ENFP




Saya sedang iseng dan terlampau selo untuk mengikuti sebuah tes personaliti di internet. Hasilnya di luar perkiraan saya tetapi juga membuat saya kemudian semakin mantap pada sebuah tujuan. Sebenarnya sih saya bukan tipe orang yang memercayai tes-tes personaliti. Seperti yang sudah saya bilang di postingan-postingan saya sebelumnya: saya bukan orang positivis yang menggenerrelasi sekelompok manusia. Apalagi hanya berdasarkan stereotipe, golongan darah, dan tes-tes “lucu” di internet. Tetapi belakngan karakteristik personaliti “Jung” sedang buming. Saya jadi penasaran dan kepengin tahu seperti apa milik saya.
                Nah, hasilnya sangat mencengangnkan karena di luar perkiraan saya. Saya pikir sih hasil tes ini salah. Mungkin karena saya yang tidak terlalu memahami bahasa “keminggris” yang dipakai untuk tes. Hasil tes itu adalah ENFP. Extrovert, Intuitive, Feeling, dan Perceiving. Yang paling mencengangkan adalah hasil pertama yaitu ekstrovert. Daridulu saya berpikir bahwa saya adalah seorang introvert atau menyerempet ambivert. Saya tidak pernah berpikir bahwa saya seorang ekstrovert. Saya pemalu sekaligus malu-maluin.

                Tetapi ada satu hasil yang membuat saya mesam-mesem sendiri. Yaitu pernyataan bahwa orang dengan personaliti seperti ini memiliki kemungkinan menjadi seorang Jurnalis. Orang dengan personaliti seperti ini juga menganggap bahwa hidup adalah drama yang menarik. Saya menafsirkan kalimat ini dengan cara yang berbeda. Bukan drama queen. Tetapi bagaimana saya melihat dunia sebagai sebuah panggung. Semua orang adalah pemain. Dan semua orang memiliki dramanya masing-masing. Satu lagi yang membuat saya mesam-mesem adalah tipe orang dengan personaliti ini hanya 8,1 % dari total populasi manusia di bumi. Saya tiba-tiba inin mengatakan bahwa diri saya unik. Tetapi saya sadar, setiap orang itu unik. “I’m different and unique” – Most People. Melalui kalimat keminggris yang saya ungkapan itu saya hanya ingin mengingatkan diri saya kembali bahwa setiap orang pasti merasa dirinya berbeda dan unik. Dan ketika semua orang merasa demikian, bukankah apa yang mereka rasakan itu sama saja dengan dengan orang kebanyakan. 
          Terlepas dari itu semua saya masih agak tidak terima kalau saya dibilang ekstrovert. Saya sama sekalitidak berusaha menonjol di hadapan orang lain. Saya lebih suka diam dan mengamati. Tetapi mungkin ada satu bagian dalam diri saya yang sebetulnya memang ekstrovert. Saya mungkin lebih memilih diam dan tidak terlalu banyak tingkah. Mungkin saya memang tidak selalu menjadi orang pertama yang mengacungkan tangan ketika guru atau dosen menyuruh salah satu siswa/mahasiswanya maju ke depan. Saya memang tidak begitu. Tetapi saya sadar bahwa bagaimanapun saya ingin mendapat pengakuan. Sebagai catatan maunsia itu selain memiliki eksistensi. Dia juga ingin diakui eksistensinya di bumi ini. 

Comments

Popular posts from this blog

[Teori Komunikasi] Teori dalam Tradisi Sibernetika

Kelebihan dan Kekurangan Model-Model (Mekanisme) yang Menghubungkan Opini Publik dengan Pembuatan Kebijakan

Berkunjung ke Rumah Teman