Trend Fashion Anak Muda dalam Musik


            Membicarakan musik tidak akan pernah terlepas dari sebuah dinamika gaya hidup. Sebagai bagian dari entitas budaya, musik memberikan peran dalam menumbuhkan gaya hidup. Gaya hidup yang dimaksud di sini sangatlah beragam, baik berupa ideologi, penciptaan makna, sampai gaya berpenampilan. Semua itu berjalan beriringan sebagai sebuah efek dari dinamika perkembangan budaya melalui media. Perwujudan musik dengan berbagai medium adalah bentuk kebudayaan. Paul Willis berpendapat bahwa kebudayaan adalah sebuah kategori yang aneh dan begitu luas. Begitu juga ketika kita berbicara mengenai musik sebagai komponen dari budaya. Musik adalah sesuatu hal yang aneh dan perkembangannya tiada kematian. Perkembangan musik itu sendiri selalu dibarengi dengan keunikan-keunikan yang ibarat teori alam semestra – tidak berbatas. Berbagai macam genre dan jenis musik kini terus bermunculan dengan ekspresi yang  unik
            Musik memang sebuah ruang berekspreksi dan penyaluran emosi. Adapun, sebagian orang mengamini musik sebagai suatu ideologi. Musik adalah wujud pemberontakan seperti yang dilakoni oleh sekelompok anak muda punk. Mengusung gaya ‘rebel’, mereka mencoba mendobrak kemapanan yang telah dikontruksikan oleh masyarakat. Sebagian lagi mengamini musik sebagai bentuk pemberontakan atas agama, terutama agama Islam. Gaya hidup yang direpresentasikan oleh musik dianggap melanggar akidah agama. Beberapa hadist dan ayat Al-Qur-an menjelaskan bahwa musik adalah entitas yang mendekati kemaksiatan. Dalam beberapa kasus, gaya hidup seseorang atau sekelompok musisi memang tidak jauh dari kategori-kategori yang terbilang maksiat oleh agama Islam. Misalnya saja meminum minuman keras dan kehidupan malam yang bebas serta penuh dengan seksualitas yang tidak legal.
            Musik, sebagai salah satu instrumen media, memang berhasil merepresentasikan dinamika gaya hidup yang terus berkelanjutan. Salah satu gaya hidup yang mampu terepresentasikan sebagai suatu entitas kemanusiaan adalah fashion. Fashion memang bukan hanya sebuah produk budaya massa yang diperjualbelikan untuk memperoleh keuntungan. Fashion kini hadir sebagai sebuah entitas yang terbentuk dari berbagai identitas. Menurut Umberto Uco, fashion adalah salah satu mesin komunikasi. Proses komunikasi itu sendiri selalu menimbulkan representasi identitas individu yang memakainya. Pengakuan dan penunjukkan identitas adalah suatu hal yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini diperuntukkan untuk menunjukkan entitas dan eksistensi “diri” sebagai manusia.
            Ini menunjukkan betapa masyarakat sekarang ini sudah sangat menyadari akan kebutuhan fashion yang lebih dari sekedar berpakaian, tapi juga bergaya dan trendi. Sebab, seperti yang diungkapkan Umberto, pakaian adalah salah satu mesin komunikasi. Selain itu, pakaian juga adalah sarana komunikasi dalam masyarakat, maka masyarakat sadar atau tidak sadar bisa menilai kepibadian seseorang dari apa yang dipakainya. Menurut Desmond Morris, dalam Men watching: A field guide to human behavior (1977): “pakaian juga menampilkan peran sebagai pajangan budaya (cultural display)’, yang di dalamnya membawa suatu pesan dan gaya hidup suatu masyarakat atau komunitas tertentu atau lebih spesifiknya pakaian merupakan ekspresi identitas pribadi.
            Walaupun musik dan fashion bukanlah dua hal yang lahir dan dari satu ‘rahim’ yang sama. Mereka dipertemukan untuk tumbuh di suatu ruang yang saling berhubungan. Padahal, musik dan fashion adalah dua hal yang berbeda. Keduanya merupakan seni yang berwujud lain tetapi berbicara hal yang sama – yaitu identitas. Hal itulah yang menjadikan korelasi di antara keduanya. Bahkan, musik dapat terbilang menjadi salah satu faktor perkembangan trend fashion anak muda di dunia.
            Dalam hal ini, anak muda sebagai subkultur dari studi budaya memang  menempati posisi penting. Hal tersebut karena gelombang budaya yang disumbangkan oleh anak muda terus terjadi. Anak muda meregenerasi budaya mereka dan regenerasi budaya terus muncul sebagaimana anak muda terus muncul. Mereka hidup dalam budaya mereka sendiri yang dianggap ‘sah’ sebagai gaya hidup. Fashion sebagai salah satu bentuk representasi identitas paling mutakhir digunakan anak muda untuk menunjukkan siapa dirinya. Mereka tidak ingin terkungkung apalagi terkengkang dalam situasi di mana ‘ia disebut’ ‘siapa’ oleh ‘siapa’. Fashion menjadi peluang besar bagi mereka untuk menyebut diri mereka sendiri siapa tanpa ada intervensi dan tendensi dari orang lain – terutama orang tua.
