[Review] Semua Orang Bicara tentang Tuhan di Planet Ini
Lingkungan sosial akan mempengaruhi manusia dalam
berperilaku dan berpikir. Hal ini dikarenakan seseorang sebagai komunikan
sekaligus komunikator akan menerima dan memproses pesan-pesan yang berada di
sekitarnya (lingkungan sosial). Pesan-pesan ini dapat ia terima melalui
interaksi sosial secara langsung maupun tidak langsung. Ada banyak faktor
sosial yang dapat mempengaruhi perilaku, khususnya pada psikologi. Faktor
sosial tersebut bisa berupa bentuk kultural, bentuk interaksi, bentuk moral
yang digunakan, maupun kepercayaan sistem sosial pada komunitas tertentu.
Sepertinya halnya dalam film PK (baca: Pekay),
seseorang mulai mengadaptasi sistem kultural setempat agar dapat diterima oleh
masyarakat sekitar. Sebutlah orang itu Pekay, yang notabene adalah “alien” di
bumi dan mengaku sebagai astronot. Ia tak bernama. Baru di bumi, orang-orang
memanggilnya pekay (mabuk). Pekay adalah manusia yang hidup di planet lain dengan
peradaban dan kultur yang berbeda jauh dari bumi. Di bumi, Pekay selalu
mendengar cerita tentang Tuhan. Dalam perjalannya menuju pulang ke planet
asalnya, ia selalu dikelilingi oleh orang-orang yang berbicara tentang Tuhan.
Di planetnya, Pekay berkomunikasi tanpa bahasa. Ia
dan kaumnya berkomunikasi dengan pikiran – sehingga segala sesuatunya tidak membutuhkan interpretasi dan
tidak ada kebingungan ketika memaknai suatu pesan. Dalam film ini, Pekay pun
membandingkan cara berkomunikasinya dengan di bumi yang menggunakan bahasa.
Menurutnya, bahasa adalah suatu hal yang multitafsir. Satu kata bisa bermakna
banyak hal. Oleh sebab itu, diperlakukan interprestasi dan rasa dalam memaknai logat,
intonasi, dan ejaan kata.
Di planetnya pula, Pekay tidak pernah mengenakan
apapun. Ia mengenal busana di bumi dan menganggapnya sebagai “kulit”. Di film
ini, Pekay membedakan kaumnya dengan warna kulit sehingga ia pun memaknai
busana sebagai kulit. Namun, pada
akhirnya Pekay pun mulai mempelajari sedikit demi sedikit mengenai bumi,
khususnya di wilayah India (Delhi dan Mandawa) dengan segala isinya.
Dalam fillm ini, kita dapat melihat bagaimana proses
Pekay dalam mempelajari dan menyerupai orang-orang di bumi (memakai baju,
menggunakan uang, berkomunikasi dengan bahasa dan lain hal sebagainya). Proses
sosial, baik melalui lingkungan, budaya, interaksi, dan komunikasi membentuk
suatu individu dan mempengaruhi proses berpikir dan berperilaku. Adapun,
faktor-faktor sosial juga mempengaruhi psikologis seseorang.
Seperti Pekay, ia tentunya merasakan perbedaan yang
sangat signifikan antara bumi dan planet tempat tinggalnya. Segala sesuatu hal
sangat berbanding terbalik. Keadaan sosial seseorang, dalam hal ini
mempengaruhi kestabilan berpikir, berperilaku, dan psikologi seseorang. Tentunya
perbedaan “sistem sosial dan kultural” yang dialami oleh Pekay menimbulkan
gejolak psikologis sehingga ia harus menentukan bagaimana “diri”-nya harus
menempatkan diri agar diterima oleh “liyan” di bumi sebagaimana “liyan” di
planetnya tinggal menerimanya.
Pekay yang kebingungan terhadap kondisi sosial di
bumi pun mulai beradaptasi dengan mempelajari bahasa dan menginterpretasikannya
dengan tepat. Ia juga memperhatikan budaya setempat sehingga tidak
disalahartikan oleh “liyan” yang lain di tempat itu.
