara, kini muncul inovasi baru berupa teknologi 3D yang memberikan suasana nyata ketika menonton. Pembuatan film 3D menggunakan teknologi capture information, di mana pembuat film menggunakan teknologi komputerisasi dari gambar aksi manusia yang sesungguhnya. Aplikasi pembuatan film ini dikenal dengan nama CGI atau Computer Generated Imagery dan juga beberapa software yang populer dari aplikasi ini seperti Maya, Blender, Art of Illusion dll. CGI merupakan penerapan bidang komputer grafis khususnya dalam bidang 3D untuk efek khusus, iklan, program televisi maupun media cetak.[6]
                Salah satu efek dari aplikasi CGI adalah digital grading, dimana warna asli objek pada saat shooting bisa dirubah sehingga sesuai dengan skenario. Efek ini adalah murni efek komputerisasi dari aplikasi CGI, digital grading, dan bukan efek makeup. Penggunaan software ini memang sedikit banyak mempermudah pengambilan gambar karena bisa dilakukan langsung bersamaan pada saat editing. Jika menggunakan makeup akan ada waktu yang terbuang untuk menghapus makeup dan menggantinya lagi.[7]
                Evolusi teknologi dalam bidang perfilman tidak selalu linear dengan sumber daya yang ada. Seorang sineas harus mampu menggunakan teknologi tersebut agar mampu meningkatkan produksi film. Pada konteks ini, kita bisa melihat bahwa bagaimana cara teknologi itu digunakan juga menjadi salah satu yang mendorong dan memengaruhi perkembangan film. Namun, secara keseluruhan, perkembangan teknologi sangat berpengaruh terhadap produksi film. Kini, orang awam pun dapat membuat filmnya sendiri dengan kamera ponsel atau kamera yang dilengkapi dengan fitur rekam video.
                Menilik dari segi distribusi, evolusi teknologi tidak main-main dalam mengakomodasi pendistribuan film-film agar dapat dinikmati oleh orang banyak. Saat ini sudah banyak bioskop yang tersebar di beberapa daerah. Teknologi yang digunakan untuk memutar film di bioskop pun sudah canggih. Adapun, untuk menonton film kita tidak harus pergi ke bioskop. Teknologi seperti televisi dan kepingan VCD dan DVD merupakan terobosan baru dalam segi distribusi film. Kehadiran VCD dan DVD ini membuat film dapat dinikmati pula di rumah dengan kualitas gambar yang baik, tata suara yang ditata rapi, yang diistilahkan dengan home theater. Dengan perkembangan internet, film juga dapat disaksikan lewat jaringan superhighway ini.
                Bagaimana film didistribusikan tentu saja berkaitan erat dengan tersampainya film tersebut kepada audiens. Penikmat film, dalam hal ini penonton, dengan adanya teknologi yang semakin mumpuni dapat menyaksikan film dengan mudah. Lagi-lagi terkait dengan perkembagan internet, akses film menjadi lebih mudah. Saat ini pun sudah banyak piranti praktis yang dapat memutar film. Masyarakat dewasa ini tidak perlu pergi ke bioskop. Mereka sudah dapat mengkonsumsi film dengan cara-cara yang praktis dan akses mudah.
                Selain itu, internet sebagai sebuah jejaring dunia maya yang tidak melihat batas ruang dan waktu memberikan akomodasi yang luas bagi masyarakat untuk mengakses film dari berbagai belahan dunia. Dalam hal ini, distribusi film sudah tidak lagi berada dalam kontrol rumah produksi yang menggarapnya. Namun, film-film tersebut dapat diakses melalui internet. Beberapa film dapat diunggah dan disimpan dalam bentuk file kompresi.
                Perkembangan teknologi memang memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap proses produksi, distribusi, dan konsumsi film. Teknologi tidak hanya sebagai instrumen proses produksi film tapi juga penunjang distribusi dan piranti menonton film. Namun, perlu digarisbawahi, kompleksitas perkembangan teknologi membawa dunia perfilman ke dalam satu masalah mengenai hak cipta. Film yang bebas unduh pernah diblokir dengan suatu software SOPA dan PIPA. Menanggapi hal tersebut, selain mengamini perkembangan teknologi sebagai kekuatan produksi, distribusi, dan konsumsi film. Teknologi juga harus dipantau agar terimplementasikan secara tepat.


