Di Halte Bus
Mungkin kita berdua
adalah orang yang tidak sengaja bertemu di Halte Bus. Selepas bus jurusan
masing-masing datang, kita berpisah.
*
*
Terkadang, di tengah ingar-bingar
jalanan, aku selalu menyelipkan diriku pada kegaduhan lain. Mungkin dengan
menyetel musik keras melalui kabel headset. Atau membuat suara-suara sendiri –
tanpa ada yang tahu aku berbicara dengan siapa. Yang jelas, aku seringkali
terjebak pada nuansa yang penuh dan gaduh. Namun, aku menikmatinya dengan
menyimak kebisingan-kebisingan di halte bus. Suara klakson yang melengking,
suara deru motor dan mobil yang knalpotnya bocor, ataupun suara kenek angkutan
umum yang serak. Semua berbaur menjadi satu.
Di sebuah halte bus, terkadang
aku menunggu sendirian. Terkadang pula beberapa orang ikut duduk di sebelahku.
Sebagian berdiri sembari mengotak-atik gawainya. Sesekali melihat jam tangan
yang melingkat di pergelangan mereka – sembari mendesah berat, kemudian menatap
jalan dengan harapan sekaligus kekhawatiran. “Mana Busku?” pikir mereka – yang terjebak
dalam paradoks penantian panjang tentang bus-bus yang akan mengantarkan mereka
pergi ataupun pulang.
Dalam penantian itu, aku bertemu
dengan seseorang yang juga menunggu di halte yang sama. Saat itu, senja tengah
sangat merona dengan warna jingga yang bergurat-gurat di sela-sela langit biru.
Kami hanya berdua – ah, tidak bertiga, dengan dudukan halte bus yang telah reot
dan berkarat. Kami hanya berdiam diri sembari memerhatikan jalanan yang
lenggang – tak biasanya yang penuh dengan suara kebisingan. Sebab itu, aku yang
biasanya menyelipkan diri pada kegaduhan-kegaduhan yang lain berusaha keluar
dan menempatkan diri di suasana sepi yang terlampau langka ini. Aku mencoba
meresepi suara-suara yang tak kasattelinga
– demi menemukan bisikan-bisikan yang jarang aku dengar.
Tak seperti biasanya, penantian
ini begitu lama. Aku mendesah berat. Dan aku mendengar ada nafas berat yang
ikut mendesah. Kepalaku bergerak perlahan, mencoba mencari arah suara itu. Kudapati
seorang lelaki yang duduk di sebelahku – yang juga menanti bus di tengah
meronanya senja. Senja yang merona – pertanda segala sesuatunya belum usai.
Lelaki itu melihat ke arah – tersenyum sebentar. Sementara aku membalas dengan
kikuk sembari ingin mengalihkan perhatian. Tetapi lelaki itu keburu menjadi
perhatian dengan suaranya yang mengudara. “Menunggu bus juga?” tanyanya
beretorika – tanpa harus kujawab pun dia seharusnya tahu. Namun, aku hanya
mengangguk sembari kembali ingin mengalihkan perhatian. Sebab aku tak ingin
terjebak pada percakapan asing. Namun, lagi-lagi lelaki itu membuka suara –
berbicara panjang lebar tentang dirinya, tentang apa yang terjadi pada dirinya
hari ini, dan juga tentang penantiannya yang tak kunjung usai.
Dia berbicara panjang lebar –
seolah memang mencari teman bicara untuk mengusir hening dan kebisuan atas
penantian. Di dalam halte bus itu pun aku ikut menyahut perkataannya, berusaha
membuat suasana cair dan berusaha menyapa pada kebiasaan baru – menanggapi percakapan
asing. Kami terlihat seperti dua orang yang sudah saling kenal lama. Seperti
dua teman akrab. Tertawa, bercanda, dan mengungkapkan lelucon-lelucon yang kami
ketahui untuk mengisi penantian.