Pada akhirnya, agar diterima oleh “liyan”, ia mulai
mengolah pesan-pesan dalam proses sosial di tempat ia berada dan membentuk
dirinya dalam sistem sosial di tempat itu. Pekay akhirnya melakukan imitasi
(meniru) puncak dari proses interaksi yang ia lakukan di India.
Ia mulai mengenal budaya, moral, dan agama serta
faktor lingkungan lain yang masuk dalam proses sosial. Pekay mulai meniru
kepribadian orang lain di lingkungan India dan sistem sosial di India. Ia
meniru bahasa baik lisan maupun tulisan, cara berpakaian, gaya hidup, sampai
kepercayaan. Ia meniru orang lain (body)
dalam proses sosial sehingga membentuk diri yang lebih stabil agar dapat
beraktivitas seperti “liyan” yang lain dalam kehidupan sosial di India.
Hal yang paling unik dari Pekay adalah proses sosial
yang dilakukan Pekay ketika ia mencari remot kontrolnya. Setiap orang yang
ditemuinya selalu mengatakan bahwa “Tuhan” akan membantunya menemukan benda
tersebut. Dalam hal ini, Pekay yang sebelumnya tidak mengenal Tuhan – lambat
laun ikut meniru orang-orang di India untuk meyakininya dan bahkan ikut meminta
pertolongan kepada Tuhan.
Proses sosial yang ini begitu unik karena
betul-betul masuk ke lingkup psikologis Pekay. Ia dengan serta-merta ikut
mempercayai bahwa Tuhan akan menolongnya. Dalam hal ini, ketika berinteraksi
dengan lingkungannya (baik dengan “liyan”, kultural, moral setempat, dan
keyakinan setempat), ia pun menerima sebuah pesan bahwa dunia ini diciptakan
oleh Tuhan. Ia menerima sebuah pesan di mana dunia yang besar ini dimiliki oleh
Tuhan dan segala urusan akan selesai oleh Tuhan. Inti dari film ini jika
dikaitkan dengan bagaimana proses sosial mempengaruhi psikologis dalam diri
Pekay cukup menggelitik.
India adalah salah satu negara dari berbagai negara
di dunia yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi – entah dengan bentuk
keyakinan yang seperti apa. Dalam film ini pun, sudah dikatakan dengan jelas
oleh Mutti (Bos Jaggu) bahwa untuk hidup di negara itu (India), berbicara soal
Tuhan adalah suatu hal yang harus dijauhi.
Dari film Pekay sendiri, hal yang paling saya
tangkap dari proses sosial ini adalah berkaitan dengan kultur dan agama. Kultur
berakitan dengan gaya hidup , bahasa, dan lain hal sebagainya. Namun adaptasi
kultur dan bahasa adalah sesuatu hal yang lazim dilakukan bahkan di bumi ini
sendiri. Sebab, setiap negara memiliki kultur dan bahasa yang berbeda. Bahkan,
daerah yang hanya dibatasi oleh gapura RT saja memiliki kultur yang berbeda.
Akan tetapi, adaptasi yang paling unik adalah ketika
Pekay ikut mengimitasi keyakinan manusia di bumi akan adanya Tuhan. Bagaimana
kemudian proses sosial di sana mengenalkan Pekay dengan Tuhan. Dan pada
akhirnya, dalam film itu, Pekay pun ikut meniru manusia di bumi akan keberadan
Tuhan. Ia pun terus mencari Tuhan karena dalam film itu – semua orang di India
mengatakan bahwa hanya Tuhan yang mampu mengantarkan dia pulang ke planet
asalnya.
Dari film ini, sebetulnya kita dapat melihat
bagaimana seseorang memaknai diri, lingkungan sosial, dan Tuhan. Seperti halnya
pada zaman dahulu kala ketika orang-orang menginterpretasikan Tuhan sebagai
air, pohon, dan matahari. Pemaknaan itu timbul dari proses sosial yang mereka
lihat dan rasakan. Pekay pun seolah jadi refleksi “manusia pertama kali” yang
menjejakkan kaki di bumi untuk sekadar tahu “siapa itu Tuhan?” dan mengapa
orang-orang selalu “membicarakan Tuhan”.
Comments
Post a Comment