            Anak muda meyakini bahwa dirinya bukanlah kategori biologis yang dibalut oleh berbagai konsekuensi sosial sebagai serangkaian perubahan klasifikasi kultural yang ditandai oleh perbedaan dan keragaman. Sebagai konstruk kultural, makna anak muda bergeser menurut ruang dan waktu berdasarkan pada siapa disebut oleh siapa. Anak muda adalah satu konstruk diskursif. Dia dibentuk oleh cara bicara kita yang terorganisasi dan terstruktur tentang anak muda sebagai kategori orang. Yang lebih penting adalah  diskursus tentang gaya, citra perbedaan dan identitas (Chrish Barker, 2013: 348). Melalui musik, anak muda ingin membebaskan diri dari ‘pemaknaan’ diri atas “siapa” dan oleh “siapa”.  Pemaknaan diri ini kemudian bersinggungan dengan fashion.
            Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa musik dan fashion – sekalipun tidak lahir dalam rahim yang sama – tumbuh di ruang yang sama dan saling berhubungan. Apalagi musik sebuah produk budaya massa yang dikonsumsi oleh anak muda sebagai wujud ekspresi. Musik adalah konsumsi kreatif bagi anak muda. Dapat dikatakan anak muda sebagai bagian dari audiens adalah pencipta kreatif makna, membawa kompetensi kultural yang telah dimiliki untuk membaca teks kultural. Dalam hal ini, anak muda bukanlah penerima pasif budaya melainkan produsen aktif makna dari konteks budayanya sendiri (Chris Barker, 2013: 361). Proses produksi makna dalam musik itu sendiri bersinggunggan dengan fashion. Adaptasi fashion para musisi oleh penggemar massanya  disinyalir  menjadi daya tari anak muda untuk meniru, mengimitasi atau bahkan mengolah ulang makna tersebut sesuai dengan keinginan mereka.
            Pemaknaan terhadap musik tidak hanya sebatas pesan-pesan teks yang ingin disampaikan. Anak muda – sebagai konsumen aktif akan memaknai musik itu secara keseluruhan – tidak hanya sebatas lirik dan melodi. Mereka memaknai musik beserta instrumennya sebagai sebuah entitas yang menarik perhatian. Anak muda tidak hanya mendengarkan musik – tetapi juga melihat bagaimana musisi tersebut memainkan musik. Ia juga memperhatikan video klip musik tersebut. Selain itu, anak muda juga melihat korelasi antara musik dan fashion secara menyeluruh. Secara tidak langsung bagian ini menjadi hal yang menarik perhatian anak muda sebagai orang-orang yang haus akan rasa ingin tahu.
            Gaya sang musisi di atas panggung, di sampul majalah atau terkadang gaya berpakaian mereka sehari-hari, selalu menarik untuk diperhatikan dan mempengaruhi trend fashion pada masanya. Bahkan, tidak sedikit pula orang yang gaya berpakaiannya terinspirasi dari musik yang ia dengarkan. Gaya baju oversized dengan sneakers dan topi misalnya. Seringkali, kita langsung mengasosiasikan orang-orang dengan gaya tersebut sebagai penikmat musik hip-hop atau terpengaruh dari budaya black music.
            Sebuah riset menunjukan bahwa anak-anak muda menggunakan musik sebagai dasar mereka berekspresi dan menunjukan identitas diri mereka. Inilah yang membuat pengaruh musik terhadap gaya berpakaian mereka menjadi sangat kuat, karena keinginan mereka untuk menunjukan diri berdasarkan pada musik yang menjadi inspirasi mereka. Dinamika fashion memang terus berkembang. Para desainer muda tidak pernah berhenti menciptakan kreativitas seni fashion tersebut. Adapun fashion itu sendiri lahir dari inovasi baru maupun gaya lama yang dibubuhi dengan kreativitas. Seperti misalnya saja pemakaian kemeja berbahan flanel yang sudah lebih dulu buming pada era tahun 90-an. Kini, pakaian berbahan flanel kembali diminati masyarakat terutama anak muda untuk berpenampilan sehari-hari.
            Dalam hal ini, konsep pengakuan dan penujukkan identitas yang dirangkum oleh fashion adalah konsep yang sama pula dengan yang diusung oleh musik. Musik merupakan produk seni yang  memberikan keleluasaan bagi anak muda untuk terus berekspresi. Saat ini, telah banyak gaya berpenampilan para musisi yang diadaptasi anak muda dan menjadi sebuah trend fashion. Hal-hal tersebut terefeksikan dari berbagai macam gaya fashion dari periode ke periode.
            Pada tahun 2003, lagu “So Yesterday” dirilis oleh Hillary Duff. Berbarengan dengan itu muncul trend fashion menggunakan sarung tangan kulit tapi hanya di salah satu tangan saja. Fashion seperti ini ikut membumi di Indonesia dan diperkenalkan oleh Agnes Monica. Pada awal tahun 2000-an itu, fashion seperti itu tengah digemari kaum muda sebagai fenomena yang mereka sebut gaul.  Trend fashion tidak hanya terjadi abad Millenium. Tahun 90-an anak gemar menggunakan pakaian berbahan flanel. Trend tersebut adalah pakaian khas penebang pohon di pedalaman Seattle diadaptasi oleh pria bernama Kurt Cobain. Demam grunge dan berpakaian seenaknya ini akhirnya menjadi sebuah trend fashion tersendiri. Semua orang mencoba mengadaptasi trend ini. Selain itu, trend fashion juga muncul dari aliran musik-musik tertentu seperti emo dan punk. Salah satu trend fashion emo yang saat ini tengah membumi adalah kaos bergambar monster dengan warna candy. Kesan berpakaian seperti ini otomatis meleburkan kesan sangar dan lucu.