Pada saat kami tertawa lepas,
deru bus datang bersahutan-sahutan. Ada dua bus yang datang. Kami berhenti
bercakap-cakap sejenak. Kemudian saling berpandangan. Seolah-olah kedua mata
kami tengah berbicara tentang perpisahan. Bus tempatku berpulang telah datang.
Bus tempatnya berpergian telah datang. Kami harus berpisah – setelah merajut
percakapan asing yang terasa dekat.
Kami berdua pun hanya mengangguk
tersenyum kemudian melangkah menuju bus tujuan masing-masing. Aku memilih
tempat duduk paling belakang dekat jendela untuk melihat laju busnya. Bus mulai
berjalan – deru suaranya menggerogoti hatiku – entah kenapa. Sementara aku
terus melihat bus yang ia naiki – berbelok ke arah kiri. Kami berpisah di
persimpangan jalan. Aku mendesah berat – kecewa karena itu terlalu singkat. Aku
mendesah lelah – sebab aku belum mengetahui namanya. Aku mendesah dengan sangat
berat – aku sadar itu hanya pertemuan tak sengaja di bus. Aku tak perlu
mencemaskannya. Aku memandang langit yang mulai gelap – bukankah aku tak perlu
kecewa? Kejadian tadi adalah sebuah kewajaran yang terjadi di mana-mana. Percakapan
asing yang dimulai untuk mengisi waktu luang. Percakapan asing hanya untuk
membuat sebuah penantian tidak terasa bosan.
Mungkin seperti itulah hubungan
kita.
Kita seperti dua orang yang
menunggu di halte Bus. Kita hanya berdua – dan bus terlambat datang. Kita resah
karena kita tidak dapat melakukan apapun kecuali menunggu atau memandang satu
sama lain dengan diam. Sampai akhirnya kita memulai percakapan yang terasa
akrab. Namun, ketika bus datang – kita harus sadar – kita musti pulang maupun
pergi ke tempat masing-masing.
Mungkin begitulah kita – seperti dua
orang yang menunggu di halte bus. Hanya bercakap-cakap sebentar untuk mengisi
waktu luang. Ketika bus datang – kita harus berpisah. Ketika bus datang – kita harus
melangkah menjauh.
Namun, walaupun kita hanya dua orang yang menunggu di halte bus yang
sama. Aku selalu menginginkan pertemuan yang sama. Mungkin kita bisa menunggu
di halte bus yang sama lagi – setiap hari? Dan merajut percakapan asing menjadi
jauh lebih intim.
Akan tetapi akankah itu bisa terjadi? Jika hal yang pasti di dunia ini
adalah ketidakpastian. Maka aku pun tidak dapat memastikan pertemuan kedua.
Maka, kita berdua hanyalah dua orang yang tidak sengaja bertemu dalam sebuah
penantian di tengah-tengah perjalanan. Sebuah keniscayaan yang hakiki tentang
mitologi ‘manusia yang datang dan pergi’.
Halte-halte bus berikutnya, akankah selalu sama? Entah.
Picture Source:
http://cache4.asset-cache.net/gc/487943215-couple-listening-to-music-with-headphones-gettyimages.jpg?v=1&c=IWSAsset&k=2&d=BqOE0TvsGZBUQpK5waxLihfFBnGYIijTWAy%2BJ9O2y86NPohDOgQxT7HTywz5wcI0
http://mxua.mixedupalready.netdna-cdn.com/wp-content/uploads/2014/03/10-Canada-Whistler-village-The-bus-stop-with-a-wonderful-cloud-view.jpg?cc90db
Picture Source:
http://cache4.asset-cache.net/gc/487943215-couple-listening-to-music-with-headphones-gettyimages.jpg?v=1&c=IWSAsset&k=2&d=BqOE0TvsGZBUQpK5waxLihfFBnGYIijTWAy%2BJ9O2y86NPohDOgQxT7HTywz5wcI0
http://mxua.mixedupalready.netdna-cdn.com/wp-content/uploads/2014/03/10-Canada-Whistler-village-The-bus-stop-with-a-wonderful-cloud-view.jpg?cc90db
Comments
Post a Comment