Pekerjaan atau Profesi

        
HAPPY JOURNALIST!
via www.adweek.com


Dalam kehidupan ini, tentunya setiap orang harus bekerja. Bekerja bukan lagi persoalan keinginan tetapi adalah kebutuhan. Setiap orang harus bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, orang-orang juga dapat memilih untuk mendapatkan pekerjaan yang dicintainya. Jika berbicata ihwal keharusan bekerja; tentunya semua orang mesti bekerja. Tidak dapat lagi dielakkan karena kewajiban setiap manusia adalah menafkahi dirinya sendiri dan mungkin juga memberikan sebagian kecil miliknya kepada orang lain.
                Dan berbicara soal pekerjaan, tentunya setiap orang mendambakan pekerjaan yang diinginkan. Saya sendiri tahu, selepas lulus dari perguruan tinggi nanti, saya harus mencari pekerjaan. Saya harus benar-benar mandiri secara finansial. Bahkan kalau perlu, sesungguhnya saya mungkin bisa mandiri secara finansial sebelum lulus kuliah. Beberapa kali saya mengambil pekerjaan sambilan. Tapi kedua pekerjaan yang pernah saya lakoni itu benar-benar pekerjaan. Yang mana saya melakukannya demi mendapatkan uang; hasil konkret dari pekerjaan. Tetapi hingga kini saya belum pernah bekerja sesuai dengan keterampilan yang saya miliki.