Bagan 1. Hillary Duff dalam video klipnya “So Yesterday” hanya menggunakan satu sarung tangan saja.

            Selain itu ada Rivers Cuomo, vokalis sekaligus gitaris Weezer. Ia adalah salah satu pengembang fashion geek di dunia musik. Fashion geek adalah gaya penampilan yang dikontruksikan sebagai seorang kutu buku. Seorang kutu buku sendiri dikontruksikan sebagai seseorang yang memakai kemeja yang dirangkap dengan sweater raut, kacamata dengan frame tebal, serta model rambut klimis. Tidak sedikiti fans Rivers yang meniru gaya Geek. Bahkan, orang-orang yang tidak mengenal Rivers pun meniru gaya semacam ini karena telah menjadi trend i kalangan anak muda.

            Di dunia musik rock ada Sid Vicious dengan gayanya yang memakai jaket kulit dan kalung gembok. Gaya seperti ini menjadi trend di kalangan anak muda, terutama fans dari Sid. Fashion lain tentunya juga disuguhkan oleh musisi lain seperti John Lennon yang menawarkan gaya berkacamata yang lain. Ia menggunakan kacamata bulat yang digunakan pada tahun 60-an. Kacamata dengan model frame bulat tersebut kemudian menjadi trend di kalangan masyarakat.



Bagan 2 Rivers Cuomo dengan fashion Geeknya



Bagan 3 Sid Vicious menggunakan jaket kulit dan kalung rantai dengan gembok

            Satu hal yang perlu dicermati dari trend fashion adalah kesempatan kelompok kapitalis dalam mengambil keuntungan. Sebab, segala sesuatu yang bermula dari sebuah trend komunitas akan berkembang menjadi trend global.  Trend global ini akan dianggap kelompok kapitalis sebagai segmen pasar yang menguntung. Misalnya saja, ketika dasi ala Avril Lavigne membumi di tahun 2000-an, model dasi tersebut kemudian muncul di banyak toko-toko pakaian. Perlu diketahui pula bahwa trend yang muncul dari media massa akan menjadi budaya massa. Dalam hal ini, kita biasa menyebutnya sebagai budaya populer. Seperti yang saat ini telah gandrung diminati kaum muda – terutama remaja putri adalah maraknya invasi boyband dan girlband dari negeri gingseng. Gaya berpakaian yang ditawarkan oleh boyband dan girlband korea tersebut kini tengah menjadi trend dan diadaptasi oleh jutaan kaum muda di seluruh penjuru dunia.






