Pelaku (Tidak) Selalu Laki-Laki

Beberapa waktu lalu, di sore hari, saya begitu beruntung karena mendapat teguran dari Allah dengan cara yang halus. Saat hendak belok kiri, dari arah belakang, sebuah motor ngebut dengan cepat. Dan... braak! Tertabraklah saya dan jatuh ke kiri dengan kedua lutut saya mencium aspal jalan. Beruntung saya langsung menggunakan kedua tangan saya untuk menahan beban tubuh. Motor ngebut itu tidak berhenti, tetap melaju dengan konstan tanpa menghiraukan orang yang ditabraknya sudah terjungkal. Sebut saja, ini adalah tabrak lari -- kalau mau dianggap berlebihan.

Seketika saja orang-orang langsung berkerumun mendatangi saya dan membantu mengangkat motor dan menepikannya. Semua orang bertanya apakah saya “baik-baik saja” tetapi yang ada di pikiran saya adalah spion bengkok yang pasti tidak dapat saya perbaiki sendiri.

Setelahnya, akhirnya saya cerita ke orang tua dan beberapa teman dekat saya. Saya bercerita bahwa saya adalah korban. Soalnya saya jelas sudah rating ke kiri, tetapi pengemudi ngebut itu mungkin berpikir bahwa dia bisa nyalip sebelum saya belok.

“Cowok ya yang nabrak?”
“Lanang yo sik nabrak?”
“B****t, mesti wong lanang kuwi,”
“Lanang yo mesti? Nek lanang ncen sok begajulan,”
"Lanang kuwi mesti. Nek cah lanang nganggo motor ning dalan senenge kan, sok-sokan."

Saya terdiam sebentar karena semua komentar-komentar tentang “kasus kecelakaan” saya itu keluar begitu saja tanpa mampu saya berhentikan.

“Bukan kok,” ujar saya pelan saat semua orang mampu menahan diri. “Pelakunya perempuan,”

***

Mungkin, perempuan memang lebih sering menjadi korban. Akan tetapi, tidak selamanya laki-lakilah yang melakukannya. Tidak selamanya laki-laki yang menjadi pelaku. Terkadang, perempuan lain menyakiti perempuan yang lainnya. Entah dengan medium seperti apa. Yang jelas, manusia pun sebenarnya tidak berhak menggeneralisasi siapakah yang jahat dan baik. Siapakah yang menjadi korban dan pelaku kejahatan. Apakah itu perempuan ataukah laki-laki. Bukankah hidup di dunia adalah persoalan mendiagnosa? Berasumsi tanpa jeda setiap kali melihat manusia-manusia. Saya hanya ingin berbicara tetap stereotipe. Terlepas dari semua itu, sebuah "kecelakaan kecil" tidak hubungannya sama sekali dengan gender dan jenis kelamin. Hanya berhubungan dengan kehati-hatian seseorang saja.

Comments

Popular posts from this blog

[Teori Komunikasi] Teori dalam Tradisi Sibernetika

Kelebihan dan Kekurangan Model-Model (Mekanisme) yang Menghubungkan Opini Publik dengan Pembuatan Kebijakan

Kode Etik Profesi dalam Bidang Komunikasi