Masa Depan Jurnalisme dalam Kekuasaan Digital
Pada era digital seperti sekarang, tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensi media cetak perlahan mulai digeser oleh media daring. Bahkan, seperti yang dikatakan oleh Bre Redana bahwa media cetak saat ini telah menuju senjakala. Ibarat sebuah kapal yang mengarungi samudra, telah tiba saatnya untuk berlabuh menuju dermaga terakhir. Pada saat itulah, era media cetak akan segera berakhir karena tergilas teknologi yang jauh lebih mumpuni. Satu per satu media cetak berguguran, mulai dari Harian Bola sampai Sinar Harapan. Persoalan yang dihadapi media cetak ini tidak lain karena pendanaan cetak.
Dibandingkan dengan media daring, pemberitaan setiap informasi memang tidak diperlukan proses panjang mulai dari liputan hingga naik cetak. Melalui media daring, pemilik media secara khusus mendapatkan berbagai manfaat terutama dalam hal profit. Tulisan Jeff Harvis yang diunggah oleh Guardian tujuh tahun lalu telah mampu membuktikan bahwa media daring jelas lebih menguntungkan. Bahkan keuntungan dari iklan media daring sudah mampu membiayai keseluruhan biaya cetak. Apa yang disampaikan oleh Jeff rupanya menjadi kenyataan terutama ketika bersinggungan dengan persoalan dana.
Selain itu, dalam hal teknis, media daring
telah membantu penghematan kertas dan efisiensi pekerjaan. Masyarakat pun mulai
nyaman dengan budaya membaca melalui gawai dan laptop. Dengan berbagai
kelebihan yang dimiliki oleh media, masyarakat mulai berpaling menuju media daring karena lebih praktis.
Informasi yang termuat dalam media daring pun dianggap lebih memenuhi kebutuhan
karena masyarakat menjadi subyek yang mencari informasi. Masyarakat mulai
secara aktif mencari informasi dan tidak hanya sebatas menjadi penerima
informasi saja.
Riuhnya informasi yang
terakomodasi melalui media daring memang disebut-sebut sebagai bentuk kemudahan
dalam mendapatkan informasi aktual. Tidak terkecuali dengan praktik-praktik
jurnalisme yang kini mulai lebih banya diserap melalui media daring. Jurnalisme yang pada awalnya besar melalui
media cetak pun mesti berpindah tempat menuju daring. Melalui media daring,
kita tidak perlu lagi berlangganan koran dan membaca berita yang telah terjadi
sehari sebelum kita menyeduh kopi di pagi hari berikutnya. Kita juga tidak
perlu menghampiri loper-loper koran di perempatan rambu-rambu lalu lintas untuk
membaca berita yang terjadi kemarin. Kita juga tidak perlu takut membeli koran
pagi di sore hari karena isinya sudah terlanjur basi. Melalui media daring,
arus informasi bermunculan dengan hebatnya.
Dan kita pun dengan mudah mengakses berbagai informasi tersebut.
Akan tetapi, apakah
perpindahan ini kemudian mengubah esensi jurnalisme itu sendiri? Bagaimana pun
jurnalisme tetaplah jurnalisme – entah dikemas melalui cetak maupun diunggah
dengan media daring. Masih mengutip apa yang diresahkan oleh Bre, ia
mengkhawatirkan nasib entitas jurnalisme dalam media daring. Ketika media cetak
benar-benar mati, Wartawan Senior Kompas ini menggelisahkan masa depan
jurnalisme di bawah kekuasaan digital alias daring.
Apa yang diresahkan oleh
Bre adalah sebuah pemakluman karena saat ini entitas jurnalisme dalam media
daring sering diabaikan. Peliputan hingga penyebaran berita yang semestinya
tetap berpedang teguh pada kode etik jurnalistik malah sering diabaikan. Masih
banyak media daring yang tidak mempraktikkan kaidah jurnalisme secara benar.
Namun, apakah dengan begitu
entitas jurnalisme akan dengan serta-merta mati begitu saja dalam kuasa online?
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jurnalisme tetaplah jurnalisme.
Sekalipun lahir melalui media cetak – hal yang mesti diutamakan dalam
jurnalisme adalah penerapan kaidah dan kode etik yang benar. Kode etik
jurnalistik mungkin menjadi beku dan tidak mengalir dalam arus informasi media
daring. Namun, hal yang tidak boleh dilupakan adalah dari sekian media daring
yang berlomba-lomba memberikan informasi, masih terdapat media daring yang
memberikan informasi aktual. Terkadang, beberapa media daring seperti pindai,
jakartabeat, dan New Yorker masih mau
repot menulis tulisan panjang bergaya feature
yang enak dibaca.
Satu hal yang kemudian
jadi tugas besar adalah keyakinan dan kemauan dalam melanggengkan entitas
jurnalisme yang benar dalam kekuasaan digital. Apa yang terjadi saat ini adalah
gambaran tentang masa depan jurnalisme. Masa depan jurnalisme – kini dan nanti
bergantung pada pembaharuan kebijakan yang semestinya harus menyeimbangi
perkembangan teknologi yang makin hari semakin sulit dilampaui.
Comments
Post a Comment