Buku Usang yang Berada di Rak Berdebu
Aku suka ketika kamu menyodorkan
sebuah buku dan menyuruhku membaca beberapa halaman dari buku itu. Aku suka
ketika kamu dengan antusias membukakan halaman itu dan mengatakan padaku bahwa
baris-baris kalimat disana sangat kau puja. Aku suka ketika kamu menyarankanku
untuk membaca buku-buku yang telah kamu baca. Tidak semuanya. Kamu menunjukkan
beberapa halaman yang kamu suka. Halaman-halaman dengan baris-baris kalimat
yang menjadi favoritmu.
Kamu seringkali menandai
kutipan-kutipan kesayanganmu dengan pena. Dan seperti biasa, kamu akan
menyodorkan kutipan-kutipan itu kepadaku – memintaku untuk membacanya. Aku
tidak pernah tahu apa yang ada di dalam isi kepalamu. Tetapi, jika kamu mulai
menunjukkan gelagatmu ketika membaca – aku perlahan memahaminya. Jika kamu
mulai menunjukkan hasil yang kamu baca – aku pun ikut membacamu. Membaca
seluruh isi kepalamu.
Aku suka jika kamu bercerita
setelahnya. Bercerita tentang hal yang kamu sukai dari buku yang baru saja
kaubaca. Mengisahkan kembali kepadaku apa yang kamu baca. Dan aku suka ketika
kamu menyodorkan sebuah tulisan – buku tebal maupun tipis dan berkata bahwa
kamu selalu teringat padaku ketika membacanya. Aku suka jika kamu mengatakan
demikian. Seolah-olah akulah bukumu – halaman-halaman yang memuat banyak cerita
– yang senantiasa akan kamu baca.
Entah kenapa, jika kamu mulai
berbicara panjang lebar tentang kemiripan buku yang kamu baca dan
kepribadianku; aku malah terhanyut dalam kata-katamu. Buku yang kamu sebut
mirip denganku – terbuka lebar pada halaman favoritmu. Tetapi aku tidak tergoda
untuk membacanya – bahkan untuk menyentuhnya. Ceritamu sudah cukup membuatku
mengetahui apa isi buku itu. Ceritamu sudah membuatku tahu apa yang ada dalam
kepalamu – selama ini. Dan yang paling terpenting adalah; buku itu telah
mengingatkanmu padaku. Aku tahu, di kepalamu, ada aku dan rangkaian huruf yang
tak pernah putus.
Akan tetapi, kadang kala pula,
aku ikut membaca baris-baris kalimat yang kamu asumsikan dengan diriku.
Beberapa kalimat yang aku baca, aku setujui. Beberapa yang lain aku elak.
Terkadang aku begitu penasaran kenapa kamu bisa mengatakan bahwa buku itu mirip
aku. Ataupun, ketika kamu mengatakan bahwa beberapa buku yang kamu baca
mengingatkanmu tentangku. Terkadang asumsimu salah. Tetapi terkadang pula,
pradugamu sungguh tepat. Mungkin, sebenarnya kamu memang mencari buku-buku yang
bisa digunakan untuk memahamiku? Atau kebetulan saja kamu memilih sebuah buku
dari rak-rak yang reot. Kemudian, tanpa sepengetahuanku – juga tanpa
sepengetahuanmu; buku itu hampir-hampir bercerita seperti diriku.
Aku senang jika tiba-tiba kamu
datang dengan wajah cerah sembari mengatakan bahwa kamu telah membaca sebuah
buku lagi. Kali ini mungkin tidak mengingatkan dirimu tentangku. Hanya saja,
kamu ingin aku juga membacanya. Seolah-olah kamu memintaku untuk membacamu
juga. Seakan-akan – dengan membaca buku yang kamu baca, aku juga akan
membacamu. Seolah-olah, dengan membaca buku yang kamu baca, aku telah memahami
seluruh isi pikiranmu.
Aku terkesan tiap kali kamu
membolak-balikkan setiap halaman di buku itu. Aku tertawa geli ketika kamu lupa
bagian mana saja yang ingin kamu tunjukkan padaku. Sepertinya kamu lupa
menandai kalimat mana saja yang kamu suka dengan pena usangmu yang tintanya
hampir habis itu.
Aku suka tiap kali kamu duduk
diam sembari membaca buku. Belum sampai habis buku itu – kamu langsung
menyenggol bahuku. Kamu buka halaman kesekian puluh – aku duga, kamu telah
membaca berpuluh-puluh halaman dari buku itu. Aku suka ketika kamu mulai
menyodorkan halaman itu dan berkata padaku, “Tulisan ini mirip sekali denganmu.
Aku langsung mengingatmu sejak pertama kali membacanya,” ujarmu menggebu-gebu.
Aku suka rutinitas kita berdua
setiap hari. Kita hanya duduk di tempat favorit masing-masing – di antara
rak-rak buku yang telah berdebu sembari membaca masing-masing buku kita. Aku
suka ketika – aku dan kamu saling mencoba memahami melalui buku-buku yang kita
baca. Selalu ada banyak bait-bait kata yang akan mengingatkanku kepadamu dan
sebaliknya, mengingatkanmu kepadaku. Kita berdua seperti dua buku usang yang
berada di jajaran rak-rak buku yang berdebu. Kita berdua tidak banyak bicara.
Hanya membaca buku masing-masing, dan saling mengagumi di balik diam. Aku dan
kamu saling membaca – mungkin kita tidak menyadarinya karena kita hanya membaca
buku. Tetapi melalui penuturanmu tentang buku yang kamu baca begitu mirip
denganku; aku tahu satu hal. Bahwasanya kita tidak pernah benar-benar diam. Di
balik kesunyian yang kita berdua ciptaan; kamu membacaku.
Aku suka ketika kamu mengatakan
setumpuk buku-buku di sudut ruangan itu begitu mirip denganku. Aku tahu,
sebelum kamu membaca buku-buku itu; kamu terlebih dulu membaca apa saja yang
ada dalam pikiranku. Sehingga, kamu tahu kemiripan apa saja yang terjalin
antara buku itu dan aku.
Aku menyukai fakta bahwa dalam
diam, kita terus saling memahami. Kita berdua adalah buku. Kita saling membaca.
Kita adalah buku usang yang berada di rak-rak berdebu. Tetapi, walaupun penuh
debu, aku menyukai zona nyaman ini. Bersamamu – dan bersama dengan buku-buku
kita berdua. Kita saling membaca.
Comments
Post a Comment