   Perkembangan teknologi sepertinya menjadi satu proses yang memberikan pengaruh besar terhadap peradaban dunia. Sepertinya hampir tidak ada aspek atau bidang yang berhasil ‘lolos’ dari imbas perkembangan teknologi. Sebab, masyarakat dunia memang menciptakan dan menggunakan teknologi untuk membantu kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini menjadi alasan di mana teknologi akan terus langgeng dan berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Teknologi akan terus berkembang selama manusia menuntut kemudahan dan kepraktisan dalam beraktivitas.
                Dunia perfilman tentunya tidak luput dari imbas perkembangan teknologi. Malah, dapat dikatakan dunia perfilman adalah salah satu aspek dalam kehidupan yang perkembangannya sangat ditunjang oleh teknologi. Teknologi meningkatkan proses kerja produksi film, mempermudah distribusi film, serta membantu masyarakat menjangkau dan menonton (dalam hal ini mengkonsumsi) film. Dapat dikatakan, perkembangan teknologi memengaruhi perkembangan film. Kita juga dapat mengatakan bahwa film mungkin tidak akan berkembang tanpa teknologi yang menunjang. Film hanya akan berputar pada poros itu-itu saja tanpa mendapat perhatian khusus dalam segi peningkatan baik dari fisik seperti audio, visual, dan efek serta segi penggandaan film.
                Pada dasarnya film[1] adalah salah satu bentuk media komunikasi yang kompleks. Kita dapat melihat bahwa film saat ini telah berproses menjadi bentuk yang lebih kompleks. Film telah menyuguhkan kepada penontonnya tentang dunia imajinasi yang lebih luas melalui pemrograman komputer. Kompleksitas bentuk film yang saat ini kita temui secara tegas disebut Ryan A. Piccirillo sebagai hasil dari evousi teknologi.[2] Dalam hal ini, perlu penjabaran yang lebih spesifik untuk melihat sejauh mana perkembangan teknologi berpengaruh dalam produksi, distribusi, dan konsumsi film.
                Pada konteks produksi, evolusi teknologi jelas sangat berpengaruh dalam pembuatan film yang lebih berkualitas. Kita dapat melihat jauh ke belakang untuk membandingkan film yang pertama kali muncul dengan film-film yang saat ini beredar. Dapat kita runut dengan saksama perbedaan kuantitas dan kualitas film dari kali pertama muncul, yaitu Arrival of Train (1895)[3] sampai film Interstellar (2014). Terdapat perbedaan yang signifikan dari segi durasi, audio, video, dan lain hal sebagainya. Perbedaan ini sangat kentara terlihat. Adapun perbedaan film dari masa ke masa juga masih dapat kita amati. Misalnya saja seperti kualitas suara dan kualitas gambar.
                Arrival of Train tidak memiliki cerita yang spesifik. Film tersebut hanya menunjukkan kereta yang datang dan orang-orang yang menunggu kedatangan kereta. Film yang berdurasi 50 detik tersebut sangat sederhana dibandingkan dengan film seperti Interstellar, Avatar, dan film-film lain yang secara kualitas telah ditunjang oleh evolusi teknologi. Tentunya evolusi perkembangan teknologi berupa kamera atau alat perekam video merupakan faktor utama dari perubahan yang signifikan terhadap bentuk film. Perkembangan teknologi dari alat perekam ini telah memberikan perubahan besar dari segi kualitas gambar dan suara. Selain itu program-program perangkat lunak dalam komputer ikut serta dalam memberikan efek ataupun animasi dalam film sehingga terlihat film. Sebelumnya, para sineas mencoba memberikan efek melalui cara manual seperti naga boneka. Saat ini, tinggal bagaimana para filmmaker memanfaatkan teknologi untuk membentuk peraga atau animasi efek dalam komputer.
                 Sebelum munculnya alat perekam yang sudah canggih seperti saat ini, pada tahun 1872, Eadweard Mybridge, seorang fotografer dari San Fransisko mencoba membuat gambar bergerak. Saat itu, ia menggunakan kameranya dan memotret seekor kuda yang tengah berlari di tempat pacuan berulangkali secara serentak.[4]
                Perkembangan film kali pertama dimulai dari era film bisu dan gambar hitam putih. Saat itu, industri perfilman belum menemukan alat yang dapat merekam suara para aktor dan aktris dalam film. Sehingga, industri perfilman saat itu disebut juga dengan film bisu, karena hanya berupa gambar yang bergerak dan seluruh warnanya masih hitam putih. Film pada saat itu masih menggunakan film roll dan proyektor manual, film yang ditayangkan juga bergerak sangat cepat. Kemudian teknologi dunia perfilman pun berkembang, gambar dalam film mulai disesuaikan dengan kerja mata kita, berwarna, bersuara, dan memiliki efek-efek yang membuat film tersebut lebih menarik.