Hubungan Musik dan Fashion Bagaikan Siklus Hujan

            Kita tidak dapat dengan serta-merta mengatakan bahwa musik mempengaruhi fashion.  Fashion dan musik ibarat siklus hujan yang perputarannya berkesinambungan dan tidak ada jeda. Keduanya saling mempengaruhi sebagai wujud dari representasi identitas. Para musisi menggunakan unsur fashion untuk menggambarkan identitas musik mereka. Mereka tampil dengan atribut fashion yang dijadikan khas diri mereka untuk mendapatkan atensi lebih di dunia musik.
            Misalnya saja kemunculan musik glam rock di tahun 80-an. Kemunculan genre musik tersebut adalah puncak terhebat ketika industri musik menyandingkan fashion sebagai bagian dari unsur penting penampilan mereka. Musik rock yang bermelodi indah bersanding dengan kostum-kostum flamboyan dan daya rambut panjang tergerai yang berantakan.  Band Warrant dan Cinderella misalnya. Dengan musik berirama yang menghentak, mereka beraksi di panggung menggunakan celana latex hitam mengkilap, rompi, scarf, dan sepatu kulit ala koboi. Membentuk sebuah tren gaya baru yang kemudian disebut dengan glam rock.
            Selain itu, musik sekeras rock pun tidak luput dari sentuhan make up. Sebut saja KISS dan Motley Crue yang kerap tampil dengan make up gothic bergaya seram. David Bowie pun di klip video ‘Life On Mars’ tampil dengan make up tebal, eyeliner yang mempertegas garis mata, eye shadow biru dan lipstik peach yang menghiasi bibir maskulinnya. Gaya Androgini David Bowie ini kemudian menginspirasi vokalis Culture Club, Boy Gorgedan juga Prince untuk mengikuti arus fashion yang sama, yaitu menampilkan kesan maskulin dan feminin secara bersamaan. Begitu pula dengan Freddy Mercury yang kerap tampil dengan lipstick yang terpulas.
            Di Indonesia sendiri, fashion sebagai salah satu identitas musik diadopsi oleh beberapa grup band seperti The Changcuters dan White Shoes and The Couples Company. The Changcuters mengusung gaya fashion yang hampir mirip dengan The Beatles. Mereka menggunakan seragam khas yang dipakai oleh setiap personil. Seragam yang biasanya digunakan adalah perpaduan jazz, kemeja, dasi kupu-kupu – mirip seperti orang kantoran tapi dipadukan dengan celana jeans atau celana kulit yang ketat. Gaya rambut pun menjadi karakteristik mereka. Sedangkan White Shoes and The Couples Company, band satu ini muncul dengan gaya lawas – yaitu vintage. Namun, terlepas dari bagaimana posisi musik dan fashion saling berpengaruh, masyarakat – terutama kaum muda telah banyak mendapatkan pengaruh trend fashion dari musik dengan selagala instrumen dan komponen yang dibawa. Sekali lagi, dibalik trend yang membumi – sebuah lokalitas dan gaya komunitas yang awalnya diusung sebagai sebuah identitas menjadi budaya massa yang populer. Sehingga memberikan kesempatan pula bagi kaum pemodal untuk membidik trend tersebut sebagai ladang bisnis.



 Bagan 4 The Changcuters






Bagan 5 White Shoes and The Couples Company







Daftar Pustaka
Barker, Chris. 2013. Cultural Studies. Terjemahan oleh Nurhadi. Kreasi Wacana: Bantul
“You are What You Weat atau You Are What You Listen To”. http://kvltmagz.com/you-are-what-you-wear-atau-you-are-what-you-listen-to/black-music-fashion/. Diakses pada tanggal 15 April 2015.
“Trend Fashion Terbaru dari Sedala Sudut.” http://fashionbeauty.perempuan.com/fashion/perkembangan-trend-fashion-terbaru-dari-segala-sudut/. Diakses pada tanggal 15 April 2015.
“Hitam Putih Trend Fashion 2015.” http://www.komunitasmusik.com/index.php/modules-menu/81-hitam-putih-trend-fashion-2015. Diakses pada tanggal 15 April 2015.
Juliastuti, Nuraini. “Anak Jalanan dan Subkultur Sebuah Pemikiran Awal.” http://kunci.or.id/articles/anak-jalanan-dan-subkultur-sebuah-pemikiran-awal-oleh-kirik-ertanto/. Diakses pada tanggal 15 April 2015.

Comments

Popular posts from this blog

[Teori Komunikasi] Teori dalam Tradisi Sibernetika

Berkunjung ke Rumah Teman

Kelebihan dan Kekurangan Model-Model (Mekanisme) yang Menghubungkan Opini Publik dengan Pembuatan Kebijakan