Buku Baru
via http://img3.goodfon.su/original/5300x3524/b/78/vintage-vintazh-bloknot-ruchka.jpg |
Entah kerasukan
setan apa, sore itu karena tidak ada gawean
apapun di rumah selain tiduran, aku pergi ke salah satu toko buku di Magelang.
Tidak seperti biasanya yang selalu membeli buku-buku bacaan, baik fiksi maupun
non fiksi, aku membeli sebuah buku kosong. Buku batik duaratus lembar yang
sederhana. Aku hanya membeli buku satu karena aku yakin akan cukup untuk satu
semester bahkan satu tahun ke depan.
Gara-gara
membeli buku, mendadak aku jadi ingat sewaktu masih bersekolah (bukan berkuliah).
Dulu setiap hampir masuk tahun ajaran baru, aku selalu senang jika harus
membeli buku tulis buru. Aku akan menghitung berapa jumlah buku yang kubutuhkan
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sehabis membelinya, aku akan
dengan senang hati menyampulinya. Terkadang aku juga memeriksa tempat pensilku
dan mengecek peralatan alat tulis seperti pensil, pulpen, stipo, penghapus dan
lain-lain. Semua itu kulakukan hanya untuk memastikan apakah semua peralatan
itu masih digunakan atau tidak sehingga aku tidak perlu membeli yang baru.
Rasanya, dulu
waktu aku masih bersekolah, alat-alat tulis adalah hal yang terpenting. Saat
sekolah dasar, kado yang ngetrend
adalah buku tulis kosong. Aku selalu suka jika memiliki buku tulis baru dan
akan berhati-hati menggunakannya. Buku-buku yang memiliki sampul bagus biasanya
aku gunakan sebagai catatan. Dulu aku sering balapan dengan teman-teman
sepermainan, catatan siapa yang baling bagus, rapi, dang lengkap. Aku sampai
membeli beberapa bolpoin berwarna untuk memperindahnya. Dulu, rasanya,
mencatat, adalah sebuah keseharian yang biasa. Dulu, rasanya, mencatat adalah
sesuatu hal yang kuperlukan. Aku selalu mencatat berbagai hal, menuliskannya di
sebuah buku. Entah itu berupa buku catatan atau hanya sekedar buku kecil
berisikan hal-hal penting yang harus dilakukan atau dibutuhkan.
Saat aku masih
kelas dua SMA, aku memiliki buku batik mini berwarna biru yang selalu aku bawa
kemanapun. Aku menulis apapun di dalamnya. Aku mencatat berbagai hal. Dan aku
selalu merasa hampa jika buku mini itu tertinggal di rumah. Jika buku batik itu
sudah habis ditulisi, aku akan dengan senang hati membacanya kembali sebelum
membeli yang baru.
Namun, semenjak
berkuliah aku sudah lupa rasanya membeli buku tulis baru itu seperti apa. Aku
juga sudah tidak pernah lagi memeriksa isi tempat pensilku apakah lengkap atau
tidak. Semenjak kuliah, aku lupa bagaimana rasanya mencatat. Padahal, dulu aku
suka sekali menulis di buku tulis. Tetapi sekarang, selama empat semester
kuliah aku tidak pernah punya buku catatan tetap. Bahkan, dua semester terakhir
aku selalu masuk kelas tanpa buku dan pensi. Hanya bermodalkan raga yang jiwanya
hilang entah kemana – memikirkan hal lain yang (katanya) lebih penting.
Selama kuliah kemarin aku memang lebih banyak masuk kelas tanpa membawa tas. Jika aku membawa tas, isinya hanya sebuah laptop slim dan chargernya. Selebihnya, jika memang tidak dirasa perlu, aku kuliah tanpa membawa tas. Bahkan untuk tanda tangan di kertas absensi saja aku sering pinjam pulpen teman (yang pasti selalu tidak kukembalikan, hehehe). Di kelas, aku juga sering meminta secarik kertas dan pinjam pulpen teman untuk mencatat sesuatu. Tapi biasanya, kertas itu akan berakhir jadi untel-untelan atau bahkan hilang.
Semenjak itu, tulisanku jadi jelek sekali. Aku tidak tahu apa itu mencatat. Dan tiba-tiba, ketika aku memasuki toko buku itu – aku rindu menulis (bukan mengetik). Mungkin, sebetulnya, aku hanya perlu kembali pada masa di mana mencatat dan menulis adalah hal yang menyenangkan. Hari itu, aku membeli sebuah buku batik sederhana. Namun aku sangat senang sekali seolah-olah baru saja membeli buku agenda yang bersampulkan kulit dan berharga sangat mahal. Buku yang baru saja aku beli hanya buku dengan lembaran-lembaran kosong sederhana. Tetapi aku senang, karena aku sudah mulai meninggalkan jejak sejarah di dalamnya. Laiknya anak kecil yang sedang belajar menulis dan akan senang sekali dibelikan buku baru, buku tulis baru.
Comments
Post a Comment