                Jika bicara soal pekerjaan dan pekerjaan seperti apa yang saya inginkan. Tentu saja saya ingin bekerja sesuai dengan keterampilan dan ilmu yang saya miliki. Saya tidak ingin hanya sekedar bekerja. Saya tidak ingin bekerja hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Lebih dari itu, saya ingin pekerjaan saya adalah bagian dari hidup saya. Pekerjaan itu, selain menjadi bentuk pengabdian juga merupakan “cipta karya” saya di dunia. Saya ingin memiliki pekerjaan yang bisa saya cintai sepanjang masa. Saya tidak ingin hanya bekerja karena tuntutan hidup. Saya ingin bekerja karena memang benar-benar melakoni profesi itu dengan sepenuh hati. Dapat dikatakan, jika saya disuruh memilih antara pekerjaan dan profesi. Saya tentunya lebih memilih profesi.
                Lalu, apa perbedaan pekerjaan dan profesi? Dalam salah satu diskusi di kelas ketika membahas mengenai pekerjaan dan profesi adalah pekerjaan belum tentu profesi sedangkan profesi sudah pasti pekerjaan. Mengerti kan maksudnya? Jadi seseorang yang memiliki profesi tentunya akan bekerja. Sedangkan orang yang hanya memiliki pekerjaan dia tidak memiliki profesi. Dalam hal ini, profesi disebut-sebut sebagai pekerjaan yang menuntut keterampilan. Seperti misalnya jurnalis, desainer, programmer dan lain sebagainya. Sedangkan pekerjaan diartikan sebagai sebuah keharusan karena tuntutan kehidupan. Sebuah profesi didapatkan melalui lika-liku yang panjang seperti meniti berbagai jenjang pendidikan. Karena saya pribadi sedang mengenyam pendidikan strata satu tentu saya ingin memiliki sebuah profesi. Bukan hanya pekerjaan semata.
                Mungkin itu sebabnya pula saya melepas kesempatan studi di Sekolah Tinggi Akuntasi Negara (STAN) dua tahun silam. Saat itu saya diterima sebagai mahasiswa D1 Pajak dan ditempatkan di Balikpapan. Semua orang di sekitar saya mengatakan bahwa kuliah di STAN itu enak. Menjadi anak STAN sekaligus orang pajak itu enak. Selain hidupnya terjamin, uang yang mengalir juga banyak. Hal inilah yang kemudian membuat orang-orang terlihat “menyesalkan” keputusan saya. Dan sudah berselang dua tahun – orang-orang di sekitar saya masih saja berkata, “Seharusnya kamu sudah bekerja ya sekarang,”
                Iya, mungkin, jika dua tahun yang lalu saya mengambil studi di STAN, saat ini saya sudah menjadi seorang pegawai Pajak (di antah berantah). Saya sudah mampu mendapatkan uang dan mandiri secara finansial seperti yang saya inginkan. Akan tetapi, bukan menjadi pegawai pajaklah yang saya inginkan. Saya sudah menekankan di awal bahwa yang saya ingini bukan sekedar pekerjaan tetapi profesi. Saya ingin memiliki sebuah keterampilan yang spesifik dan menjadikannya sebagai profesi.
                Saya tidak berkata bahwa bersekolah di STAN dan kemudian menjadi pegawai Pajak tidak memiliki keterampilan sama sekali. Saya meyakini bahwa setiap pekerjaan pasti memiliki persyaratan tertentu. Namun, kembali lagi, yang saya inginkan bukan menjadi seorang pegawai pajak. Saya tahu, hidup menuntut seseorang untuk bekerja. Tetapi setiap orang memiliki pilihan. Dan saya beruntung karena saya mampu menetapkan pilihan itu. Saya tidak pernah bercita-cita menjadi pegawai pajak. Ketika saya kecil saya juga tidak pernah membayangkan akan bekerja sebagai pegawai pajak. Saya percaya mimpi masa depan; mimpinya orang dewasa akan kembali ke masa kecil. Karena itu, saya memercayai apa yang saya yakini ketika masih kecil.
            Dengan keputusan yang nekad itu, dua tahun silam saya melepaskan studi di STAN. Saya berharap akan menjadi orang yang jauh lebih berarti dan menggali potensi yang saya miliki. Menjadi satu-satunya siswa di SMA saya yang melepas STAN tentu membuat saya minder. Kurang lebih ada 50-an anak yang diterima. Dan saya menjadi satu-satunya orang yang dengan percaya diri melepasnya. Beberapa teman saya mendukung hal tersebut karena mereka mungkin percaya pada kemampuan saya. Tetapi beberapa teman dan orang tua menyayangkan karena mereka pikir hidup tidak bisa dispekulasikan. Bagi mereka mungkin saya terlalu bodoh karena menolak sebuah jaminan. Akan tetapi, siapa yang mengatakan bahwa hidup ini ada yang menjamin. Bahkan bersekolah di ikatan dinas sekalipun saya yakin tetap bergejolak seperti halnya mahasiswa yang baru saja lulus.
                Bagi saya menjadi pegawa pajak adalah melakoni sebuah pekerjaan yang menjadi kewajiban setiap setiap orang. Sedangkan yang saya ingini adalah memiliki sebuah profesi. Saya tidak berkata bahwa saya meremehkan pekerjaan sebagai pegawai pajak. Sama sekali tidak. Semua pekerjaan yang baik dan halal tentunya mulia bagi siapa saja yang tulus dan ikhlas melakoninya. Tetapi bagaimana jika saya tidak dapat tulus melakoninya karena hal itu bukanlah yang saya inginkan. Lebih dari itu, bagaimana jika ada sebuah profesi yang memanggil-manggil saya untuk melakoninya. Saya tahu, inti dari kehidupan adalah ikhlas. Akan tetapi saya juga meyakini bahwa apa yang bisa diperbuat oleh seseorang kepada orang lainnya adalah berdasarkan kemampuan yang mereka miliki. Sedangkan saya, jujur saja, saya tidak mampu jika harus “dipaksa” menjadi pegawai pajak.
                Maka dari itu, setelah melepas studi di STAN yang dibarengi dengan nyinyiran banyak orang, saya bertekad akan membuktikan bahwa suatu saat nanti profesi yang saya pilih ini dapat membantu lebih banyak orang. Mungkin saya tidak akan mendapatkan uang yang banyak, urip kepenak , dan jaminan-jaminan bermutu lainnya. Mungkin kehidupan yang saya jalani akan jauh lebih keras dari bekerja sebagai pegawai pajak. Tetapi saya hanya tidak ingin terperangkap dalam sistem kehidupan yang begitu-begitu saja. Dan saya akan membuktikan kepada semua orang yang berhasil nyinyir tentang kehidupan saya. Saya akan memperlihatkan kepada mereka bahwa profesi inilah yang akan saya tekuni. Dan saya akan benar-benar menjadi manusia seutuhnya karenanya.
                Melalui profesi saya ingin hidup seutuhnya. Saya pernah mendengar bahwa jika kita ingin hidup bahagia maka lakukanlah pekerjaan yang kamu cintai. Dan karena alasan itulah saya menentang berbagai sistem dan anggapan banyak orang. Saya tahu di STAN itu enak. Uangnya banyak dan calon urip kepenak seperti yang dikatakan oleh rekan ibu saya. Akan tetapi, saya ingin hidup pada pilihan saya sendiri. Saya ingin menjalani sesuatu hal yang saya cintai. Saya tidak mau hidup dalam bayang-bayang orang lain. Saya juga tidak mau menuruti apa yang orang lain lakukan. Sebab saya ingin hidup pada perkataan saya sendiri, titah saya sendiri. Bukan komentar orang lain. Jika hidup harus berkubang pada komentar-komentar orang lain – hidup tidak akan pernah selesai. Seperti ketika orang-orang mengatakan kepada saya bahwa keputusan saya itu adalah sebuah kesalahan. Memilih ilmu komunikasi daripada STAN. Sejauh ini saya menikmati apa yang saya pilih. Dan saya akan terus menikmatinya. 


Maka untuk kalian semua, jadilah orang yang memiliki profesi bukan pekerjaan. Jadilah orang yang utuh dengan keterampilan yang kamu inginkan. Tekuni keterampilan itu sehingga menjadi sebuah profesi. Sebab, jika hidup berdasarkan profesi kamu akan memiliki tujuan hidup yang lebih berarti daripada hanya menyambung hidup. Kamu akan tahu kemana harus melangkah. Kamu akan lebih bisa memaknai kehidupan dan apa yang mampu kamu lakukan. Maka, jalanilah profesimu! Profesi yang kamu inginkan! 

Comments

Popular posts from this blog

[Teori Komunikasi] Teori dalam Tradisi Sibernetika

Kelebihan dan Kekurangan Model-Model (Mekanisme) yang Menghubungkan Opini Publik dengan Pembuatan Kebijakan

Berkunjung ke Rumah Teman