                Saat ini telah dikenal sebuah alat yang disebut komputer. Dalam hal ini komputer sangat membantu pengeditan grafis dalam film. Selain itu, saat ini juga terdapat video digital dan high-definition Television. Sehingga, kualitas film kini lebih jernih.[5] Dalam hal ini teknologi komputer memberikan kontribusi besar dalam peningkatan kualitas produksi film, khususnya penempatan efek dan animasi. Sebelum munculnya alat teknologi dan komputer, animasi dibuat dengan sangat sederhana. Kartun pertama, Fantasmagorie (1908) hanya dibuat dengan merekam orang yang sedang menggambar. Tidak ada cerita dan skenario yang jelas. Hanya gambar kartun yang bermunculan dihapus dan digambar kembali. Dengan adanya komputer, kartun dapat diciptakan lebih kompleks. Kartun, mulai dari walt disney, nickelodeon dan lain hal sebagainya lebih terlihat real. Efek dalam hal film animasi atau kartun tersebut terasa lebih real. Kita dapat membandingkan Fantasmagorie yang hanya berdurasi 76 detik dengan Ice Age 3 yang begitu kompleks.
                Efek dan animasi tersebut kini dikembangkan lebih jauh lagi menjadi film tiga dimensi. Jika awalnya kita hanya melihat film hitam putih yang bisu dan berkembang menjadi film berwarna yang bersuara, kini muncul inovasi baru berupa teknologi 3D yang memberikan suasana nyata ketika menonton. Pembuatan film 3D menggunakan teknologi capture information, di mana pembuat film menggunakan teknologi komputerisasi dari gambar aksi manusia yang sesungguhnya. Aplikasi pembuatan film ini dikenal dengan nama CGI atau Computer Generated Imagery dan juga beberapa software yang populer dari aplikasi ini seperti Maya, Blender, Art of Illusion dll. CGI merupakan penerapan bidang komputer grafis khususnya dalam bidang 3D untuk efek khusus, iklan, program televisi maupun media cetak.[6]
                Salah satu efek dari aplikasi CGI adalah digital grading, dimana warna asli objek pada saat shooting bisa dirubah sehingga sesuai dengan skenario. Efek ini adalah murni efek komputerisasi dari aplikasi CGI, digital grading, dan bukan efek makeup. Penggunaan software ini memang sedikit banyak mempermudah pengambilan gambar karena bisa dilakukan langsung bersamaan pada saat editing. Jika menggunakan makeup akan ada waktu yang terbuang untuk menghapus makeup dan menggantinya lagi.[7]
                Evolusi teknologi dalam bidang perfilman tidak selalu linear dengan sumber daya yang ada. Seorang sineas harus mampu menggunakan teknologi tersebut agar mampu meningkatkan produksi film. Pada konteks ini, kita bisa melihat bahwa bagaimana cara teknologi itu digunakan juga menjadi salah satu yang mendorong dan memengaruhi perkembangan film. Namun, secara keseluruhan, perkembangan teknologi sangat berpengaruh terhadap produksi film. Kini, orang awam pun dapat membuat filmnya sendiri dengan kamera ponsel atau kamera yang dilengkapi dengan fitur rekam video.
                Menilik dari segi distribusi, evolusi teknologi tidak main-main dalam mengakomodasi pendistribuan film-film agar dapat dinikmati oleh orang banyak. Saat ini sudah banyak bioskop yang tersebar di beberapa daerah. Teknologi yang digunakan untuk memutar film di bioskop pun sudah canggih. Adapun, untuk menonton film kita tidak harus pergi ke bioskop. Teknologi seperti televisi dan kepingan VCD dan DVD merupakan terobosan baru dalam segi distribusi film. Kehadiran VCD dan DVD ini membuat film dapat dinikmati pula di rumah dengan kualitas gambar yang baik, tata suara yang ditata rapi, yang diistilahkan dengan home theater. Dengan perkembangan internet, film juga dapat disaksikan lewat jaringan superhighway ini.
                Bagaimana film didistribusikan tentu saja berkaitan erat dengan tersampainya film tersebut kepada audiens. Penikmat film, dalam hal ini penonton, dengan adanya teknologi yang semakin mumpuni dapat menyaksikan film dengan mudah. Lagi-lagi terkait dengan perkembagan internet, akses film menjadi lebih mudah. Saat ini pun sudah banyak piranti praktis yang dapat memutar film. Masyarakat dewasa ini tidak perlu pergi ke bioskop. Mereka sudah dapat mengkonsumsi film dengan cara-cara yang praktis dan akses mudah.
                Selain itu, internet sebagai sebuah jejaring dunia maya yang tidak melihat batas ruang dan waktu memberikan akomodasi yang luas bagi masyarakat untuk mengakses film dari berbagai belahan dunia. Dalam hal ini, distribusi film sudah tidak lagi berada dalam kontrol rumah produksi yang menggarapnya. Namun, film-film tersebut dapat diakses melalui internet. Beberapa film dapat diunggah dan disimpan dalam bentuk file kompresi.
                Perkembangan teknologi memang memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap proses produksi, distribusi, dan konsumsi film. Teknologi tidak hanya sebagai instrumen proses produksi film tapi juga penunjang distribusi dan piranti menonton film. Namun, perlu digarisbawahi, kompleksitas perkembangan teknologi membawa dunia perfilman ke dalam satu masalah mengenai hak cipta. Film yang bebas unduh pernah diblokir dengan suatu software SOPA dan PIPA. Menanggapi hal tersebut, selain mengamini perkembangan teknologi sebagai kekuatan produksi, distribusi, dan konsumsi film. Teknologi juga harus dipantau agar terimplementasikan secara tepat.




[1] Novi Kurnia dalam jurnalnya yang berjudul “Lambannya Pertumbuhan Industri Perfilman” memberikan definisi yang berbeda terkait dan film dan perfilman. Dalam hal ini, merujuk pada apa yang ditulis Novi, penggunaan kata film dan  perfilman digunakan secara bergantian tergantung konteksnya. Kata film bermakna pada karya cipta seni dan budaya yang direkam secara audio visual dan dipertunjukkan secara audio-visual pula. Sedangkan kata perfilman lebih merujuk kepada kegiatan yang berhubungan dengan film baik distribusi, konsumsi, dan produksi film.
[2] Ryan A. Piccirillo, The Technological Evolution of Filmmaking and Its Relation to Qualiti in Cinema, http://www.studentpulse.com/articles/560/the-technological-evolution-of-filmmaking-and-its-relation-to-quality-in-cinema, diakses tanggal 29 Desember 2014.
[4] Brian McKerna. 2005. Digital Cinema: The Revolution in Cinematography, Postproduction, and Ditribution. New York. McGraw-Hill. Hlmn. 5
[5] Ibid. Hlm. 15
[6] Allan Lunardi, Sejarah dan Perkembangan Teknologi 3D, dalam http://filmindonesia.or.id/article/sejarah-dan-perkembangan-teknologi-3d,  diakses pada tanggal 28 Desember 2014
[7]Anonim, Teknologi Komunikasi Dunia Perfilman, http://komunikasi.us/index.php/course/perkembangan-teknologi-komunikasi/1974-teknologi-kkomunikasi-dunia-perfilman, diakses pada tanggal 29 Desember 2014.” memberikan definisi yang berbeda terkait dan film dan perfilman. Dalam hal ini, merujuk pada apa yang ditulis Novi, penggunaan kata film dan  perfilman digunakan secara bergantian tergantung konteksnya. Kata film bermakna pada karya cipta seni dan budaya yang direkam secara audio visual dan dipertunjukkan secara audio-visual pula. Sedangkan kata perfilman lebih merujuk kepada kegiatan yang berhubungan dengan film baik distribusi, konsumsi, dan produksi film.
[2] Ryan A. Piccirillo, The Technological Evolution of Filmmaking and Its Relation to Qualiti in Cinema, http://www.studentpulse.com/articles/560/the-technological-evolution-of-filmmaking-and-its-relation-to-quality-in-cinema, diakses tanggal 29 Desember 2014.
[4] Brian McKerna. 2005. Digital Cinema: The Revolution in Cinematography, Postproduction, and Ditribution. New York. McGraw-Hill. Hlmn. 5
[5] Ibid. Hlm. 15
[6] Allan Lunardi, Sejarah dan Perkembangan Teknologi 3D, dalam http://filmindonesia.or.id/article/sejarah-dan-perkembangan-teknologi-3d,  diakses pada tanggal 28 Desember 2014
[7]Anonim, Teknologi Komunikasi Dunia Perfilman, http://komunikasi.us/index.php/course/perkembangan-teknologi-komunikasi/1974-teknologi-kkomunikasi-dunia-perfilman, diakses pada tanggal 29 Desember 2014.


sumber foto: http://mononton.com/wp-content/uploads/2012/10/film.gif

Comments

Popular posts from this blog

[Teori Komunikasi] Teori dalam Tradisi Sibernetika

Berkunjung ke Rumah Teman

Kelebihan dan Kekurangan Model-Model (Mekanisme) yang Menghubungkan Opini Publik dengan Pembuatan Kebijakan